NovelToon NovelToon
Sang Pewaris Tersembunyi

Sang Pewaris Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Identitas Tersembunyi / Elf
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Momoy Dandelion

Dalam bayang-bayang dendam, kebenaran menanti untuk diungkap.
Acalopsia—negeri para elf yang dulu damai—kini gemetar di ambang kehancuran. Serangan kaum orc tak hanya membakar ladang, tapi juga merobek sejarah, menghapus jejak-jejak darah kerajaan yang sah.
Revalant, satu-satunya keturunan Raja R’hu yang selamat dari pembantaian, tumbuh dalam penyamaran sebagai Sion—penjaga sunyi di perkebunan anggur Tallava. Ia menyembunyikan identitasnya, menunggu waktu, menahan dendam.
Hingga suatu hari, ia bertemu Pangeran Nieville—simbol harapan baru bagi Acalopsia. Melihat mahkota yang seharusnya menjadi miliknya, bara dendam Revalant menyala. Untuk merebut kembali tahta dan membuktikan kebenaran masa lalu, ia membutuhkan lebih dari sekadar nama. Ia membutuhkan kekuatan.
Dilatih oleh Krov, mantan prajurit istana, dan didorong tekad yang membara, Revalant menempuh jalan sunyi di bawah air terjun Lyinn—dan membangunkan Apalla, naga bersayap yang lama tertidur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15: Permohonan dari Sang Pewaris

Udara pagi terasa menggigil. Langit belum benar-benar biru, hanya semburat kelabu yang menyembul malu dari balik garis pegunungan. Kabut menggantung tipis di sekitar desa Syrren, seperti kain kasa yang disampirkan di pundak bumi.

Sion terbangun oleh suara samar.

Krek... cleng... krek...

Dentingan logam, jauh… namun cukup kuat untuk menyelinap ke dalam tidurnya yang gelisah.

Ia duduk perlahan, merapatkan jubah tipisnya, dan memandang sekeliling. Rumah batu itu sunyi. Krov tak tampak di dalam. Tempat tidur Sissel pun kosong. Hening.

Ia mengenakan sepatu kulitnya, lalu melangkah keluar melewati pintu belakang.

Udara pagi menusuk kulit. Tapi suara itu—suara besi yang bergesek dengan besi—menjadi petunjuk satu-satunya. Ia mengikuti irama itu melewati halaman berkerikil, hingga tiba di samping rumah—tempat berdirinya bangunan kecil berdinding batu separuh terbuka, seperti bengkel tua.

Dari dalamnya, kepulan asap tipis dan percikan merah menyala.

Krov berdiri di depan tungku besar. Cahaya api membentuk siluet tubuhnya yang kekar, dengan bahu lebar dan tangan penuh otot yang kini memegang palu berat. Di atas landasan besi, terbaring sebilah logam panas, dipukul berulang dengan ritme yang tak terburu-buru namun penuh tenaga.

Krek! Clang! Krek!

Sion berdiri di ambang pintu, tak ingin mengganggu. Tapi Krov sudah sadar akan kehadirannya.

“Sudah bangun?” tanya Krov tanpa menoleh. Suaranya parau namun tidak kaku.

Sion melangkah mendekat. Hangat dari tungku perlahan mengusir dingin pagi.

“Di mana Sissel?” tanyanya.

“Pergi ke hutan. Mencari bahan untuk dimasak. Kadang dia memang seperti itu,” jawab Krov, masih memukul logam panas. “Dia tahu jalan-jalan hutan lebih baik daripada kebanyakan pria dewasa. Tak akan dimangsa orc.”

Sion mengangguk pelan. Ia memperhatikan peralatan yang bertebaran di sekitarnya—pisau, pedang pendek, bahkan beberapa kepala tombak setengah jadi. Semua ditata rapi, namun jelas ini bukan pekerjaan pandai besi biasa.

Sesaat mereka terdiam, hanya ditemani suara logam yang menjerit tiap kali dihantam palu.

Sion akhirnya angkat bicara, pelan namun pasti. “Saya ingin belajar pedang dari Anda.”

Krov berhenti memukul. Dada tuanya naik turun, bukan karena lelah, tapi karena terkejut.

Ia mendengus—separuh geli, separuh sarkastik. “Belajar pada seorang pande besi tua yang pincang?”

Sion tidak menanggapi ejekan itu. Matanya hanya menatap lurus. “Saya tahu siapa Anda sebenarnya. Bukan cuma pandai besi. Anda... pernah menjadi prajurit kerajaan.”

Krov menatapnya tajam.

“Prajurit Kerajaan di masa Raja Lowin. Pangkatmu mungkin tak tercatat di lembar sejarah, tapi nama ‘Krov’ disebut oleh beberapa petarung tua di Tallava. Mereka bilang ada seorang elf bertangan dingin—yang bisa menumbangkan tiga lawan dengan satu gerakan.”

Krov diam. Sorot matanya perlahan kehilangan kilat sinisnya. Ia meletakkan palu di samping landasan, lalu duduk di bangku kayu dekat tungku.

“Aku sudah tak pantas melatih siapa pun,” katanya datar. “Tanganku kini hanya mampu menempa besi, bukan membentuk ahli pedang.”

Sion melangkah mendekat. “Tapi saya percaya Anda lebih dari itu.”

Krov menatap ke bara yang menyala. “Percaya tidak akan membuat tanganmu kuat. Bahkan tidak akan menyelamatkanmu dari orc.” Ia memalingkan wajah. “Cari pelatih lain. Aku tak bisa.”

Sion menggenggam telapak tangannya sendiri. “Saya memohon… saya jauh-jauh datang hanya untuk berguru kepada Anda.”

“Tidak!” suara Krov mengeras. “Pergilah! Ini bukan tempat untuk belajar pedang. Keculi jika kau ingin belajar membuat pedang.”

Sion menunduk, kemudian membuka bagian atas bajunya perlahan, memperlihatkan bahu kanannya. Di sana… terlukis tanda lahir berbentuk bintang bercahaya—tanda suci yang hanya dimiliki oleh garis darah keluarga kerajaan.

Krov membeku. Matanya seperti tertancap pada tanda itu. Jari-jarinya gemetar, seolah tubuh tuanya baru saja tersentak oleh hantaman petir dari masa lalu.

Ia berdiri perlahan, matanya membulat, napasnya tercekat. “Tidak… itu… tidak mungkin…”

Sion menatapnya dengan tatapan yang dalam dan tenang. “Nama asliku… Revalant.”

Krov terdiam. Mulutnya sedikit terbuka, namun tak ada kata yang keluar. Ia menatap tanda itu seakan melihat hantu dari masa lalu.

“Aku putra Raja R’hu. Anak yang selamat dari peperangan saat itu.” Suara Sion nyaris seperti bisikan. Ia melepaskan rambut palsunya. Juga menghapus wajahnya hingga tampak bercahaya.

Krov segera berlutut. Tangannya mengepal, membungkuk dalam di hadapan Sion.

“Yang Mulia ….” Suara Krov terdengar gemetar. Ia benar-benar kedatangan seorang tamu suci.

Sion cepat-cepat mendekat, menarik lengan Krov agar berdiri. “Jangan berlutut padaku. Aku datang untuk berguru, bukan untuk mendapat penghormatanmu.” pintanya.

Krov masih tertegun tak bisa berkata-kata.

“Revalant dianggap sudah mati, maka anggap saja seperti itu. Sissel juga mengenalku sebagai Sion. Jadi, mohon rahasiakan ini dari siapapun. Dan jadikan aku muridmu.”

Krov menghela napas panjang. “Seharusnya kau tetap bersembunyi. Ini terlalu berbahaya jika sampai ada yang tahu,” nasihatnya.

“Bagaimana aku bisa hidup tenang jika nama baik ayahku belum dipulihkan?” tepis Sion.

“Semua menganggap ayahku sebagai penyebab meninggalnya Raja Lowin. Lalu … kematian seluruh keluargaku dianggap karma dan kutukan … hingga menyebabkan kegelapan mampu menembus istana.”

“Orc … ayahku dibunuh oleh mereka. Bukan ayahku yang menciptakan mereka.” Sion berkata dengan menahan emosi.

“…Aku pikir semua orang sudah lupa,” gumam Krov pelan. Suaranya berbeda—penuh bayang-bayang.

Ia diam sesaat, menatap api di tungku, seakan menyaksikan sesuatu yang hanya bisa dilihat oleh kenangan.

Lalu, perlahan ia mulai bicara.

“Dulu… aku adalah prajurit istana. Salah satu yang terbaik. Aku mencintai pekerjaan itu. Mengayunkan pedang bukan sekadar tugas, tapi napas harian. Kami berlatih tiap pagi di pelataran kastil kristal. Aku dan rekan-rekanku saling menguji kekuatan, memperbaiki kelemahan. Tak ada yang lebih membahagiakan bagiku selain suara logam yang bertabrakan dan seruan pelatih yang menggelegar di langit Acalopsia.”

Ia tersenyum tipis, tapi pahit.

“Lalu… ada hal yang tidak boleh terjadi: aku jatuh cinta. Kepada seseorang yang tak seharusnya kucintai.”

Sion menyimak, tak menyela.

“Namanya Meida. Putri Raja Lowin. Bukan wanita biasa. Ia cantik dan berani, tapi juga lembut, penuh kasih pada siapa pun yang tertindas. Tak seperti bangsawan lain, ia turun langsung ke dapur para pelayan, membalut luka pasukan yang kembali dari perbatasan. Dan… dia mencintaiku juga.”

Krov menghela napas panjang.

“Tapi cinta antara prajurit dan darah kerajaan itu dianggap dosa. Saat kami ketahuan, aku diusir dari istana tanpa kehormatan. Meida tak berkata apa-apa kepada keluarganya. Ia hanya mengejar langkahku, meninggalkan mahkota dan jubahnya. Kami memulai hidup dari tanah yang keras. Aku menjadi pande besi. Dia menenun kain dan mengobati luka warga. Kami miskin… tapi bahagia.”

Api di tungku bergetar, seolah merespon gejolak di dada lelaki tua itu.

“Lalu… kabar buruk datang. Raja Lowin wafat. Pangeran R’hu naik tahta. Tapi tak lama setelah itu—istana diserbu. Ratusan orc. Darah di mana-mana. Aku... tak bisa membayangkan itu. Aku kira setelah kami pergi, dunia istana akan berjalan tanpa kami.”

Krov mengepalkan tangan, menatap dinding seolah mencoba menghentikan ingatannya.

“Meida baru melahirkan Sissel saat itu. Tapi ketika mendengar kabar bahwa istana dalam bahaya, dia tak bisa tinggal diam. Dia ingin menebus pilihannya dengan ikut berperang. Aku sempat menahan... tapi dia meyakinkanku. ‘Aku dilahirkan untuk melindungi, Krov,’ katanya.”

Suaranya tercekat. Api di tungku menciptakan bayang-bayang yang bergetar di wajahnya.

“Kami menitipkan bayi kami pada seorang teman di hutan sebelah utara. Kami bertarung… bersisian. Menebas orc satu demi satu. Sampai akhirnya, saat malam jatuh di medan perang dan bulan tertutup kabut… Meida terkena sabetan pedang di punggungnya. Aku melihatnya jatuh. Tapi terlalu banyak musuh. Terlalu sedikit waktu.”

Ia menunduk, matanya terpejam.

“Aku memeluknya sampai napasnya habis. Ia sempat berbisik, ‘Jaga Sissel…’ Lalu, dia pergi. Sirna seperti cahaya elf yang pulang ke langit.”

“Aku kembali. Membawa Sissel. Menjauhi semuanya. Kami berpindah-pindah. Desa ke desa. Tapi di mana pun kami singgah, rambut merah Sissel adalah kutukan. Ia dihina, dijauhi, dianggap aib. Aku tak sanggup melawannya. Maka kami akhirnya menetap di Syrren, tempat yang paling sepi, tempat orang-orang sudah terlalu lelah untuk peduli.”

“Aku yakin orang yang membawamu menjauhi istana ingin kau hidup dengan baik. Aku harap kau tidak ada keinginan untuk memasuki tempat itu.”

“Aku ingin ke sana,” kata Sion tegas.

Krov memijit keningnya. Semua anak muda sepertinya memang keras kepala.

“Jika kau mengkhawatirkan aku, terima aku sebagai muridmu. Agar aku bisa menjaga diriku, Tuan Krov,” pintanya.

Krov menganggukkan kepala. “Baiklah, terserah padamu! Aku akan mengajarimu.” Ia menyerah.

Sion tersenyum lebar. Ia kembali mengenakan rambut palsunya.

“Berjanjilah satu hal padaku,” ucap Krov, suaranya kembali rendah. “Apa pun yang kau lakukan nanti… jangan seret Sissel ke dalam takdir sepertimu. Dia pantas bahagia—jauh dari darah, pedang, dan istana.”

Sion menunduk hormat. “Itu janji yang akan kupegang… meski aku tak tahu apakah dunia akan mengizinkannya.”

1
vj'z tri
ish ish ish rauk kurang jelas brifing nya 🤭🤭🤭 dah tau yang di bawa orc otak nya cuma 1/2 🤣🤣🤣🤣🤣lagian bawa anak orang gak di kasih makan kan jadi lapar 🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
serangan orc tiba tiba ..pasti ada dalang nya ini 😤😡😤😡😤
vj'z tri
kalian salah matahari yang asli masih bersembunyi dia adalah Sion
vj'z tri
pangeran sadar lah akan hati mu sebelum ia pergi dan menghilang 🥹🥹🥹
vj'z tri
semoga Sion di pinjami kitab nya 🤭😁🥳
vj'z tri
naga kah 🤔🤔🤔
vj'z tri
dasar pemuda kurang kerjaan ,😤😤😤😤
vj'z tri
duarrrrr sekarang terbuka sudah biang Lala nya 😱😱😱😤😤😤😤
vj'z tri
pasti ada mata mata 🤔🤔🤔
vj'z tri
iyeee tar lu yang di masak mimbo 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
terpesonaaaaaa aku terpesonaaaaaa memandang memandang wajah mu yang manissss 💃💃💃
vj'z tri
semangat Thor up nya 🥳🥳🥳
vj'z tri
waktu nya belajar pedang semangat Sion 🎉🎉🎉
vj'z tri
ayo Sion beritahu paman mu 😁😁😁
vj'z tri
aura putra mahkota terlihat cuyyyy 🤩🤩🤩🤩 lanjuttt guysss
vj'z tri
pencuri 😤😤😤😤😤😤
vj'z tri
merindukan paman 😁😁😁
vj'z tri
Sion semoga kau kembali dengan selamat ....petualangan di mulai 🎉🎉🎉
vj'z tri
jangan sampai sissel di tuduh mencuri 🤨🤨🤨🤨🤨
vj'z tri
dukun u gak mempan bro 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 nieville gak tertarik 🤣🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!