Let'S, Divorce

🍂🍂🍂🍂🍂🍂

"Gue gak akan ngapa-ngapain, Ok." ujar Andra yang kembali meyakinkan agar Viana rileks saat di sentuh olehnya.

Ia memang tak punya pikiran macam macam, hanya ingin fokus membantu Viana meski sejujurnya itu sangat sulit. Andra yang normal serta status halal di antara mereka membuat pemuda itu sesekali menarik napas dan di buangnya perlahan. Jantung Andra ribuan kali lipat berdetak dari biasanya saat kaitan BRa kini sudah ia lepaskan.

Andra menelan salivanya kuat kuat tapi anehnya ia tak membuang pandangan sama sekali tak seperti saat ia melihat sesuatu yang tak seharusnya.

"Andra! jangan liatin terus." teriak Viana yang pastinya sangat malu sebab bagaimanapun pemuda itu tetap asing baginya. Ini terlalu cepat bagi Viana yang belum ingin memperlihatkan apapun meski Andra suaminya.

"Sorry," jawab Andra sedikit gelagapan.

Tak sampai disitu karna Viana di minta untuk berdiri sebentar agar Andra mudah menurunkan kain tipis satu-satunya yang ada di tubuh istrinya. Tangan yang nyeri dan kaki yang tak bisa berdiri lama membuat Viana terus meringis bahkan hampir menangis, dan ternyata Viana tak sekuat yang di bayangkan oleh Andra, meski sering melawan dan marah-marah Viana tetap saja sosok gadis manja yang menggemaskan.

Polos..

Itulah yang terjadi pada menantu Bramasta di hadapan putra bungsu keluarga tersebut. Keduanya malah saling diam saking gugupnya, Viana malu meski ia sudah menganggap ini adalah hal yang urgent, sedangkan Andra yang normal langsung terpancing bira Hinya karna bagaimana pun ia adalah laki-laki dewasa.

"Gue---, gue isi aer di Bathtub dulu ya," ucap Andra yang kembali mendudukkan Viana di kursi plastik sedang kan ia menyiapkan air hangat. Andra sengaja berdiri membelakangi Viana agar gadis itu tak bisa melihat betapa merahnya wajah Andra menahan napsu karna miliknya kini mulai meronta.

Dua bukit dan lembah imut itu tetap tak hilang dari pelupuk mata Andra. Ingin rasanya ia menyentuhnya tapi tetap ingat jika ia dan Viana belum layak melakukan hal tersebut. Andra hanya bisa menahan sambil terus memohon agar bagian intinya bisa tidur nyenyak karna malu rasanya jika harus ketahuan oleh Viana walau wanita halal baginya.

"Ndra, aku dingin," kata Viana sambil menutup bagian atas tubuhnya dengan satu tangan.

Andra menoleh, matanya malah berpusat pada lembah imut berumput yang baru ia lihat untuk pertama kalinya.

"Hem, ini juga udah penuh kok, ayo bangun, hati hati." Andra mendekat lalu kembali membantu Viana bangun, dan setelah ia merangkul bahu Viana agar tak jatuh saat berjalan mendekat kearah bathtub.

"Sakit banget, Ndra."

"Iya, gue tahu, tahan dikit lagi sampai kakinya masuk ya," jawab Andra yang paham betul apa yang di rasakan oleh Viana.

"Nanti siang ke rumah sakit buat di periksa ya, gue takut kaki lo kenapa-napa kalau di biarin, nanti di rontgen di sana buat di lihat apa ada yang retak atau mungkin patah," tawar Andra dengan rasa khawatir khas seorang suami.

"Enggak, aku mau pulang aja. Nanti aku minta urut ke tukang urut langgan Bunda, dulu Ayah juga pernah kakinya masuk gorong-gorong cuma di urut aja kok," tolak Viana, tentu ia hanya memberi alasan sebab yang ia mau hanya pulang dan pulang, tak perduli sebaik apa mertuanya dan semegah apa rumah ini tempat yang ternyaman tentu rumahnya sendiri.

"Lo keras kepala banget, sih!"

Viana tentu langsung merengut kesal tanda tak suka dengan yang ucapkan Andra barusan.

"Ya udahlah, mumpung ada Bunda juga tuh, jadi gue gak usah repot-repot anterin lo!" cetus Andra yang kesal, ada banyak hal yang memancing ia akhirnya jengkel dengan istrinya itu.

Mulai dari kepala atas dan bawah yang pusing hingga tak rela rasanya di tinggalkan oleh Viana, meski ia bisa ikut ke rumah mertuanya juga tapi bagi Andra kamarnya lah yang paling nyaman untuk mereka berdua agar jauh lebih intim saat bersama contohnya seperti saat ini.

"Bunda ada?" tanya Viana kaget.

"Ya!"

Wajah gadis itu pun langsung merah tapi bukan menahan malu tapi menahan marah. Harusnya ia bisa mandi dengan Bunda bukan dengan di bantu Andra seperti ini.

Rasa kesal, marah, kecewa dan benci jadi satu dalam hati Viana. Ia seperti di tipu oleh pemuda yang sama jengkelnya seperti dia.

"Dasar mesum! bisa bisanya ambil kesempatan dalam kesempitan kaya gini," omel Viana dengan perasaan sesak dalam dadanya.

"Kok lo nuduh gue?" balas Andra, napsu ternyata membuat ia bisa menaikan nada bicaranya.

"Kan memang gitu, keluar lo sekarang!" teriak Viana dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca.