Suamiku Anak Yang Terbuang
Afnaya adalah gadis periang. Namun, setelah dirinya mengalami kecelakaan hebat, membuatnya menjadi sosok wanita yang mudah menyerah. Afna gadis yang masih muda, berusia dua puluh empat tahun yang belum lama telah menyelesaikan pendidikannya. Afna masih ingin mengejar cita citanya setinggi mungkin. Tetapi sang pacar mendesaknya untuk segera menikah. Dengan berat hati, kedua orang tua Afna mengizinkan putrinya untuk segera menikah.
Disaat pernikahannya yang tinggal menunggu beberapa waktu lagi, nasib buruk tengah menimpanya. Sebuah kecelakaan yang harus Afna terima dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Disaat hari bahagianya akan mendekati, kenyataan pahit harus diterima oleh Afnaya. Sang calon suaminya tiba tiba memintanya untuk membatalkan pernikahannya. Afna sangat terpukul saat calon suaminya memintanya untuk membatalkan pernikahannya yang sudah hampir mendekati tanggal yang sudah ditentukan.
Afna hanya berdiam diri membisu, bibirnya tidak dapat untuk berucap. Tatapan matanya pun kosong, hari bahagia yang sudah dinanti nantikan nya harus pupus begitu saja.
Keluarga Afna sangat terpukul terutama sang Ayah yang begitu mencintai Afna putri kesayangannya, dan sang Ayah akhirnya meminta pertanggung jawaban dari keluarga pihak laki laki. Orang tua Afnaya semakin emosi karena pembatalan pernikahan putrinya secara tiba tiba. Ditambah lagi dengan kondisi Afna yang sangat memprihatinkan. Mau tidak mau, keluarga pihak laki laki harus bertanggung jawab atas penggagalan hari pernikahan yang sudah ditentukan.
Keluarga dari calon suami Afna harus siap menerima permintaan dari keluarga Afna yang tidak lain adalah keluarga Danuarta.
Sedangkan yang akan jadi penggantinya yang tidak lain adalah adik dari calon suami Afna yang bernama Zayen Arganta.
Zayen Arganta berusia dua puluh empat tahun memiliki sifat yang sangat dingin dan juga terlihat angkuh. Semua wanita tidak ada yang berani mendekatinya.
Berbeda dengan sang kakaknya yang bernama Seynan Arganta berusia 26 tahun, sifat dan sikap yang sangat berbeda jauh diantara keduanya. Hanya saja sama sama memiliki ambisi yang sangat kuat namun ambisi yang berbeda.
Afna masih mematung diri dan bersandar di atas tempat tidurnya, seakan dunia Afna menjadi gelap. Harapan yang sudah ia rangkai, kini harus hancur seketika. Afna lebih banyak diam dan memilih untuk tidak banyak bicara. Kedua orang tua Afna sangat sedih melihat kondisi Afna yang tidak seperti dulu yang periang.
Dengan pelan, sang ibu mendekati Afna untuk menghiburnya. Namun, tetap saja tidak mendapat respon dari Afna.
"Afna, sampai kapan kamu akan mengurung diri dikamar ini? lihatlah, masa depan kamu masih panjang.
"Apa..!! masa depan Afna, mama bilang. Tidak! Afna tidak lagi memiliki masa depan, semua sudah hancur masa depan Afna. Afna tidak lagi percaya dengan masa depan! ma." Ucap Afna dengan suara meninggi.
"Afna, kamu harus sadar. Kamu tidak boleh putus asa, nak.." ucap sang ibu langsung memeluk putrinya. Afna sendiri segera menepis kedua tangan ibunya yang hendak memeluknya.
"Mama lebih baik keluar! Afna tidak ingin berbicara dengan siapapun. Pergi...!!" Teriak Afna kemudian mengganti posisinya untuk mengalihkan pandangannya kearah samping.
"Aw! aaaaaa." Afna menahan rasa sakit pada bagian kakinya dan berteriak sekeras mungkin untuk melampiaskan amarahnya. Sang ibu segera mendekatinya lagi dan memeluknya dengan erat, berusaha untuk menenangkan putrinya agar tidak menjadi lebih histeris.
"Afna sayang, tenangkan pikiranmu. Kamu jangan paksakan kakimu untuk bergerak, jika kamu tidak mampu untuk menahan rasa sakit." Ucap sang Ibu yang berusaha menenangkan putrinya.
Sang Ayah yang mendengarkan teriakan putrinya pun, Beliau merasa tidak ada guna menjadi seorang Ayah. Secepat mungkin segera menemui putri kesayangannya yang berada didalam kamar.
"Afna," panggil sang ayah dengan terburu-buru masuk ke kamar putrinya.
"Ada apa dengan Afna, Ma." Dengan nafasnya yang susah untuk diatur, sang Ayah langsung duduk disebelah putrinya.
"Afna, maafkan Papa. Papa janji akan selalu berusaha untuk kesembuhan kamu. Bersabarlah, kamu pasti bisa untuk melewatinya." Ucapnya lalu memeluk putri kesayangannya, Afna pun tidak ada penolakan dengan sikap sang Ayah terhadap dirinya.
"Pa... kenapa Seynan tidak pernah mendatangiku?" tanya Afna tidak bersemangat. Kemudian, sang Ayah melepaskan pelukannya dan menatap lekat wajah putrinya yang terlihat begitu sedih.
"Afna, maafkan Papa. Bahwa Seynan..." tiba tiba kalimatnya menggantung, bibirnya sangat berat untuk berucap.
"Afna," suara yang dirindukan Afna telah terdengar jelas di telinganya. Afna segera menoleh ke sumber suara.
"Seynan, benarkah itu kamu?" senyum mengembang, Afna memanggil sosok yang sangat dirindukannya. Dengan pelan, orang yang sangat dicintai Afna kini mendekatinya. Kedua orang tua Afna segera menyingkir untuk memberi waktu kepada putrinya agar bisa melepas rindu dengan calon suaminya.
Seyn duduk didekat Afna, terlihat senyum merekah di bibir merah Afna yang manis.
"Seyn, kenapa kamu baru menjengukku? kamu tahu? aku sudah sangat merindukanmu. Aku sudah tidak sabar dengan pernikahan kita, sebentar lagi kita akan menjadi suami istri. Rasanya aku benar benar sudah tidak sabar bersanding denganmu. Aku pasti sangat bahagia, dan aku akan berusaha untuk segera sembuh. Agar aku tidak membuatmu malu saat dihari pernikahan kita, aku akan semangat dan berusaha." Sambil memegangi tangan Seynan, Afna tidak henti hentinya mengharapkan sesuatu yang akan membawanya ke titik kebahagiaan.
Seyn masih saja terdiam, mencoba menjadi pendengar setia untuk Afna. Mau tidak mau, Seynan segera membuka pembicaraannya.
"Afna, maafkan aku." Dengan menatap lekat wajah Afna, Seynan berusaha untuk mengatakannya.
"Maaf, maaf untuk apa?" tanyanya yang masih menyimpan rasa penasarannya.
"Sepertinya pernikahan kita...." ucapannya pun menggantung. Afna yang sudah mendengarnya serius pun harus dibuatnya penasaran.
"Pernikahan kita? aku masih belum mengerti, apa mau dimajukan tanggal pernikahan kita?" tanya Afna menatapnya dengan lekat. Seyn yang menatap wajah Afna sedikit merasa tidak tega untuk mengungkapkannya.
"Afna, kedatanganku kemari sebenarnya aku mau membatalkan pernikahan kita."
"Apa!" teriak Afna dan mencengkram seprei dengan kuat. Ucapan Seyn terasa cambuk yang begitu dahsyat di telinga Afna. Nafasnya terasa sesak, detak jantungnya bergemuruh hebat. Seakan ingin melayangkan tangannya ingin segera menampar wajah tampan milik Seyn. Namun Afna tidak kuasa melakukannya, dirinya hanya berusaha mencoba untuk menahannya.
Afna sendiri masih terdiam membisu, bahkan bibirnya terasa berat untuk berucap. Dirinya seakan ingin tuli dan buta sekaligus, agar apa yang ia dengar itu salah dan apa yang ia lihat juga salah. Namun, apa hendak dikata dirinya tidak bisa berbuat apapun. Hanya bulir bulir air matanya yang bisa ia tumpahkan dan untuk menuangkan rasa sakit yang telah ia dengar.
Seyn yang menatapnya merasa menyesal akan ucapannya yang tengah menyakiti perasaan Afna dengan terang terangan, bahkan dengan kondisi Afna yang terbilang sangat memprihatinkan itu. Seyn ingin menarik ucapannya kembali agar Afna dapat memaafkannya. Namun, amarah Afna terlihat jelas pada diri Afna.
"Afna, maafkan aku. Jika ucapanku barusan telah melukai perasaan kamu, aku benar benar meminta maaf." Seyn masih berusaha meminta maaf kepada Afna dengan serius.
BUG!
Sang kakak pun tidak tinggal diam ketika mendengar penuturan dari Seyn. Tanpa pikir panjang, sang kakak langsung meninju pada sudut bibir Seyn dengan amarah yang semakin memuncak. Sedangkan Seyn tidak membalasnya, hanya saja mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya itu.
"Apa maksudnya kamu membatalkan pernikahanmu dengan Afnaya, hah!" bentaknya dengan sorotan matanya yang tajam.
"Aku tidak mencintai adikmu, puas!" ucapnya dengan lantang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 281 Episodes
Comments
Khaanza
........
2023-07-03
2
Khaanza
......
2023-06-30
0
Bundanya Pandu Pharamadina
ikutan marathon mbak Author 🏃♀️🙏
2022-12-29
0