NovelToon NovelToon
Mantan Calon Istri Yang Kamu Buang Kini Jadi Jutawan

Mantan Calon Istri Yang Kamu Buang Kini Jadi Jutawan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Bepergian untuk menjadi kaya / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti / Balas Dendam
Popularitas:883
Nilai: 5
Nama Author: Savana Liora

​Satu surat pemecatan. Satu undangan pernikahan mantan. Dan satu warung makan yang hampir mati.

​Hidup Maya di Jakarta hancur dalam semalam. Jabatan manajer yang ia kejar mati-matian hilang begitu saja, tepat saat ia memergoki tunangannya berselingkuh dengan teman lama sekaligus rekan sekantornya. Tidak ada pilihan lain selain pulang ke kampung halaman—sebuah langkah yang dianggap "kekalahan total" oleh orang-orang di kampungnya.

​Di kampung, ia tidak disambut pelukan hangat, melainkan tumpukan utang dan warung makan ibunya yang sepi pelanggan. Maya diremehkan, dianggap sebagai "produk gagal" yang hanya bisa menghabiskan nasi.

​Namun, Maya tidak pulang untuk menyerah.

​Berbekal pisau dapur dan insting bisnisnya, Maya memutuskan untuk mengubah warung kumuh itu menjadi katering kelas atas.

​​Hingga suatu hari, sebuah pesanan besar datang. Pesanan katering untuk acara pernikahan paling megah di kota itu. Pernikahan mantan tunangannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Liora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

​Bab 22: Perubahan Tukang Gosip

​"Aduh, Neng Maya! Selamat ya, warungnya makin moncer aja sekarang! Bibik sudah duga dari awal, Neng Maya ini memang bibit unggul, mana mungkin nilep duit orang!"

​Maya yang baru saja menurunkan kursi dari atas meja hampir saja menjatuhkan kain lapnya. Dia menoleh ke ambang pintu.

 Di sana berdiri Bu RT dan gerombolan ibu-ibu komplek yang dulu paling getol menyebarkan hoaks kalau Maya adalah "sampah kota". Mereka datang dengan senyum paling lebar, lengkap dengan bungkusan kerupuk kaleng dan buah-buahan di tangan.

​"Oh, Bu RT. Ada apa pagi-pagi begini ke sini? Mau beli sarapan atau mau cari bahan gosip baru buat di grup WhatsApp?" Maya menyahut datar, tangannya kembali lincah mengelap meja kayu yang sudah mulai licin mengkilap.

​Bu RT tertawa renyah, meski terdengar sangat dipaksakan. "Halah, Neng Maya bisa aja bercandanya. Ini lho, Bibik bawain mangga arumanis dari pohon sendiri. Kita-kita ini bangga banget, lho! Video penangkapan si Siska dan Adit itu sudah viral banget di grup 'Warga Suka Maju'. Gila ya, pengantin baru malah bulan madunya ke kantor polisi. Memang bener kata pepatah, sepandai-pandainya tupai meloncat, pasti jatuhnya ke kuah rendang juga!"

​"Tupai loncat ke kuah rendang?" Maya mengernyitkan dahi. "Perasaan peribahasanya bukan begitu deh, Bu."

​"Ya pokoknya intinya begitulah, May!" timpal Bu Juju, tetangga sebelah yang dulu pernah meludahi pagar warung Maya. "Kita semua sudah tahu sekarang kalau kamu difitnah. Duh, si Siska itu mukanya aja cantik, tapi hatinya kayak panci gosong ya? Terus si Adit, ya ampun, kok bisa-bisanya dia mau-mauan diseret polisi di hari nikahan sendiri. Memang jodoh nggak lari kemana, kalau satunya ular, satunya ya kodok."

​Maya meletakkan kain lapnya, lalu bersedekap. Dia menatap satu per satu wajah di depannya. Wajah-wajah yang dua minggu lalu memandang rendah dirinya seolah dia adalah kotoran ayam di jalanan.

​"Kemarin-kemarin pas aku dikata-katain penipu, kok nggak ada yang bawa mangga ya? Malah ada yang bilang warung ini pakai penglaris kotoran," sindir Maya telak.

​Suasana mendadak hening. Bu RT berdehem canggung, menggeser posisi kakinya. "Itu kan... itu kan karena kita semua kena tipu sama omongannya si Rosa, May. Kamu tahu sendiri kan orangnya begitu, kalau ngomong suka bumbunya kebanyakan. Kita mah cuma dengerin aja."

​"Oh, jadi sekarang Tante Rosa yang salah?" Maya tersenyum manis, senyum yang membuat ibu-ibu itu bergidik. "Ngomong-ngomong soal pesanan, katanya Bu RT mau pesen katering buat arisan besok?"

​"Iya, May! Sepuluh porsi Nasi Rempah Jati yang juara itu ya!" Bu RT langsung semringah.

​"Bisa. Tapi harganya sekarang sudah naik 4 kali lipat ya, Bu. Per porsi seratus lima puluh ribu. Pembayaran tunai di depan, nggak pake sistem ngutang kayak biasanya," kata Maya sambil mengambil buku nota.

​Mata Bu RT nyaris keluar. "Lho! Kok mahal banget, May? Biasanya kan cuma empat puluh ribu?"

​"Biasanya itu buat tetangga yang tulus, Bu. Kalau buat tetangga yang baru 'insaf' setelah lihat aku digandeng CEO, ya harganya harga VIP. Gimana? Jadi pesen nggak? Kalau nggak jadi, aku mau lanjut masak buat karyawan Pak Arlan," pungkas Maya dengan nada yang sangat sopan tapi menusuk.

​Bu RT dan gerombolannya hanya bisa melongo. Mereka tidak menyangka Maya yang dulu pendiam sekarang punya taring yang begitu tajam.

 Sebelum mereka sempat membalas, sesosok wanita paruh baya dengan daster kusut dan mata sembab muncul di depan warung. Itu Tante Rosa. Wajahnya yang biasa angkuh kini kuyu, seolah seluruh nyawanya sudah ikut disita polisi.

​"Sum... Kak Sum ada?" suara Tante Rosa parau.

​Ibu Sum yang sedari tadi di dapur mendengar keributan itu pun keluar. "Ada apa, Rosa? Kok lemas begitu?"

​Tante Rosa langsung menghambur memegang tangan Ibu Sum, membuat ibu-ibu komplek tadi langsung mundur, memberikan panggung untuk drama baru. "mbak Sum, tolong... Dika. Dia ditangkap polisi. Polisi minta uang jaminan dan aku harus bayar pengacara. Tabunganku sudah habis buat bayar tukang. Kamu kan sekarang sudah kaya, dapet hadiah lomba sama kontrak gede dari Pak Arlan... Bisa pinjami aku lima puluh juta saja?"

​Maya langsung melangkah maju, memotong sebelum ibunya yang berhati lembut itu sempat bicara. "Lima puluh juta? Buat bayar pengacara keluarga orang yang sudah fitnah aku dan bikin Ibu sakit?"

​"May, tolonglah... Dika itu sepupumu sendiri!" tangis Tante Rosa pecah.

​"Sepupu yang nggak kenal aku pas aku lagi diinjak-injak? Tante lupa?" Maya menatap Tante Rosa dingin. "Tante dulu bilang aku beban, kan? Sekarang kenapa Tante malah mau jadi beban di warung kami?"

​"Maya, jangan begitu..." Ibu Sum mencoba menenangkan, tapi Maya tetap teguh.

​"Nggak, Bu. Uang kita bukan buat nebus orang yang sudah nggak tahu diri. Tante Rosa, lebih baik Tante pulang. Urus saja rasa malu Tante itu. Kalau Tante sakit karena malu, itu namanya karma. Kami nggak punya kewajiban buat bantu orang yang sudah nyumpahin kami hancur. Lagian, Tante kan kaya, punya emas banyak. Kemana itu semua?"

​Tante Rosa menatap Maya dengan benci, tapi dia tidak punya kekuatan untuk memaki lagi. Dengan langkah gontai, dia pergi meninggalkan warung diiringi bisik-bisik ibu-ibu komplek yang sekarang malah balik menghujatnya.

​Setelah gerombolan itu bubar, Maya menarik napas lega. Dia kembali ke dapur, mulai menyiapkan rempah-rempah. 

Namun, ketenangannya tak bertahan lama. Sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam metalik berhenti di depan warung. Bukan mobil Arlan. 

​Seorang pria mengenakan setelan jas abu-abu mahal keluar dari mobil. Dia membawa tas koper kecil dan berjalan dengan langkah yang sangat angkuh, seolah-olah semen di warung Maya bisa mengotori sepatunya yang mengkilap.

​"Selamat siang. Saya mencari Saudari Maya," kata pria itu begitu masuk. Suaranya datar, tanpa emosi, khas orang-orang yang biasa bicara di ruang sidang.

​Maya mengerutkan kening, tetap memegang ulekan sambalnya. "Saya sendiri. Ada apa, ya?"

​Pria itu meletakkan tas kopernya di atas meja, lalu mengeluarkan sebuah dokumen dan selembar cek yang nilainya nolnya berderet panjang. "Nama saya Herlambang, pengacara dari keluarga besar Pratama. Kedatangan saya ke sini atas instruksi klien kami, keluarga Ibu Siska."

​Maya meletakkan ulekannya, menghapus tangannya dengan serbet. "Urusan apa lagi?"

​"Klien kami memahami bahwa telah terjadi ketegangan antara Anda dan Ibu Siska. Namun, bagi keluarga Pratama, reputasi adalah segalanya. Kami menawarkan kesepakatan damai," Herlambang menyodorkan cek itu ke hadapan Maya. "Dua miliar rupiah. Nilai yang sangat cukup untuk membuat Anda pindah ke kota lain dan membuka restoran mewah. Syaratnya sederhana: Anda cukup mencabut kesaksian Anda di kepolisian dan menandatangani surat pernyataan bahwa dokumen audit yang Anda serahkan kemarin adalah sebuah 'kekeliruan' atau kesalahan teknis."

​Maya menatap cek itu. Dua miliar. Angka yang bisa mengubah hidupnya dan ibunya dalam sekejap. Dia bisa membeli rumah di Jakarta, bisa membawa ibunya berobat ke luar negeri, dan tidak perlu lagi berkutat dengan asap dapur setiap pagi.

​"Dua miliar buat harga diri saya dan kehancuran karir saya di Jakarta?" Maya tertawa getir. "Keluarga Siska beneran pikir semua hal bisa dibeli pakai uang ya?"

​"Jangan emosional, Saudari Maya. Ini bisnis. Anda rugi, kami bayar. Dengan uang ini, Anda menang banyak. Kalau Anda keras kepala, proses hukum ini akan panjang dan melelahkan. Kami punya sumber daya untuk membuat Anda menyesal telah menolak tawaran ini," ancam Herlambang dengan nada halus yang menjijikkan.

​Maya menatap cek itu, lalu menatap pengacara itu dengan tajam. Dia baru saja hendak membuka mulut untuk memaki, ketika suara pintu mobil yang dibanting keras terdengar dari luar.

​Sesosok pria dengan langkah lebar masuk ke dalam warung. Auranya begitu mendominasi hingga Herlambang pun refleks menoleh. Arlan berdiri di sana, masih dengan kemeja kantor yang rapi namun wajahnya terlihat sangat tidak senang.

​"Sepertinya saya mencium bau sampah di warung ini," ujar Arlan dingin. Dia berjalan langsung ke samping Maya, meletakkan tangannya di atas meja, tepat di depan koper pengacara tersebut.

​"Pak Arlan? Apa urusan Anda di sini?" Herlambang tampak terkejut. Dia tentu tau siapa pria yang sedang naik daun di dunia usaha ini.

​"Urusan saya? Maya adalah calon istri—maksud saya, mitra strategis paling berharga di perusahaan saya," ralat Arlan dengan penekanan yang membuat jantung Maya berdegup sedikit lebih cepat. "Dan mengintimidasi mitra saya di properti pribadi miliknya adalah kesalahan besar, Herlambang. Saya kenal firma hukum Anda. Apa Anda ingin saya menelpon atasan Anda dan memberitahu mereka kalau Anda sedang mencoba menyuap saksi kunci dalam kasus penggelapan dana?"

​Wajah Herlambang mendadak pucat. "Kami hanya menawarkan mediasi, Pak Arlan..."

​"Mediasi dengan cek dua miliar?" Arlan mengambil cek itu dengan dua jari, lalu merobeknya menjadi dua di depan muka pengacara tersebut. "Simpan uang receh ini untuk biaya pengacara Siska nanti. Dia akan sangat membutuhkannya."

​Arlan menoleh pada Maya, matanya yang tadi dingin kini melembut sesaat. "Jangan pernah bicara dengan orang seperti ini tanpa pengacara saya di sampingmu, Maya."

​Maya menatap Arlan, lalu kembali ke Herlambang. Dia tersenyum penuh kemenangan. "Dengar kan, Pak Pengacara? Silakan bawa koper Anda pergi dari sini. Dan bilang sama keluarga Pratama, saya nggak butuh uang dua miliar kalian. Saya lebih suka melihat Siska pakai baju warna orange daripada punya restoran di kota."

​Herlambang buru-buru menutup kopernya dan pergi tanpa kata lagi. Begitu mobil itu menjauh, warung kembali sunyi.

​Maya menatap Arlan yang masih berdiri di sampingnya. "Kamu dapet info dari mana kalau dia ke sini?"

​"Penjagaku melaporkan ada mobil asing. Aku langsung ke sini begitu tahu itu orangnya Pratama," jawab Arlan. Dia menarik napas panjang, lalu menatap Maya dengan serius. "Maya, mereka nggak akan berhenti sampai di sini. Mereka akan serang lewat jalur lain. Apa kamu beneran siap menghadapi perang panjang ini? Atau kamu mau, aku bawa kamu ke tempat yang lebih aman?"

​Maya terdiam, melihat ke sekeliling warungnya yang sederhana. Dia tahu tantangan ke depan akan lebih berat dari sekadar masak rendang.

1
Ma Em
Semangat Maya semoga masalah yg Maya alami cepat selesai dan usaha kateringnya tambah sukses .
Savana Liora: terimakasih udah mampir ya kk
total 1 replies
macha
kak semangat💪💪
Savana Liora: hi kak. makasih ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!