"Kamu harus ingat ya, Maira, posisi kamu di rumah ini nggak lebih dari seorang pengasuh. Kamu nggak punya hak buat merubah apa pun di rumah ini!"
Sebuah kalimat yang membuat hati seorang Maira hancur berkeping-keping. Ucapan Arka seperti agar Maira tahu posisinya. Ia bukan istri yang diinginkan. Ia hanya istri yang dibutuhkan untuk merawat putrinya yang telah kehilangan ibu sejak lahir.
Tidak ada cinta untuknya di hati Arka untuk Maira. Semua hubungan ini hanya transaksional. Ia menikah karena ia butuh uang, dan Arka memberikan itu.
Akankah selamanya pernikahan transaksional ini bejalan sedingin ini, ataukah akan ada cinta seiring waktu berjalan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon annin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22 Masa Lalu
"Makasih, Mas, udah nolongin aku tadi. Aku nggak tahu bakal kayak apa kau kalau tadi Mas Arka nggak dateng," ujar Syafa saat Arka membawanya pergi dari Edo.
Arka sedang melintas di sana saat ia melihat seorang pria yang berlaku kasar pada wanita. Tanpa pikir panjang ia menepikan mobil dan turun untuk membantu si wanita. Dan ia cukup kaget saat tahu wanita itu adalah adik iparnya sendiri.
"Tadi itu siapa, kenapa dia mau berbuat kasar sama kamu?"
Dengan malu Syafa mengaku. " Dia pacar aku, Mas. Tapi sekarang udah nggak lagi."
"Dia nggak terima kamu putusin, terus dia main kasar, gitu?" Arka mencoba menebak.
Syafa menggeleng meski Arka tak melihat, sebab pria itu sedang fokus pada kemudi. "Bukan masalah itu, Mas. Ada masalah lain yang lebih besar. Masalah yang menyangkut Ibu."
Mendengar soal Ibu mertuanya, Arka menoleh. "Maksud kamu?"
Cerita dari bibir Syafa mengalir begitu saja. Tanpa malu, tanpa sungkan. Ia ceritakan semua tentang masalah Edo, sampai pada ibunya yang sakit hingga meninggal. Semua jelas tanpa ada yang ia tutupi sama sekali.
Padahal Maira saja tak berani cerita, sebab Maira rasa ini masalah keluarganya. Meski Arka adalah suaminya, ia tak mau pria itu terlibat. Alih-alih meminta simpati, Maira lebih takut dituduh memanfaatkan Arka.
"Jadi rumah kamu itu mau disita rentenir?"
"Iya, Mas. Makanya aku bingung, Mas. Mbak Maira minta aku buat ambil sertifikat itu, kalau tidak aku yang akan dilaporkan ke polisi karena sudah mencuri sertifikat itu dari Ibu. Aku nggak tahu mesti gimana. Edo yang bikin masalah ini malah lepas tanggung jawab. Dari mana aku bakal dapat uang sebanyak itu buat ambil kembali sertifikat rumah Ibu." Syafa sampai menangis menceritakannya. Pikirannya benar-benar buntu.
Tak ada penghasilan, malah disuruh nebus hutang yang uangnya pun tak pernah ia lihat wujudnya. Ia benar-benar merasa apes telah berpacaran dengan pria semacam Edo.
"Kamu tahu alamat rentenir itu?" tanya Arka.
"Tahu, Mas. Tapi tahu juga buat apa, aku nggak ada uang sedikit pun buat nebus sertifikat itu," jawab Syafa lesu.
"Kamu nggak usah khawatir, aku akan bantu."
Syafa kontan menoleh pada kakak iparnya yang tengah mengemudi. Matanya berbinar mendengar pertolongan yang Arka ucapkan.
"Serius, Mas?"
"Ya, serius lah."
Sedetik kemudian, Syafa kembali terlihat lesu. Ia takut jika Maira tahu dan marah lagi padanya.
"Kamu kenapa?" tanya Arka yang melihat perubahan ekspresi Syafa.
"Nggak apa-apa, Mas."
"Terus kenapa kamu masih sedih. Ak. Aku udah bilang mau bantuin kamu."
"Aku cuma takut Mbak Maira tahu kalau Mas Arka bantuin aku. Nanti dia tambah marah sama aku, Mas."
Arka paham akan apa yang Syafa khawatirkan. Arka pun segera menenangkan Syafa, ia janji ia tak akan pernah bicara pada Maira soal ia membantu Syafa.
Mendengar itu semua, Syafa merasa senang dan bersyukur. Berkali-kali ia ucapkan terima kasih.
"Terima kasih, Mas. Makasih banyak."
*****
Setelah pertengkarannya tadi pagi dengan sang putri, sore ini Santi berziarah ke makam Raswa. Sudah lama ia tak melihat makam putri sulungnya itu.
Baru sampai di pintu masuk pemakaman, Santi bisa melihat dengan jelas ada seseorang yang juga sedang menziarahi putrinya. Santi penasaran ingin tahu siapa orang itu. Sebab kalau dilihat dari posturnya, itu bukan Arka—menantunya.
Santi berjalan lebih cepat ke makam Raswa. Begitu sampai di makan putri tercintanya, ia mendengar pria itu sedang khusuk berdoa. Santi menunggu sampai pria itu selesai berdoa.
"Permisi, apa kamu kenal dengan Raswa?" tanya Santi usai orang itu berhenti berdoa.
Sosok pria itu menoleh. Melihat Santi yang dulu hampir jadi ibu mertuanya.
"Apa kabar, Tante?" tanya si pria saat ia berhadapan langsung dengan Santi.
Santi syok. Matanya membola sempurna, mulutnya pun bahkan terbuka cukup lebar.
"Kamu!" tunjuk Santi pada pria itu.
"Iya, Tante. Aku kembali!"
Santi tak percaya dengan semua takdir ini. Ia menggeleng keras. Menolak kenyataan yang Ada. Masa lalu dengan pria ini sudah selesai.