NovelToon NovelToon
Rahim Untuk Balas Budi

Rahim Untuk Balas Budi

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Pengganti / Romansa
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Sea

Satu janji, satu rahim, dan sebuah pengorbanan yang tak pernah ia bayangkan.
Nayara menjadi ibu pengganti demi menyelamatkan nyawa adiknya—tapi hati dan perasaan tak bisa diatur.
Semakin bayi itu tumbuh, semakin rumit rahasia, cinta terlarang, dan utang budi yang harus dibayar.
Siapa yang benar-benar menang, ketika janji itu menuntut segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Sea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 14 – Lahirnya Rahasia

Penerbangan menuju Singapura bukan perjalanan panjang, tapi bagi Nayara—itu terasa seperti perpindahan menuju takdir yang sudah tidak bisa ia hindari.

Selama perjalanan, ia hanya memegangi perutnya, membisikkan doa-doa yang suaranya bahkan ia sendiri tidak dengar. Setiap getaran pesawat membuat napasnya pendek. Setiap kali Karina melirik, Nayara hanya tersenyum kecil meski wajahnya pucat.

Rendra duduk di sisi lorong, sesekali memperhatikan Nayara sambil pura-pura melihat tablet.

“Kalau ada yang kamu butuhkan, bilang,” ucapnya pelan.

Nayara hanya mengangguk, tidak berani menatap lama. Sejak ia mulai merasakan kontraksi kecil di bandara tadi, perasaan takutnya meningkat berlipat-lipat. Ia tidak ingin Rendra melihat ketakutan itu.

Karina di sisi lain tampak tegang, memeluk tas kecil berisi dokumen rumah sakit yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari. Dari sudut mata, Nayara melihat jemari perempuan itu bergetar halus.

Semua orang dalam pesawat itu tampaknya memikirkan hal yang sama—bayi yang akan lahir.

Tapi hanya Nayara yang memikirkan dua bayi.

Sesampainya di rumah sakit di Singapura, prosesnya cepat. Karina sudah mengurus semuanya sebelumnya. Nayara langsung dibawa ke ruang observasi bersalin, dan dokter Ardi yang datang menyusul dari Indonesia segera mengambil alih.

“Tekanan darah naik turun lagi,” ujar dokter Ardi setelah memeriksa. “Dia harus dipantau ketat. Bisa lahir malam ini, Bu.”

Karina mengangguk kaku. Wajahnya pucat. Rendra berdiri di sampingnya, kedua tangan disatukan di depan dada.

Nayara melihat itu dari ranjangnya—dan hatinya bergetar aneh. Rendra tampak lebih gelisah daripada saat istrinya sendiri opname dulu. Matanya tidak lepas dari monitor detak jantung bayi.

Atau… bayi-bayi itu.

Nayara menggigit bibir.

“Pak… Bu…” suara dokter Ardi menurun. “Saya perlu bicara berdua dengan Nayara dulu. Nanti saya panggil kembali.”

Karina mengerutkan alis. “Kenapa harus berdua?”

“Ini prosedur standar,” jawab dokter Ardi, suara stabil. “Untuk memastikan kondisi emosional ibu siap memasuki persalinan.”

Karina tampak tidak puas, tapi ia tidak bisa membantah secara langsung. Ia melirik Rendra, dan Rendra mengangguk.

“Baik, Dok. Kami tunggu di luar.”

Saat pintu tertutup, Nayara menahan napas.

Dokter Ardi duduk di pinggir ranjang. “Kontraksinya mulai cepat. Saya harus tahu… kamu siap dengan rencana kita?”

Nayara menutup wajah dengan kedua tangan. “Aku takut, Dok.”

“Aku tahu.” Suaranya lembut. “Tapi ingat janjimu. Kalau bayi kedua—”

“Aru,” Nayara menyela lirih.

Dokter Ardi menatapnya dalam-dalam. “Ya. Aru. Kalau Aru lahir dalam kondisi lemah, kita harus cepat mengambil tindakan sebelum mereka masuk.”

Nayara menelan ludah yang terasa seperti batu.

“Dok… aku… aku nggak sanggup membiarkan Aru… jauh.”

“Kamu tidak meninggalkan dia,” ujar dokter Ardi tegas. “Kamu menyelamatkan dia. Stres di ruang bersalin nanti bisa memicu masalah lebih serius. Fokus dulu pada melahirkan.”

Nayara mengangguk, meski air matanya terus turun.

Beberapa jam kemudian, kontraksi semakin intens. Rendra sudah beberapa kali berjalan mondar-mandir di lorong. Karina memijat pelipisnya, tapi matanya selalu mengarah ke pintu.

“Kenapa begitu lama?” gumam Karina, gelisah.

“Prosesnya memang bisa lama,” jawab Rendra pelan, mencoba tenang. “Yang penting dia baik-baik saja.”

“Itu bukan jawabannya,” Karina membalas cepat.

Rendra diam. Hatinya terlalu penuh hal yang tidak bisa diucapkan.

Ketika suara gemburan langkah tergesa terdengar dari balik pintu, keduanya berdiri bersamaan.

Perawat Icha keluar. “Bu, Pak… mohon menunggu di ruang keluarga. Ibu Nayara sudah masuk proses aktif. Hanya dokter yang boleh di dalam.”

Karina mencengkeram tasnya, tapi mengikuti arahan. Rendra mengekor, namun sebelum masuk, ia sempat memegang bahu perawat itu.

“Tolong jaga dia,” katanya, suara rendah dan bergetar.

Perawat itu mengangguk. “Kami akan lakukan yang terbaik, Pak.”

Di dalam ruang bersalin, dunia terasa menyempit bagi Nayara.

Cahaya putih terasa terlalu terang. Bau antiseptik menusuk. Suara mesin monitor berdetak cepat.

Tubuhnya gemetar.

Setiap kontraksi seperti menarik jantungnya naik ke tenggorokan.

“A—ah…” tangan Nayara mencengkeram selimut. “Dok… sakit…”

“Aku di sini,” ujar dokter Ardi. “Atur napas. Kamu kuat.”

Perawat Icha menyeka keringat dari dahi Nayara. “Sebentar lagi, Bu Nay. Sebentar lagi.”

Nayara menggigit bibir, menahan teriakan.

Ia tidak tahu apakah ia menangis karena rasa sakit… atau karena takut kehilangan satu dari bayinya.

Dalam kabut rasa sakit itu, satu kalimat terus bergema:

Aru… bertahanlah. Aruna… ibu di sini. Jangan pergi… jangan pergi…

Tubuhnya menegang saat kontraksi besar datang.

“Dok—aaaah—”

“Dorong, Nayara!” suara dokter Ardi tegas. “Sekarang!”

Nayara mendorong, seluruh tubuhnya seperti pecah menjadi dua.

Jeritan kecil terdengar.

Perawat langsung mengangkat sesuatu.

“Bayi pertama lahir. Perempuan. Detak jantung kuat.”

Nayara menangis keras—entah karena lega atau hancur.

“Aruna…” katanya terbata.

Dokter Ardi tersenyum tipis. “Ya. Aruna sehat.”

Tapi proses belum selesai.

Kontraksi kedua datang terlalu cepat.

Lebih tajam.

Lebih menyakitkan.

Dokter Ardi langsung berubah wajahnya.

“Bayi kedua turun lebih cepat dari perkiraan. Icha, alat bantu!”

Nayara panik. “Dok… jangan biarkan dia—”

“Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi.”

Kontraksi datang menghantam tubuhnya seperti badai. Nayara memekik, mencengkeram ranjang sampai buku jarinya memutih.

“Aru… Aru… jangan tinggalin ibu…”

Dengan dorongan terakhir, bayi kedua keluar—lebih kecil, lebih dingin, tidak menangis.

Monitor berbunyi.

Ia tidak bersuara.

Icha menahan napas. “Dok… dia… lemah.”

Nayara langsung mencoba bangun, panik, tapi tubuhnya tidak bisa digerakkan.

“Tunjukkan ke aku! Dok, tolong—”

Dokter Ardi mengangkat bayi kecil itu mendekat, sangat dekat, agar hanya Nayara yang bisa melihat.

Tubuh mungil, kulit pucat kebiruan, napas sangat tipis.

“Aru…” suara Nayara pecah. “Tolong… tolong selamatkan dia…”

Dokter Ardi menatapnya dalam.

“Aku akan sembunyikan dia. Sekarang juga,” katanya cepat. “Kalau mereka masuk dan melihat dua bayi… semuanya berakhir. Untukmu. Untuk Aru.”

“Aru bisa hidup?” Nayara memohon.

“Dia harus dirawat intensif. Aku sudah siapkan ruang inkubator terpisah. Tidak tercatat atas nama siapa pun.”

Ia mengusap punggung Aru sangat cepat.

“Percayakan dia ke aku.”

Nayara menangis histeris, tapi menutup mulut dengan tangan agar tidak terdengar.

“Dok… jaga dia… tolong…”

“kamu tenang saja aku akan menjaganya.”

Lalu, sebelum siapa pun masuk, dokter Ardi menyerahkan Aruna ke perawat untuk “dibersihkan” dan menghilangkan semua jejak persalinan bayi kedua.

Aru dibungkus cepat, diselipkan ke dalam inkubator portabel yang tidak mencolok—dan dibawa keluar melalui pintu samping ruang bersalin.

Nayara hanya sempat melihat bayangan terakhir anak lelakinya… sebelum pintu itu menutup.

Begitu pintu utama ruang bersalin dibuka, suara dokter Ardi kembali stabil.

“Selamat, Bu. Semuanya berjalan dengan baik. Bayinya perempuan, sehat.”

Dan di luar pintu, Rendra bersandar pada dinding, napasnya jatuh… tanpa tahu bahwa separuh dari kebenaran baru saja dikubur selamanya.

1
strawberry
Karina takut Rendra berpaling darinya karena Aru mirip Rendra, Nayara takut Aru diambil Rendra dan takut akan perasaannya. Rendra takut perasaannya jatuh hati pada Nayara dan pada Aru yg mirip dengannya.
Mommy Sea: pada takut semua mereka
total 1 replies
strawberry
Dalam rahim ibu kita...
Titiez Larasaty
ikatan batin anak kembar dan ayah
strawberry
mulai ada rasa cemburu...
Titiez Larasaty
semoga rendra gak tega ambil aru dia cm mengobati rasa penasaran selama ini kasihan nayara harus semenyakitkan seperti itukah balas budi😓😓😓
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Muhammad Fatih
Bikin nangis dan senyum sekaligus.
blue lock
Kagum banget! 😍
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Romantisnya bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!