Disclaimer : Novel ini hanya pure karangan dari imajinasi author saja, tak ada kaitannya dengan sejarah manapun. Nama- nama dan tempat ini juga hanya fiktif belaka, tak berniat menyinggung sejarah aslinya, semoga kalian suka🙏
****
Jihan Athala adalah seorang aktris muda yang terkenal, kepiawaiannya dalam berakting sudah tak perlu di ragukan lagi, tapi satu hal yang tidak di ketahui semua orang, dia merasa terkekang, hatinya kosong. Jihan merasa bosan dengan kehidupan glamor yang monoton. Hingga suatu hari sebuah kecelakaan merenggut nyawanya tapi bukannya pergi ke alam baka, jiwanya malah ber transmigrasi melintasi ruang dan waktu, saat membuka matanya Jihan menyadari dirinya bukan lagi seorang aktris yang hidup dalam dunia glamor yang membosankan namun terbangun sebagai Sekar wulan, seorang istri dari adipati kerajaan lampu yang terkenal bengis dan selalu berwajah angker.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian : 22
Sekar wulan yang melihat senyum pria itu, sontak wajahnya memanas, kedua bilah pipinya memerah padam. Gadis itu dengan refleks menghindar ke belakang lantas merentangkan tangannya ke udara. "A- apa? s- siapa yang cemburu? aku tidak cemburu, " ujarnya, maksud hati ingin mengelak namun suaranya tergagap malah menunjukkan hal yang sebaliknya. Bukankah jika bersikap seperti itu tanpa sadar menunjukkan jika diri nya gugup? haish, dia merutuk dalam hati. Kemana kemampuan aktingnya yang selalu di eluh- eluhkan itu saat ini? benar-benar tak bekerja saat di hadapkan dengan laki-laki berwajah tampan itu.
Sementara Raden Erlangga semakin gencar ingin menggodanya. "Benarkah? katakan jika kamu cemburu, aku tak keberatan sama sekali. "
Sekar wulan tercekat, harga dirinya sebagai wanita sedang di pertaruhkan saat ini. Tak mungkin kan ia mengiyakan kan? itu melanggar kode etik nya sebagai seorang perempuan. Perempuan itu kan terkenal dengan gengsi tinggi dan Sekar wulan salah satu nya. Maka dari itu dia berucap dengan sedikit berteriak. "Siapa yang cemburu? kau ini percaya diri sekali! "
Hening, tak ada suara lagi yang terdengar. Sekar wulan yang awalnya menutup mata karena malu harus berbicara sambil menatap pria itu lantas memberanikan diri untuk membukanya kembali. Di saat itulah dia melihat wajah Raden Erlangga berubah. Mendung menghiasi di sekitar nya, guratnya terlihat murung, tatapannya tampak sendu. "Benarkah? jadi selama ini aku terlalu percaya diri mengira kau menyukai ku? "
"A- apa? "
Raden Erlangga menundukkan wajahnya, ia mendengus kecil lalu menggelengkan kepala. "Bukan apa- apa. "
Sekar wulan tersentak kecil, jadi merasa serba salah. "T- tunggu Raden, aku--"
"Ayo, ku antar kau turun." potong raden Erlangga dengan cepat yang sontak membuat Sekar wulan mengatup kan mulut nya. Raden Erlangga kemudian melangkah maju, tangannya yang besar menangkap tangan Sekar wulan yang lebih kecil, tatapannya seolah hanya jatuh ke wajah cantik itu, Sekar wulan merasa terhipnotis hingga tanpa sadar angin mulai muncul dan meliuk-liuk ke sekeliling mereka. Sorot mata Raden Erlangga tetap sama, tak sedikitpun beralih darinya dan terlihat begitu sendu. Hingga akhirnya mereka berpindah tempat dengan cepat bersama hilangnya angin yang menyelimuti mereka.
Kini keduanya sudah berada di halaman keputren. Raden Erlangga melepaskan genggaman tangannya dan setengah berbalik, bersiap pergi. "Bersiap- siaplah, nanti malam aku akan menjemput mu, kita harus datang memenuhi undangan makan malam dari ibu Sedan mayang. "
Sekar wulan yang masih merasa sedikit terhipnotis hanya mengangguk dan setelah itulah raden Erlangga benar-benar pergi. Gadis tersebut hanya bisa menatap punggung sang adipati yang semakin menjauh dan melamunkan ucapan laki-laki itu saat masih di atas atap.
"Jadi selama ini aku terlalu percaya diri mengira kau menyukai ku? "
Ucapan raden Erlangga yang satu itu seolah tak ingin lepas dari kepalanya. Wajahnya yang sendu saat mengatakan itupun masih terekam jelas do otaknya. Hingga sebuah pangggilan dari belakang membuat Sekar wulan segera tersadar dan kembali ke dunia nyata. Saat dia menoleh, Muti sedang berlari sambil memanggil- manggil dirinya.
"Ndoro putri, ndoro putri! " Muti menghampiri sambil ngos-ngosan, ia mengatur napasnya lalu berucap lagi,"ndoro putri dari mana saja? hamba mencari- cari ndoro putri sejak tadi. "
Sekar wulan yang sedikit gelagapan lantas menjawab sambil menggaruk pelipisnya yang sebenarnya tak gatal. "A- anu, aku habis jalan- jalan sebentar tadi, Muti. "
Lalu ekspresi Muti mulai berubah, senyum tertahan di perlihatkan dari gadis berusia 20- an itu. "Maksudnya habis berjalan- jalan bersama kanjeng raden adipati ya? "
Sekar wulan sontak tersentak, menoleh dengan sedikit melongo pada gadis di sampingnya itu. "Jika sudah tahu, kenapa masih bertanya! kau ini! " karena gemas, dia memukul pelan pundak Muti. Hubungan mereka memang sudah sedekat itu, Sekar wulan selalu berpesan pada Muti jika dia tak perlu bersikap canggung padanya hingga terkadang mereka seperti kakak dan adik saja, meski begitu Muti tetap tahu rasa hormat dan batasan di antara mereka.
Mendapatkan geplakan di tangan nya, Muti spontan meringis. "Maaf ndoro putri. "
Sekar wulan hanya menggeleng pelan sambil mencebik.
"Ya sudah kalau begitu mari ndoro putri, hamba akan membantu ndoro putri untuk bersiap. "
Sekar wulan mengangguk. "Baiklah." lalu melangkah lebih dulu masuk ke dalam biliknya yang kemudian diikuti Muti dari belakang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam ini Sekar wulan di persiapkan dengan sempurna. Gadis yang memiliki badan langsing itu memakai kebaya dan kain mewah yang telah di persiapkan nyai Sedan mayang sebelum nya. Sekar wulan sendiri baru tahu jika nyai Sedan mayang memberikan nya pakaian khusus untuk di pakai malam ini. Muti pun baru memberitahukan nya karena pakaian itu datang mendadak di lengkapi dengan perhiasan di dalam nya.
Setelah selesai di tata sedemikian rupa oleh para emban yang membantu nya, Sekar wulan mematutkan diri di depan cermin berukiran kayu mahoni di depannya. Berbeda dari sebelum- sebelum nya, penampilan nya kali ini benar-benar sangat glamor dan anggun. Dia tampak sangat cantik dengan gaya rambut baru yang di tata oleh penata rias khusus nya, di tambah tusuk konde hadiah dari nyai Sedan mayang semakin mem permanis penampilan nya.
"Tak bosan- bosan kami memuji ndoro putri cantik, " ujar Muti dengan tulus.
"Kalau seperti ini di jamin, gusti adipati pun tak akan berkedip. " tambah Tyra, yang sontak membuat Sekar wulan tersipu malu.
"Kalian, jangan membuat ku terbang karena pujian kalian ini. " perkataan nya sontak mengundang tawa untuk mereka.
Di halaman Kadipaten, kereta kuda sudah menunggu lengkap dengan kusir nya. Raden Erlangga keluar dari kamar nya lebih dulu, laki-laki itu tampak gagah dengan memakai suit resmi berwarna hitam pekat, dengan masih menunjukkan bagian sebelah dadanya yang bidang, tak lupa dengan perhiasan dan mahkota yang menunjukkan kedudukannya sebagai seorang adipati. Anting- anting yang begitu khas menggantung indah di telinganya, salah satu ciri khas yang begitu menempel pada adipati muda itu hingga tak jarang para rakyat biasa maupun tokoh terkemuka selalu mengaitkan nya dengan sosok "Karna" salah satu tokoh dari kisah Mahabharata yang pemberani dan gagah karena ciri khas nya itu.
Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar dari arah barat. Raden Erlangga sedikit menoleh, di sana muncul Sekar wulan dengan gaun kebaya berwarna merah bata yang anggun, kain panjang yang mengalir lembut, dan perhiasan emas yang berkilauan di leher serta tangan nya.
Gadis itu tersenyum penuh percaya diri, sementara raden Erlangga langsung terpana begitu melihat gadis itu dalam jangkauan pandangannya.
Kini Sekar wulan sudah berhadapan dengan Raden Erlangga dengan senyum yang tak pernah luntur.
"Raden, menurut mu bagaimana dengan kebaya ini? " tanya Sekar wulan, sebenarnya iseng saja mencoba meminta pendapat laki-laki itu.
Sementara raden Erlangga sedikit tertegun, pupil matanya melebar. "Sangat cantik, " katanya dengan spontan.
Sementara Pitung, gurem, dan Sanggara yang melihat itu sontak cekikikan diam- diam, Pitung lalu ber celetuk. "Yang di tanyai pakaian, yang di lihat wajahnya. " Pitung bilang begitu tanpa sadar menyinggung raden Erlangga yang memang hanya fokus menatap wajah Sekar wulan.
Sontak membuat laki-laki itu melayangkan tatapan angkernya membuat Pitung langsung membeku di tempat.
"Eeeh, maafkan hamba, gusti, mohon maafkan hamba! " pekiknya dengan ketar- ketir, yang kemudian mengundang tawa bagi yang lain.
*****
lanjut Thor semangat 💪👍 trimakasih 🙏
ayo Thor lanjut up semangat 💪👍❤️🙂🙏
lanjutkan Thor semangat 💪👍❤️🙂🙏
ayo lanjut Thor semangat 💪👍❤️🙂🙏
lanjut Thor semangat 💪 salam sehat selalu 🤲🙂❤️🙏
maturnuwun Thor lanjut critanya ...
ibu suka crita transmigrasi semoga sukses, salam sehat selalu ya Thor 💪👍❤️ lanjut 🙏