Calista Queen Alexander menatap nanar jasad suaminya yang berada dipangkuannya,karena merasa tidak dapat hidup sendiri,tanpa pikir panjang Calista mengakhiri hidupnya,berharap bisa bertemu lagi dengan sang suami,
Namun bukannya pergi ke alam baka bertemu sang suami,Tuhan memberikan kesempatan kedua untuknya,,
Calista yang menyadari akan kesempatan kedua kehidupannya bertekad akan membalas dendam kepada orang-orang yang sudah merenggut kebahagiaannya,,
Hanya karya fiktif dari kehaluan penulis...!!
Adapun nama tempat ,makanan serta latar kebiasaan hanya fiktif belaka.
Kalaupun ada kesamaan nama tempat dan makanan serta latar dengan dunia nyata,mohon maklum tidak ada niat menjelekkan atau mencemarkan hal tersebut.
Harap diingat novel bertema Halu ya genks,,,jadi isinya hanya dunia halu,,🤭🤭semoga sukaaa,,,,,🥰🥰
happy reading,,,,🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athena_25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SLOC-18
TRAQUIL HARBOR HOSPITAL
Chris tersentak bangun dari kursi di samping tempat tidur Calista. Suara familiar memanggil namanya mengganggu tidurnya yang pendek. Matanya terbuka berat, menemukan siluet Papi Felipe dan Mami Sandra berdiri di ujung ruangan yang diterangi cahaya pagi.
"Pi, Mi... Maaf, aku tak tahu kalian datang," gumam Chris, suaranya serak seperti kertas ampelas. Tangannya mengusap wajah yang masih diliputi kantuk.
Mami Sandra mendekat, tangan hangatnya menyentuh bahu Chris. "Tak apa, Sayang. Pasti kamu lelah semalaman menjaga adikmu," bisiknya lembut sambil mengatur bungkusan makanan di meja kecil. " Bersih-bersihlah dulu, Mami bawakan sarapan favoritmu."
Chris mengangguk, beringsut berjalan ke arah kamar mandi dengan langkah gontai.
Saat pintu tertutup, Felipe menatap putrinya yang terbaring pucat. Dadanya sesak, baru kemarin dia melihat Calista tersenyum ceria, kini tubuh mungil itu terkulai lemas di antara selimut rumah sakit.
Di seberang tempat tidur, mami Sandra menggigit bibirnya. Rasa bersalah menggerogotinya—bayangan Calista menangis sendirian di kamar menghantui pikirannya.
***
Kelopak Calista bergetar sebelum terbuka perlahan. "Pagi Pi... Pagi Mi..." senyum tipisnya merekah saat melihat orang tuanya. Matanya berkedip kebingungan. "Kalian kok di sini? kenapa papi sama mami ke kamar Calis?"
Sandra segera memegang tangannya. "Kamu di rumah sakit, Sayang," ucapnya, suara bergetar. "Semalam demammu tinggi sekali sampai pingsan. Kakak Chris yang membawa kamu ke sini."
Calista memandang sekeliling ruangan steril itu. "Oh... pantas aku mencium bau obat-obatan," godanya ringan sambil menekan lututnya yang berbungkus perban. "Tapi sekarang enggak apa-apa kok, Mi! Cuma lutut masih dikit ngilu. Udah jauh lebih baik!" Senyum pepsodent-nya melebar, sengaja menampakkan gigi putih.
"Ayo Mami bantu cuci muka," Sandra meraih baskom air hangat. "Lalu kita sarapan bubur ayam spesial."
"Makasih, Mi..." bisik Calista. Hatinya berbunga-bunga—perhatian ini rasanya seperti hujan setelah kemarau panjang.
***
Chris yang kembali dengan wajah segar langsung mendekati tempat tidur. "Queen sudah bangun? Masih pusing?" Tangganya otomatis mengecek suhu dahi adiknya.
"Fit banget, Kak! Nanti sore bisa pulang kan, Mi?" Calista memandang ibunya penuh harap.
"Kita tunggu kabar dokter dulu ya," jawab Sandra halus.
Seolah dijawab takdir, dokter dan tiga perawat masuk dengan senyum ramah. "Selamat pagi! Wah pasien kita sudah bangun," sapa dokter kepala sambil memeriksa monitor.
Setelah serangkaian pemeriksaan, Felipe maju selangkah. "Bagaimana kondisi putri saya, Dok?"
"Demamnya sudah turun, vital sign normal. Untuk lukanya," dokter menunjuk lutut Calista, "butuh 2-3 hari pemulihan.
Kami sarankan untuk di rawat inap selama 3 hari," Ia membuka catatan medis. "Oh ya, mengenai anjuran konsultasi ke—"
"Dok!" Chris menyergap cepat. "Saya sudah paham betul instruksinya. Nanti saya yang akan menjelaskan ke orang tua saya." Matanya memberikan kode halus.
Dokter mengangguk paham. "Baik kalau begitu. Silakan hubungi saya jika ada pertanyaan."
Begitu rombongan medis pergi, udara ruangan mendadak tegang. Tiga pasang mata menatap Chris penuh tanya.
Dengan gesit ia membuka kotak makanan. "Wah! Mami membawa sarapan apa ini?" Chris sengaja mengalihkan suasana.
Calista mengamati semuanya diam-diam. " Ada yang disembunyikan oleh kak Chris batinnya.
***
Felipe mencium kening putrinya. "Papi ke kantor dulu, Sayang. Malam Papi jenguk lagi."
"Tunggu, Pi!" Calista menyeringai manja. "Beliin gelato cup besar ya? Rasa stroberi..."
"Jangan!" tiga suara bersahutan kompak.
Calista tertawa terkekeh. "Peace!" jarinya membentuk tanda perdamaian.
"Di kepalaku lagi ada karnaval makanan semua pengen dimakan."
Sambil memakai jas, Felipe berbisik ke Chris: "Temui Papi di kantor siang nanti."
***
Begitu Calista tertidur oleh efek obat, Sandra menarik Chris ke koridor. "Apa sebenarnya yang dokter mau sampaikan tadi?" desaknya, suara bergetar.
Chris menatap lantai. "Dia... menyarankan Queen ke psikiater, Mi. Semalam dia menangis histeris sampai sulit dibangunkan. Kata dokter itu gejala tekanan batin menumpuk..."
Sandra tersandar ke dinding. "Sudah... berapa lama?"
"Kata dokter mungkin bertahun-tahun," jawab Chris pelan.
Air mata Sandra meleleh deras. "Mami ibu terburuk di dunia... yang tidak mengetahui putri sendiri menderita..." Bahunya terguncang isak.
Chris memeluk erat ibunya. "Bukan salah Mami semata. Kita semua bersalah" Tangannya menepuk punggung Sandra pelan.
"Tapi kita bisa memperbaiki ini. Mulai sekarang kita harus jadi pendengar terbaiknya."
"Bagaimana caranya?" sanga Sandra terisak.
"Aku ingin mulai sekarang Queen tinggal bersama Chris Mi,"Chris bersuara tegas.
"Dia butuh lingkungan baru. Aku tak akan ke luar negeri lagi—kita tetap satu kota."
Sandra terkesiap. "Memisahkannya dari kami?"
"Ini demi penyembuhannya, Mi. Percayalah padaku."
mami Sandra memandangi wajah putranya yang penuh keyakinan, lalu mengangguk pelan. "Baiklah... Lakukan yang terbaik untuk adikmu."
***
Saat Chris akan pulang, ia berhenti di ambang pintu. Calista terbaring seperti boneka porselen di balik selimut biru rumah sakit. Dalam hati ia berjanji: "Aku akan menyelamatkan senyummu Queen, kakak janji"
Sepanjang perjalanan pulang, bayangan tangisan histeris Calista semalam kembali menghantuinya. Perjalanan ini baru saja dimulai—dan Chris tahu ia membutuhkan lebih dari sekadar keberanian.
🌹Hai... hai... sayangnya mami..
JANGAN LUPA KASIH LIKE DI SETIAP BAB, KOMEN & VOTE serta hadiah juga yaaaa
TERIMA KASIH SAYANGKU😘
berhubung calistanya cuti karena sakit, gimana kalau kamu ku buat sakit. kan biar sama, cuti karena sakit, wkwkwk
Chris, mau tambah adik nggak? kalau iya, angkat aku jadi adikmu