Dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai—tunangannya dan adiknya sendiri—Aluna Kirana kehilangan semua alasan untuk tetap hidup. Di tengah malam yang basah oleh hujan dan luka yang tak bisa diseka, ia berdiri di tepi jembatan sungai, siap menyerahkan segalanya pada arus yang tak berperasaan.
Namun takdir punya rencana lain.
Zayyan Raksa Pradipta, seorang pemadam kebakaran muda yang dikenal pemberani, tak sengaja melintasi jembatan itu saat melihat sosok wanita yang hendak melompat. Di tengah deras hujan dan desakan waktu, ia menyelamatkan Aluna—bukan hanya dari maut, tapi dari kehancuran dirinya sendiri.
Pertemuan mereka menjadi awal dari kisah yang tak pernah mereka bayangkan. Dua jiwa yang sama-sama terbakar luka, saling menemukan arti hidup di tengah kepedihan. Zayyan, yang menyimpan rahasia besar dari masa lalunya, mulai membuka hati. Sedangkan Aluna, perlahan belajar berdiri kembali—bukan karena cinta, tapi karena seseorang yang mengajarkannya bahwa ia pantas dicintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Hari pembukaan butik pun tiba. Awalnya, hanya satu dua orang yang lewat dan sekadar melirik. Tapi menjelang siang, beberapa pengunjung mulai masuk, tertarik oleh tampilan baju yang dipajang di balik jendela butik yang elegan dan unik. Seorang fashion blogger lokal yang melihat unggahan soft launching butik itu di media sosial datang dan memotret koleksi Aluna.
"Desainnya fresh banget. Ada nuansa vintage tapi juga modern," komentar blogger itu sambil mengambil beberapa potong pakaian.
Dalam waktu dua jam, empat gaun sudah terjual. Satu bahkan dibeli oleh seorang stylist yang mengaku sedang mencari pakaian untuk pemotretan artis muda.
Aluna berdiri di balik kasir, masih tak percaya dengan pemandangan di hadapannya. Senyum merekah di wajahnya, dan Zayyan yang sejak tadi membantunya membungkus barang—menepuk lembut punggungnya.
"Lihat? Aku sudah bilang kalau kamu punya bakat luar biasa, Aluna. Dunia akhirnya melihatnya juga."
...----------------...
Minggu-minggu berikutnya menjadi lembaran baru bagi Aluna. Ia mulai mendapat pesanan khusus, termasuk dari pengusaha butik di kota lain yang tertarik menjadi distributor. Salah satu desain eksklusifnya bahkan masuk dalam majalah fashion ternama dan mendapatkan pujian sebagai "karya anak bangsa yang membanggakan dengan sentuhan pribadi yang kuat."
Kemudian datanglah panggilan tak terduga: sebuah stasiun televisi mengundang Aluna untuk tampil dalam segmen "Desainer Muda yang Menginspirasi".
Hari itu, Aluna mengenakan salah satu rancangannya sendiri—blus krem dengan detail renda halus dan rok A-line warna nude. Wajahnya dirias natural, dan rambutnya dibiarkan terurai.
"Apa motivasi anda untuk menjadi desainer?" tanya host acara itu.
Aluna menunduk sejenak sebelum menjawab, "Saya tidak pernah berpikir akan jadi desainer. Saya hanya ingin menciptakan sesuatu yang membuat orang merasa layak, indah, dan percaya diri. Karena dulu saya tidak merasa begitu. Saya pernah merasa tidak diinginkan, dianggap rendah. Tapi saya ingin membuktikan, bukan untuk mereka yang meremehkan saya, tapi untuk diri saya sendiri... bahwa saya pantas dihargai dan dicintai."
Wawancara itu viral. Banyak yang terinspirasi oleh kisah Aluna. Nama Aluna boutique mulai dikenal luas, dan produknya diburu banyak orang.
Sementara itu, di sebuah rumah sederhana yang mulai lapuk karena tak pernah dirawat sepenuh hati, televisi menyala. Bu Ratna duduk di kursi rotan dengan mata terpaku pada layar.
"Loh... itu, itu bukannya Aluna?" serunya kaget.
Tasya yang baru keluar dari kamar dengan handuk di kepalanya, mendekat dan menatap layar televisi. Matanya melebar. "Astaga... itu Aluna! Seriusan, dia masuk TV?!"
"Desainer muda... sukses... butik milik sendiri? Ya ampun, dari mana dia bisa kaya dan mendapatkan semua itu?" Bu Ratna tergagap.
"Aku kira dia cuma jadi asisten rumah tangga buat orang kaya. Nggak taunya... dia malah jadi pengusaha?"
Mereka saling berpandangan. Tak ada kata-kata lain. Tapi ada rasa malu yang perlahan merayapi hati keduanya. Seseorang yang dulu mereka perintah seenaknya, mereka hina, kini berdiri dengan penuh harga diri di layar kaca—dipuji banyak orang karena kerja keras dan karyanya.
Sore harinya, saat butik sudah mulai sepi, Aluna duduk di sofa kecil sambil memandangi layar ponselnya. Ia membuka unggahan tentang dirinya yang di-repost banyak akun. Komentar positif dan dukungan mengalir deras.
Zayyan duduk di seberangnya, memandangi gadis itu dengan tatapan hangat.
"Apakah Kau merasa bahagia sekarang?"
Aluna menatapnya, lalu tersenyum pelan. "Aku masih belajar untuk percaya bahwa semua ini nyata. Tapi ya... aku bahagia. Terima kasih, Zayyan."
Zayyan menggeleng. "Jangan berterima kasih padaku. Aku hanya memberimu jalan. Kamu sendiri yang berjalan dan membuktikan semuanya."
Mata mereka bertemu. Lagi.
Seperti yang dulu. Tapi kali ini, lebih lama. Lebih dalam.
Ada rasa yang tak perlu dijelaskan dengan kata-kata. Ada cerita yang tumbuh perlahan, di antara lembar kain, benang, dan tangan-tangan yang saling menjahit mimpi bersama.
Dan di antara dua jiwa yang sama-sama pernah patah, kini mereka mulai percaya... bahwa cinta pun bisa dirajut, satu helai kepercayaan demi satu helai keberanian.
itu sakitnya double
bdw tetap semangat/Determined//Determined//Determined//Determined/