NovelToon NovelToon
Milikku Selamanya

Milikku Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Crazy Rich/Konglomerat / Aliansi Pernikahan / CEO Amnesia
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: erma _roviko

Bukan pernikahan kontrak! Satu atap selama 3 tahun hidup bagai orang asing.

Ya, Aluna sepi dan hampa, mencoba melepaskan pernikahan itu. Tapi, ketika sidang cerai, tiba-tiba Erick kecelakaan dan mengalami amnesia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erma _roviko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Telepon Erick

Aluna telah menyelesaikan ritual pelarian dan pemberontakannya. Surat gugatan cerai yang ditandatanganinya telah dikirimkan ke kantor Hendrawan.

Sekarang, ia duduk di sudut kafe kecil yang berisik, jauh dari kemewahan dan kesunyian yang mencekiknya. Ia memilih tempat ini karena kebisingannya, suara denting cangkir, tawa mahasiswa, dan desisan mesin espresso adalah penawar yang sempurna bagi keheningan mansion.

Ia memesan kopi hitam dan membuka notebook-nya, berusaha menuliskan rencana ke depan, mencari apartemen sewa, menghitung anggaran, dan menghubungi beberapa galeri seni.

Ia harus memaksa pikirannya untuk bergerak ke masa depan, namun seluruh tubuhnya adalah kawat tegang yang menunggu ledakan.

Erick sudah tiba di kantor satu jam yang lalu. Dia sudah pasti melihat map itu, mengangkatnya dari keyboard laptopnya, dan membaca inti dari pengkhianatan terbesarnya.

Aluna telah mempersiapkan diri untuk skenario terburuk, kemarahan yang dingin, surat ancaman dari pengacara, atau tuntutan balik yang sinis.

Namun, ponselnya, yang ia letakkan di samping cangkir kopi, tetap sunyi. Aneh. Keheningan itu sendiri adalah bentuk ketegangan. Apakah Erick begitu terkejut hingga lumpuh? Atau apakah pride-nya begitu besar sehingga dia bahkan tidak menganggapnya sebagai krisis yang layak direspons secara pribadi?

Aluna merasakan adrenalinnya memudar, digantikan oleh kelelahan. Gugatan itu resmi.

Tepat pukul 09:35, ponsel Aluna berdering. Nama yang muncul di layar, disertai foto profil yang dingin dan formal, adalah Erick Wijaya.

Jantung Aluna melonjak ke tenggorokannya, berdetak seirama dengan dering telepon. Ia merasakan adrenalin membanjiri tubuhnya. Ia menarik nafas panjang, mencicipi kopi hitam yang dingin, dan mencoba meniru ketenangan yang selama ini selalu ia tiru di depan Erick.

Ia membiarkan ponsel itu berdering dua kali, hanya untuk mendapatkan kembali kendali atas detak jantungnya. Kemudian, ia mengangkat panggilan itu.

‘Halo?’ Suaranya terdengar terlalu keras dan tegang, seperti tali yang baru saja direntangkan.

Keheningan melayang di ujung sana, keheningan yang berbeda dari keheningan mansion. Ini adalah keheningan yang penuh antisipasi, penuh ancaman yang tidak terucapkan.

‘Aluna.’

Suara itu. Itu suara Erick, tapi nadanya tidak sedingin biasanya. Itu bukan nada kemarahan yang ia bayangkan. Suaranya terdengar tegang, tercekat. Ada getaran tipis, ketidakstabilan yang belum pernah ia dengar selama bertahun-tahun. Itu adalah suara terkejut yang hampir kehilangan kendali.

“Ya, Erick. Aku tahu kau sudah melihatnya,” kata Aluna, langsung memotong basa-basi, memilih untuk bersikap seprofesional mungkin.

“Aku sudah menunjuk Pak Hendrawan sebagai wakilku. Kau bisa menghubungi beliau untuk proses hukum—”

‘Tutup mulutmu sebentar,’ potong Erick. Perintahnya cepat dan tajam, sebuah refleks dari sang pengendali. Tetapi ada sedikit desakan di balik perintah itu yang hampir seperti permohonan.

‘Aku tidak ingin bicara dengan pengacaramu. Aku bicara denganmu.’

“Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Erick. Semuanya sudah ada di surat itu. Aku hanya ingin proses yang bersih, tanpa media. Aku sudah melepaskan semua aset—”

‘Dengar!’ Erick memotongnya lagi, kali ini dengan volume yang lebih tinggi.

Aluna bisa mendengar nafas berat di ujung telepon, seolah dia baru saja berlari kencang atau sedang menahan sesuatu. Ia bisa membayangkan Erick di ruang kerjanya, berdiri di depan keyboard dengan map itu.

‘Aku sudah melihatnya. Aku sudah membaca. Semuanya.’

Aluna terdiam, menunggu tuduhan.

Namun, yang keluar dari mulut Erick justru mematikan.

‘Tunggu aku pulang. Jangan kemana-mana. Tetap dimanapun kau berada sekarang. Kita akan akhiri semua ini.’

Klik. Panggilan itu terputus tanpa ucapan perpisahan.

Aluna menatap ponselnya. Tangannya gemetar. Kopi di cangkir terasa pahit. Kalimat-kalimat itu berputar di benaknya, diselimuti ambiguitas yang mengerikan.

Tunggu aku pulang.

Kita akan akhiri semua ini.

Aluna menutup matanya, membiarkan kebisingan kafe mereda. Ia harus menganalisis ini tanpa emosi.

Ini adalah skenario yang paling mungkin. Erick ingin bertemu untuk mengontrol narasi perpisahan. Dia ingin agar perceraian diselesaikan secara privat sebelum pengadilan melibatkan publik.

‘Akhiri semua ini.’

‘Akhiri proses hukum yang memalukan ini dengan cepat dan diam-diam, sesuai syaratku.’ Nada suaranya yang tegang hanyalah frustasi karena ia kehilangan kendali atas istrinya.

Ini adalah skenario yang paling mematikan bagi Aluna. Nada suaranya yang tidak stabil, desakannya yang hampir panik, dan perintah untuk tunggu aku pulang.

Apakah dia akhirnya, setelah tiga tahun, setelah bom waktu itu, menyadari betapa parahnya pengabaiannya? Apakah akhiri semua ini berarti akhiri perpisahan emosional ini dan mari bisa mulai dari awal, seperti janji lama?

“Tidak, Aluna. Jangan bodoh!” gumamnya mengingatkan dirinya sendiri, suara internalnya lebih keras dari sebelumnya.

“Erick Wijaya tidak melakukan kesalahan. Dia hanya menghitung kerugian. Kau sudah melihat ruang kerjanya. Dia mengunci hatinya, dan kuncinya dibuang. Jangan biarkan dirimu berharap. Harapan adalah jebakan.”

Aluna menyadari bahwa ambigu. Erick adalah senjata yang jauh lebih kuat daripada ancaman hukum. Ambigu menciptakan harapan, dan harapan adalah rantai yang bisa menariknya kembali ke kesunyian mansion.

Aluna bangkit, membayar tagihan, dan meninggalkan kafe. Ia harus mencari tempat netral. Ia tidak boleh kembali ke mansion, tetapi ia juga tidak bisa mengabaikan perintah Erick.

Di dalam mobil, ia menghubungi Hendrawan.

“Pak Hendrawan, Erick baru saja menelepon saya. Dia tahu tentang gugatan itu dan meminta saya menunggu dia pulang. Dia berkata untuk kami mengakhiri ini bersama!”

Di ujung telepon, Hendrawan terdengar tenang, seolah dia sedang memecahkan soal matematika.

‘Itu sudah saya duga, nyonya Aluna. Itu adalah upaya terakhirnya untuk mengontrol situasinya. Tuan Erick ingin menjaga masalah ini tetap di bawah meja, tanpa dokumen publik, untuk melindungi citranya. Tapi, ambiguitas adalah senjata utamanya sekarang.’

“Ambiguitas?”

‘Ya. Dia tidak mengancam, tapi dia membuat anda bertanya-tanya. Dia ingin anda berharap bahwa dia akan memohon. Dia ingin anda menarik gugatan itu karena alasan emosional. Jangan biarkan dia!’ kata Hendrawan tegas.

‘Jangan kembali ke mansion. Keamanan dan posisi hukum anda adalah prioritas. Jika dia menelepon lagi, katakan padanya, 'saya hanya akan bertemu dengan anda di hadapan pengacara saya. Semua komunikasi harus melalui Hendrawan’. Jangan berikan dia celah emosional.’

‘Aku tidak tahu apa yang sebenarnya Erick inginkan, mungkin semacam jebakan!’ pikir Aluna terdiam beberapa saat.

Kata-kata Hendrawan adalah jangkar logika yang menahan Aluna agar tidak tersapu badai. Ambiguitas. Harapan. Itu adalah jebakan yang paling ia benci.

Aluna mengakhiri panggilan itu. Ia menginjak pedal gas, menuju satu-satunya tempat yang terasa seperti miliknya, apartemen lamanya.

Ia akan menunggu Erick. Tapi kali ini, ia akan menunggunya dengan tameng baja dan hati yang sudah siap untuk perpisahan yang pasti. Permainan sudah dimulai, dan ambiguitas Erick tidak akan memenangkan putaran ini. Ia telah memilih kebebasan, dan ia tidak akan menukarnya dengan harapan yang rapuh.

1
kalea rizuky
lanjut donk
erma _roviko: Siap👍
total 1 replies
kalea rizuky
Aluna pura2 bahagia g enak mending jujur trs cerai biar aja erik gila sebel q liat laki. gt
Soraya
hadiah pertama dari q lanjut thor
erma _roviko: siap😍😍
total 1 replies
Soraya
mampir thor
erma _roviko: Makasih kak😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!