"Bapak, neng lelah kerja. Uang tabungan untuk kuliah juga gak pernah bisa kumpul. Lama-lama neng bisa stress kerja di Garmen. Cariin suami yang bisa nafkahi neng dan keluarga kita, Pak! Neng nyerah ... hiikss." isak Euis
Keputusasaan telah memuncak di kepala dan hati Euis. Keputusan itu berawal karena dikhianati sang kekasih yang berjanji akan melamar, ternyata selingkuh dengan sahabatnya, Euis juga seringkali mendapat pelecehan dari Mandor tempatnya bekerja.
Prasetya, telah memiliki istri yang cantik yang berprofesi sebagai selebgram terkenal dan pengusaha kosmetik. Dia sangat mencintai Haura. Akan tetapi sang istri tidak pernah akur dengan orangtua Prasetyo. Hingga orangtua Prasetyo memaksanya untuk menikah lagi dengan gadis desa.
Sebagai selebgram, Haura mampu mengendalikan berita di media sosial. Netizen banyak mendukungnya untuk menghujat istri kedua Prasetyo hingga menjadi berita Hot news di beberapa platform medsos.
Akankah cinta Prasetyo terbagi?
Happy Reading 🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Rindu adalah lirih yang abadi di kepala.
Bab ke dua puluh dua, "Jika rindu yang kupunya dapat kau rangkum, ia akan menjadi puisi yang panjang tiada akhir, Jika di hatimu cinta belum terlahir, maka di hatiku, cintaku padamu telah tumbuh dewasa dan pandai membuat syair"
🌷🌷🌷
"Ceraikan anak saya, juragan! Saya tidak rela anak saya di cap wanita murahan!!" gelegar suara Kartono sambil menunjuk wajah Prasetya
"Bapak" lirih Euis
"Pak, saya minta maaf, saya salah, saat itu... Saya khilaf. Beri saya kesempatan untuk memperbaiki semuanya." jujur Pras dengan kesungguhan dari tatapan matanya.
"Euis saya didik dengan baik, dia tidak mungkin berbuat seperti wanita murahan. Andai saat itu saya bisa kembalikan uang lamaran, Euis tidak akan saya nikahkan dengan juragan." tubuh kurus Kartono terguncang saat mengatakannya.
Emosi menguasai seluruh tubuh Kartono, hingga tubuhnya bergetar menahan amarah. Surti segera memeluk tubuh suaminya untuk menenangkan amarah yang meluap.
"Bapak udah pak, Euis yang salah. Euis pulang bersama lelaki lain, pak Pras salah sangka." Euis ikut memeluk tubuh Kartono yang terguncang.
"Kamu selingkuh, neng?" tanya Kartono menatap wajah putrinya dengan tatapan kecewa.
"Bukan begitu pak, kita bicarakan baik-baik jangan emosi, ayo masuk dulu ke dalam, gak enak di dengar tetangga." Euis memapah tubuh Kartono yang kini sedikit terhuyung, kemarahan yang memuncak membuat tensi darah Kartono naik secara mendadak.
Mereka duduk lesehan di atas karpet, Pras duduk bersila dengan wajah menunduk, di samping kanan ada Nurdin yang hanya bisa terdiam karena tidak mengetahui masalah yang sebenarnya. Kartono duduk berhadapan dengan Pras, Euis duduk diantara Kartono dan Pras.
"Semua salah saya, andai hari itu saya menjemput euis dan anak kami di rumah sakit, tidak akan terjadi kesalahpahaman." ucap Pras dengan nada serendah mungkin.
"Saya tidak akan menceraikan Euis, pak. Mohon bapak mengerti." imbuh Pras, dengan wajah serius.
"Euis anak pertama kami, karena keterbatasan kami, Euis jadi tulang punggung buat adik-adiknya. Kami tidak mau kemiskinan kami membuat juragan malu dan susah." Surti angkat bicara dengan merendahkan diri.
"Ibu, bapak... tanggung jawab Euis di keluarga ini menjadi tanggung jawab saya juga." tegas Pras
Euis menggelengkan kepala sambil tersenyum hambar, "Tidak pak, terima kasih sudah berpikir ingin menanggung beban saya, tapi saya tidak mau menjadi beban bagi orang lain." tegas Euis
"Kamu bukan beban untuk aku, Euis. Aku suamimu, sudah seharusnya aku menafkahi kamu dan keluargamu." ujar Pras
"Sekalipun bapak tidak menceraikan saya, saya tidak akan kembali ke Bandung selagi status bapak masih menjadi suami Bu Haura." tegas Euis menatap lekat wajah Pras, mencari kesungguhan di manik mata suaminya.
Pras mengangguk lembut, "Saya bisa mengerti perasaanmu, Euis. Tapi beri saya waktu untuk membereskan semuanya dengan baik." janji Pras.
"Saya akan sabar menunggu waktu itu, pak." jawab Euis.
Semua terdiam, keheningan menyelimuti seisi ruang, hanya suara detak jarum jam yang berlalu dengan pasti. Masing-masing mereka mendengarkan isi kepalanya sendiri.
Isi kepala Euis tentang Pendiriannya yang tetap teguh, tidak boleh ada cinta yang tumbuh diatas pengkhianatan, ia ingin seatap bersama Pras meleburkan degup jantung lewat peluk, menikmati cakrawala malam dan segala hiasannya dengan cerita receh atau cerita panjang lebar tentang hari-hari yang melelahkan, semua hal yang bisa dilakukan pasangan halal.—tanpa perasaan takut diketahui orang lain sebagai hubungan terlarang.
Bagi Pras... Cintanya pada Euis memang datang terlambat, seperti kehadiran senja, dia datang dengan pasti tidak tergesa-gesa dan tidak memaksa. Cintanya hadir perlahan lalu menetap, awalnya seperti rahasia kecil yang ingin ia jaga, rahasia hanya ia dan Tuhan yang mengetahuinya. Euis adalah sebaik-baik jiwa yang hidup dalam ketidaksadarannya, lirih yang abadi di kepala, setiap detik rindu menjahit nama Euis di sanubarinya.
Walaupun Kartono belum sepenuhnya percaya pada menantunya, ia menghargai keputusan putrinya. Ia juga berat jika anaknya akan hidup menjanda di usia muda, masyarakat di lingkungannya akan selalu memandang sebelah mata dengan status janda, seakan sebuah aib dan sebuah kesalahan.
Hari bergulir, mengganti gelap menjadi terang secara perlahan. Kali ini Pras sudah bergerak lebih cepat mengambil alih alat timba untuk mengisi ember-ember yang telah kosong sejak semalam.
Peluh di kening dan dadanya terus mengalir membasahi tubuhnya yang tidak terbungkus pakaian. Euis masih memakai daster tanpa lengan dan kain sarung yang menutupi pinggang hingga ke mata kaki saat masuk ke kamar mandi. Dengan mata yang masih sulit terbuka lebar, Euis membawa serta cucian kotor di keranjang masuk ke dalam kamar mandi.
"Ahhh..!!" teriak Euis saat berbalik setelah menutup pintu mendapati Pras sudah berdiri dipinggir sumur.
"Bapak ngapain di sini?" ucap Euis dengan panik. Mata Pras tidak berkedip melihat pemandangan di hadapannya.
"Ka-kamu mau mandi?" tanya Pras gugup melihat kecantikan Euis dengan wajah bantalnya.
"B-bapak dulu deh." Euis segera memutar tubuhnya ingin membuka pintu kamar mandi, ia baru teringat tidak memakai daleman dibalik daster tanpa lengannya.
Tangan Pras segera mencekal lengan Euis. Ia mengelus lengan Euis yang masih terlihat memar dengan jantung yang berdegup kencang, arah tatapannya ambigu.
"Maaf pak biar saya keluar dulu" ucap Euis dengan degup jantung yang melompat-lompat seakan ingin keluar dari dadanya.
Pras semakin mendekat, pupil matanya semakin melebar seakan ada sesuatu yang memantik daya rangsang di otaknya.
"Apakah masih sakit?" tanya Pras dengan gerakan jakunnya naik turun.
"Apanya?" tanya Euis dengan nada rendah, karena hembusan napas panas Pras menerpa kulit lehernya.
"Ini... " Pras membelai lengan Euis yang memar dengan tatapan yang tidak bisa Euis artikan.
"Tidak sesakit hatiku saat mendengar kata-kata bapak." lirih Euis.
Pras mengalihkan pandangan dari sesuatu yang membuatnya menggelora ke arah wajah Euis. Menatap wajah Euis dengan begitu dalam. "Jika aku bisa memutar waktu, aku tidak akan mengatakan hal sekejam itu, Euis."
"Tapi itu sudah bapak lakukan." jawab Euis dengan sorot mata terluka.
"Ajari aku mengobati luka di hatimu, Euis. Selama ini, aku terlalu sibuk mengobati luka-luka di hatiku sendiri. Bantu aku menjadi lelaki lembut seperti yang kamu harapkan. Ajari aku kesabaran, sesabar kamu merawat Sandra anakku, aku tidak tahu rumah tangga yang bahagia seperti apa, karena selama ini aku selalu mendapatkan kekecewaan." Pras semakin mendekat tanpa jarak dari tubuh dingin Euis.
"Pak, sebentar lagi banyak yang butuh kamar mandi, biar saya keluar dulu. Silahkan bapak dulu yang mandi." Euis mengalihkan perhatian Pras, juga meredakan degup jantungnya yang tidak juga reda sejak tadi.
Dada keras Pras yang mengkilat karena basah keringat membuat Euis tidak bisa tidak gugup melihatnya. Sepertinya di mata Euis, daya tarik Pras ada di sana. Euis nyaris hilang kendali saat dada Pras naik turun meredakan degupnya. Rasanya Euis ingin merebahkan wajahnya di permadani berbulu halus itu.
Tok tok tok!!
"Euis kamu di dalam? Ada temanmu dari kota datang." panggil Surti
"I-iya buu... Sebentar." Euis bergegas membuka pintu.
"Kamu di dalam sana sama suamimu?" tanya Surti
"I-iya Bu, pak Pras habis timba air untuk mandi." gugup Euis dengan wajah memerah.
"Siapa yang datang Bu, pagi-pagi begini?" tanya Euis
"Namanya Rayhan kalau tidak salah, barusan kang Ucok ojek pangkalan yang mengantar ke sini." ucap Surti.
Euis segera masuk kamar untuk berganti pakaian.
Pras mendengar nama laki-laki yang mencari Euis, ia mengurungkan niatnya untuk mandi. Dia segera keluar dari kamar mandi tanpa atasan, hanya celana training panjang yang membalut tubuhnya.
Dengan gaya maskulin, ia menghampiri Rayhan yang duduk di atas kursi kayu reyot di teras rumah.
"Ada perlu apa mencari Euis?" sapa tidak bersahabat dari Pras saat melihat lelaki tampan yang mencari istrinya.
"Anda siapa?" Rayhan tidak kalah kaget melihat penampilan Pras keluar dari dalam rumah dengan penampilan seperti baru selesai melakukan olahraga.
"Eh, Aa Rayhan. Apa ada Aa, kok pagi-pagi sudah ada di sini?" Euis datang dari balik punggung Pras
Pras mengernyitkan keningnya, wajah tidak suka mendengar istrinya memanggil orang lain dengan sebutan Aa.
"A-aku dengar dari bang Ucok kamu balik ke kampung, semalam aku langsung berangkat ke sini, Euis. Mmh... Dia siapa?" Rayhan melirik ke arah Pras
"Saya suami Euis!" tegas tanpa keraguan Pras menjawab pertanyaan Rayhan.
Euis tersipu malu, diakui oleh seseorang yang dicintai itu rasanya seperti taman bunga beraneka warna sedang bermekaran di dadanya, seakan ribuan kupu-kupu berterbangan menggelitik di atas perut Euis.
Mata Rayhan melebar, dingin tiba-tiba sekujur tubuhnya seakan masuk ke kolam berisi es batu.
"Sejak kapan? Euis kamu harus beri aku penjelasan!" Rayhan memegang pergelangan tangan Rayhan.
"Jangan sentuh istriku!" Pras menghempaskan tangan Rayhan dan menarik tubuh Euis menempel dengan tubuhnya.
Memang seperti itulah kalau laki-laki sedang jatuh cinta, maka perempuannya hanya boleh menjadi miliknya, ia tidak akan rela orang lain menatap wajahnya, memuji kecantikannya, memuji kelembutannya, menikmati suara lembutnya, menatap senyuman manisnya, hanya boleh dia seorang yang menikmatinya, ego laki-laki akan naik berapa tingkat saat sedang jatuh cinta, dia akan cemburu jika perempuan yang ia cintai bersikap friendly pada semua orang.
"Pak... " Euis mendorong lembut tubuh Pras yang merangkulnya erat.
"Cepat anda utarakan tujuan ke sini setelah selesai silahkan pergi." posesif Pras
Euis menarik Pras masuk ke dalam kamarnya, "Pak, biar Aa Rayhan masuk dulu. Dia datang dari Bandung, kita harus jamu tamu dengan baik." bisik Euis
"Kenapa kamu peduli dengannya?" Pras menatap manik mata Euis dengan lekat.
"Pak, dia mantan bos aku di warung seblak. Aku memang sedang mencari informasi loker dari Aa Rayhan." desis Euis mulai kesal dengan sikap Pras.
"Kamu bisa kerja di kantorku, kalau kamu mau, kenapa harus kerja dengan orang lain. Aku tidak akan mengizinkan kamu kerja dengan orang lain." desis Pras, He's unbeatable!
"Baik, kita akan bicarakan setelah ini, tapi kita jamu dulu dia yang datang dari jauh. Kita tidak tahu dia di jalan menemui kesulitan atau tidak untuk sampai ke sini." Euis berusaha memberi pengertian suaminya.
"Panggil aku seperti kamu memanggil dia!" tegas Pras lalu meninggikan dagunya.
Euis terdiam sebentar, "Iya baik Aa, sayang... Sekarang pakai bajunya ya sayang, Euis gak kuat melihat dada Aa terbuka begini, kuatir masuk angin... " Euis terkekeh lalu menunggu Pras memakai baju atasannya.
Pras tersenyum lebar melihat pipi merona Euis saat ia menggoda dengan mendekatkan tubuhnya dan tatapan nakal.
...💐💐💐💐💐...
B e r s a m b u n g...
*Cuplikan dialog besok*...
"*Zen dan Sandra akan tinggal di sini jika teteh gak mau balik ke Bandung*"
\*\*\*
"*Istri bapak barusan datang ingin mencairkan cek senilai lima milyar, kami butuh konfirmasi bapak*... "
kasihan Pras, udh dikibulin istrinya juga sahabatnya 😭😭
wajar Harris gak euis istri kedua prass....