Dalam dunia yang koyak oleh perang berkepanjangan, dua jiwa bertolak belakang dipertemukan oleh nasib.
Yoha adalah bayangan yang berjalan di antara api dan peluru-seorang prajurit yang kehilangan banyak hal, namun tetap berdiri karena dunia belum memberi ruang untuk jatuh. Ia membunuh bukan karena ia ingin, melainkan karena tidak ada jalan lain untuk melindungi apa yang tersisa.
Lena adalah tangan yang menolak membiarkan kematian menang. Sebagai dokter, ia merajut harapan dari serpihan luka dan darah, meyakini bahwa setiap nyawa pantas untuk diselamatkan-bahkan mereka yang sudah dianggap hilang.
Ketika takdir mempertemukan mereka, bukan cinta yang pertama kali lahir, melainkan konflik. Sebab bagaimana mungkin seorang penyembuh dan seorang pembunuh bisa memahami arti yang sama dari "perdamaian"?
Namun dunia ini tidak hitam putih. Dan kadang, luka terdalam hanya bisa dimengerti oleh mereka yang juga terluka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr_Dream111, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir dari misi panjang ini
Saat aku membuka mata, aku sudah berada di tenda bersama seorang perawat yang sedang sibuk membersihkan kedua tanganya yang berlumur darah.
Rasa sakit melanda seluruh tubuhku saat mencoba duduk dan kudapati dana dan perutku terperban rapi. Tapi pikiranku langsung teringat akan peperangan di kota.
Aku lalu bertanya pada perawat yang ada di sebelahku, " Bagaimana kondisi kota Vyord? "
Perawat itu mengangguk dan memberikan kabar baik, " Ya, tuan. Pasukan Magolia yang gagah berani berhasil merebut kembali kota Vyord sepenuhnya. Hampir semua tentara Varaya tertumpas tapi sepertinya para penduduk Varaya di kota ini sudah dievakuasi sejak lama. "
Namun, perasaanku masih tertekan saat aku mengingat kondisi mengerikan para penduduk asli kota yang aku lihat sebelum aku pingsan.
Akupun bertanya lagi pada perawat dengan serius, " Bagaimana dengan kondisi penduduk asli kota? Aku melihat banyak dari mereka dalam kondisi mengenaskan. "
Perawat itu mengangguk seakan mengerti. " Mereka semua sudah kami evakuasi dan beri pertolongan pertama. Dari mereka banyak yang mengalami kekurangan gizi dan beberapa terkena penyakit menular. Tapi kami hanya bisa menyelamatkan tiga ribu orang dari 41 ribu penduduk asli. "
" Selama bertahun-tahun banyak dari penduduk yang mati kelaparan, sakit, dan di siksa. Sementara kaum wanita dibawa ke kota-kota besar di Varaya untuk dijual belikan. " Imbuhnya.
Aku terdiam sejenak merenung dan membayangkan bagaimana kerasnya hidup di kota Vyord semasa masih dikuasai Varaya. Kota yang harusnya berpenduduk puluhan ribu, sekarang hanya tersisa tiga ribu orang.
" Apa anda anggota pasukan khusus? " tanya perawat yang saat kutengok, ia memegang kalung dog tag milikku.
" Kuharap kau tidak membocorkan tentang diriku, " balasku menatap sinis ke arahnya.
Perawat itu berjalan mendekatiku dan memberikan dog tag milikku. " Tenang saja, kami sudah mendapat peringatan itu sebelum merawatmu. "
Aku lega mendengar jawaban perawat. Sejenak kupindah pandanganku keluar tenda. Kulihat banyak prajurit Magolia di luar.
" Apa aku sudah boleh keluar? " tanyaku.
" Saya tidak bisa melarang prajurit dengan fisik sekuat anda. Padahal anda terluka parah dan kehabisan banyak darah tapi masih bisa bertahan hidup bahkan bisa terbangun dalam kurun waktu 3 hari. Jika manusia normal pada umumnya mungkin sudah tak tertolong atau akan koma selama berminggu-minggu. "
" 3 hari kah? " Gumamku seraya menghela nafas.
" Anda bisa keluar jika mau tapi jangan melakukan pekerjaan apa-apa dulu sampai kondisi anda pulih total. "
" Terimakasih banyak karena telah menolongku. "
Aku berjalan pelan keluar dari tenda sambil sesekali melihat badanku yang penuh perban. Mataku menjelajahi area sekitar dan melihat disepanjang jalan berdiri pos-pos medis. Ku mulai berjalan melihat pemandangan kota yang hancur lebur akibat peperangan lalu.
Kakiku terus melangkah sampai tiba di persimpangan tempat aku bersembunyi dan bertemu para penduduk yang mengenaskan. Sekarang aku berada di tempat yang sama lagi dan bangunan di persimpangan sudah dijadikan rumah sakit sementara terlihat dari bendera medis yang dipasang di atas pintunya.
Para prajurit juga berlalu lalang membawa para penduduk yang kondisinya sama memprihatinkan ke dalam bangunan tersebut. Dalam beberapa menit saja sudah lebih dari 10 kali melihat mereka keluar masuk membawa para penduduk.
Saat sedang terpaku dipersimpangan, sebuah kain hangat tiba-tiba terlempar ke arahku dari belakang. Reflek kutangkap sesuatu yang dilemparkan itu dan langsung berbalik badan. Aku tersenyum saat melihat Daylen dan Gideon sudah ada di belakangku. Mereka berdua berpakaian rapi dengan baju militer hijau yang terbalut jubah hijau tebal.
" Kami mencarimu di tenda medis khusus justru kau malah berjalan-jalan, " gerutu Gideon.
" Membosankan terus berbaring disana, " cetusku.
" Pakailah itu! Sebelum badanmu membeku oleh salju, " sahut Gideon melirik ke arah sesuatu yang baru saja kupegang.
Aku melihat ke tanganku ternyata yang kupegang juga jubah militer yang sama dengan kakak beradik itu pakai. Seketika aku teringat tentang kegagalan misiku dan tentang sikapku pada Gideon sebelumnya. " Maaf aku gagal menyelesaikan misi. "
" Itu bukan salahmu. Mata-mata yang ditugaskan di Vyord berhianat. Dia membocorkan misi kita. Untung saja regu 4 berhasil memberikan informasi itu pada pimpinan. " Sahut si pria berbadan besar yang sering membisu.
" Itu juga alasan mengapa penyerbuan kota dilakukan lebih awal. Jadi jangan menyalahkan diri sendiri. " Imbuh Gideon sambil menepuk pundakku.
" Lalu kenapa kalian berpakaian serapi itu? " tanyaku lagi.
" Hari ini kami akan ke Burga bersama pasukan yang lain. Selama kau pingsan, Daylen menggantikan posisimu dan membuat laporan pengunduran diri kami semua kepada ratu sekaligus melaporkan hasil misi terakhir. Oh ya, Mayjen tidak menyalahkanmu pada misi ini, dia justru mengapresiasi dan memuji keberanianmu yang tetap menjalankan misi walau resiko kegagalanya sangat tinggi. " Jelas Gideon.
" Lalu kalian berdua mau naik apa? Bukankah jalur kereta dari Vyord terputus? "
" Ahahahaha..., " Si pemuda jangkung itu justru tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perut, " itulah yang selama ini kukira juga. Tapi ternyata jalur kereta dari Vyord hanya ditutup tembok dan pepohonan untuk mengelabuhi musuh. Bodohnya lagi selama bertahun-tahun tidak ada satupun dari mereka yang mencoba mencaritahu lebih jauh dan hanya mengira jika jalur itu putus. "
Daylen megulurkan tangan padaku, " Sepertinya para dewa menutup mata prajurit Varaya dari jalur itu. Kalau begitu kami harus pergi Yoha. "
Aku tersenyum kecil dan menjabat tangan besarnya. Semua kenangan tertumpah saat ku lihat 2 wajah teman seperjuanganku. Mataku berkaca-kaca mengingat butiran-butiran kenangan dari saat kami berkenalan sampai berjuang bersama.
" Jangan menangis bodoh! " Ketus Gideon.
" Kau bisa mengunjungi kami kapanpun kau mau. Kami juga akan mengirim undangan pernikahan padamu, " imbuhnya.
Aku mengangguk menahan kesedihan. " Aku pasti akan datang ke acara pernikahan kalian. Aku juga penasaran wanita seperti wanita seperti apa yang tahan dengan kelakuanmu, "
" Heh! Asal kau tahu, calon istriku sangat cantik bahkan sebanding dengan baginda ratu! " Seringai Gideon sembari mengusap mata. Sepertinya dia baru saja menangis.
" Abaikan kebodohan adikku Yoha. Terimakasih atas perjuanganmu selama ini, " sela pria besar itu. Entah kenapa beberapa menit ini dia cukup banyak bicara.
" Begitu juga dengan kalian. Terimakasih banyak dan maaf aku banyak merepotkan kalian, "
" Tidak usah dipikirkan. " Daylen melepaskan jabatan tangannya, " sampai jumpa di kota Burga. "
" Saat kau ke ibukota nanti carilah pasangan. Dengan wajah tampanmu itu kuyakin banyak gadis yang jatuh hati. " pungkas Gideon.
" Saat ke pernikahan kami, kuharap datang membawa pasangan Yoha. " Tambah Daylen.
Mereka berdua berjalan pergi meninggalkanku dan hanya tersisa kenangan. Terekam jelas semua dalam ingatanku saat-saat tertawa bersama, saling menjahili, bertarung bersama, dan bagaimana kesedihan saat kapten dan rekan kami bertumbangan. Daylen, Gideon, terimakasih atas perjuangan kalian dan kalian pantas mendapatkan kebahagiaan di Burga.
Setiap pertemuan pasti ada perpisahan dan setiap perpisahan pasti meninggalkan kesedihan. Saking banyaknya aku berpisah dengan rekan-rekanku sampai aku mulai terbiasa dengan kesedihan. Setidaknya aku masih bisa menemui Gideon dan Daylen di dunia ini.
Aku melanjutkan berkeliling kota dengan harapan bisa meredakan kesedihan dan mungkin kesepian yang perlahan mendekapku. Dan bodohnya, mana mungkin kubisa mengobati rasa ini di reruntuhan bangunan-bangunan bekas peperangan.
Aku mulai bingung dan tidak tau harus berbuat apa sekarang. Tidak ada lagi misi yang ku dapat bahkan seakan aku seperti tidak berguna sekarang di sini.
Apa sudah waktunya aku kembali ke ibukota ya?
***
Akhirnya kuputuskan untuk kembali ke ibukota. Tapi sebelum itu aku harus meminta izin Mayjen Cederic. Dan kebetulan dia sekarang ada di gedung pemerintahan yang tak jauh dari tempatku berdiri. Kudengar dia sekarang diangkat menjadi gubernur sementara kota ini. Memang dia orang yang hebat.
Namun saat aku sampai di depan gerbang, seorang perwira militer Magolia datang menghampiriku. Dia lebih tua dari Mayjen Cederic terlihat dari kerutan di wajahnya.
" Apa anda Yoha? " tanya orang itu seraya menjabat tanganku.
" Ya, saya Yoha. " Balasku.
" Saya Mayor Gird. Asisten pribadi Mayjen Cederic. "
" Kebetulan sekali. Apa anda bisa mempertemukan saya dengan tuan Mayjen? " Tanyaku sambil melepaskan jabatan tangan.
" Tuan Cederic kembali ke ibukota sejak kemarin untuk memberi laporan kepada yang mulia ratu. "
Sedikit kecewa mendengarnya tapi mau bagaimana lagi? Sepertinya aku harus menunda kepergianku ke ibukota. " Baiklah. Sepertinya saya harus menunggu sampai beliau kembali, "
" Tidak perlu. Saya sudah mengetahui semua tentang anda dan tuan Cederic berpesan kepada saya agar memberi izin anda untuk kembali ke ibukota minggu depan karena harus menunggu sampai pasukan yang dikirim ke Burga selesai terlebih dahulu. "
" Baiklah, terimakasih tuan. "
" Oh ya, ada pesan dari yang mulia ratu. Beliau ingin anda membuat laporan dari kalian diterjunkan ke medan perang sampai misi terakhir. Anda juga tidak perlu khawatir kami sudah menyiapkan ruang kerja beserta mesin ketik dan barang-barang yang anda perlukan. "
" Sebelum itu, apa ada barang dari pasukan kami yang dititipkan? "
" Ya, ada 2 tas yang dititipkan. Tas milik kapten Alvar yang sekarang di bawa tuan Cederic untuk di serahkan ke keluarga kapten Alvar dan 1 tas lagi katanya hanya boleh dibuka oleh anda dan baginda ratu, "
" Baiklah. Saya akan segera mengerjakan laporannya. "
" Saya akan menunjukkan ruangan anda. "
Aku di bawa Mayor Gird ke ruangan di gedung pemerintahan dan aku terkejut karena justru aku ke ruangan yang mungkin akhir-akhir ini kubenci. Ya, itu adalah ruangan Julius. Ruangan yang ku acak-acak sekarang sudah rapi dan sudah berisi mesin ketik, tas yang kumaksud, dan barang-barang lain yang kubutuhkan. Ruangan ini seakan meninggalkan ingatan pahit kegagalanku.
Sekarang aku harus berusaha melupakan kegagalan itu dan fokus pada tugasku sekarang. Aku harus segera menyelesaikanya dan pergi dari ruangan ini selama-lamanya. Tapi tekadku seketika luntur setelah melihat buku catatan milik pemimpin pasukan Faks sebelumnya yang berisi misi setiap regu dan ditulis dalam kode morse.
" Pantas saja aku diberi waktu seminggu. " Gumamku sambil meratapi situasi ini dalam hati.
***
Siang malam ku terus mengetik semua laporan yang tercatat pada buku itu menggunakan mesin ketik yang biasa kami sebut dengan remington. Selama menjalankan tugas, aku tak pernah menunjukkan batang hidungku keluar ruangan ini. Mungkin aku hanya membuka pintu untuk mengambil makanan yang ditaruh di depan pintu setiap pagi dan petang. Kamar ini juga dilengkapi kamar mandi dalam jadi aku tidak perlu pergi jauh untuk mandi atau buang hajat.
Dan setelah 1 minggu mengurung diri, aku berhasil membuat laporan dengan jumlah 300 lembar. Aku pun bersiap untuk kembali ke ibukota.
Tapi Sebelum berangkat aku melapor ke Mayjen Cederic dan dia memberiku atribut militer seperti seragam baru, sepatu, dan juga bayonet kehormatan dengan ukiran simbol Magolia di bilahnya.
***
Tepat tengah hari, aku sudah berada di stasiun kota Vyord yang masih dalam tahap renovasi. ada 3 kereta api yang siap berangkat bergiliran menuju ibukota dan ada kurang lebih 4 ribu prajurit yang akan di kembalikan ke ibukota dan akan digantikan divisi 101 untuk mejaga garis depan dan kota Vyord.
Ada kabar kalau Varaya telah menandatangani gencatan senjata dalam batas waktu yang tidak ditentukan setelah kejatuhan Vyord. Ini adalah kemajuan besar karena Magolia telah lelah berperang selama 30 tahun. Entah sudah berapa juta yang melayang hanya demi mempertahankan sejengkal tanah kami.
Oh ya aku sekarang menggunakan atribut militer seperti prajurit lain dan tidak memakai atribut pasukan Faks seperti jubah dan topeng rubah. Walau aku sendiri yang masih aktif sebagai pasukan Faks, lewat ucapan Mayjen, baginda ratu berpesan agar aku tidak memakai atribut itu lagi.
Entah kenapa aku tidak sabar untuk kembali ke ibukota. Sepertinya aku sangat rindu dengan bau kota itu ditambah ada 1 keinginanku yang terwujud sekarang semenjak aku terjun di medan perang, yaitu seperti prajurit lain yang pulang dari perang memakai baju militer terbalut dalam jubah tebal dan membawa tas. Dulu aku sangat terobsesi dan ingin melakukanya saat melihat prajurit yang pulang dari medan perang. Selain itu, sebenarnya aku ingin mengunjungi makam ibuku tapi makamnya yang dulu di perbatasan sekarang sudah menjadi wilayah Varaya. Setidaknya satu tahun setelah aku berhasil selamat waktu itu.
Setelah 2 jam menunggu, akhirnya kereta pertama siap untuk berangkat. Para prajurit yang kebagian kloter pertama mulai memasuki gerbong-gerbong kereta begitu juga denganku.
Aku berada di gerbong ketiga dan harus rela berdesak-desakan karena tidak kebagian tempat duduk. Meski begitu aku merasa senang karena mendengar para prajurit yang saling bertukar cerita tentang keinginan mereka saat tiba di ibukota nanti.
Mulai dari ada yang ingin menikah, Ingin mencari pasangan, ingin bertemu keluarga, dan banyak lagi. Rasanya mungkin akan sangat bahagia lagi jika aku memiliki tujuan seperti mereka. Andai kapten masih ada, mungkin dia akan mengajakku ke rumahnya. Sejak awal itulah keinginan pertama kapten. Tapi sekarang hanya kenanganya saja yang pulang bersamaku.
^^^To be continue^^^