Terkadang kenyataan tidak sejalan dengan keinginan, Letnan Dallas menginginkan kekasih yang usianya tidak jauh berbeda dengannya tapi harus bertemu dengan perempuan yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Semua terjadi karena dirinya trauma memiliki kekasih yang kekanakan di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan Letnan Dallas, Letnan Herca pun akhirnya terpaksa berkenalan dengan seorang wanita pilihan orang tuanya terutama Opa sebab cemas jika Letnan Herca akan salah arah. Penyebabnya tak jauh karena beliau tidak pernah melihat Letnan Herca bersama seorang gadis.
Lantas jika jodoh di tangan Opa, lantas siapa berjodoh dengan siapa dan prahara apa yang akan terjadi terkait masa lalu Bang Herca dengan seorang gadis berinisial Y.
Harap skip jika tidak sanggup dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Susahnya mengendalikan diri.
Sore menjelang malam, ada suara ketukan pintu di rumah Bang Herca. Secepatnya Dindra segera membuka pintunya.
Sempat Dindra terhenyak dan kaget melihat sosok di hadapannya.
"Ibu???????"
"Dindraaaa.. ibu bawakan kolak pisang untukmu. Ibu sendiri lho yang buat." Kata ibu menebar senyum.
"Siapa, dek?" Tanya Bang Herca dari dalam kamar.
Dindra bingung menjawabnya meskipun sangat mudah untuk di ucapkan.
Paham tidak ada jawaban, Bang Herca segera melangkah keluar kamar untuk melihat siapa tamu yang bertandang ke rumahnya.
Rasa tidak suka jelas terlihat dari wajah Bang Herca begitu pula sebaliknya terlihat dari wajah ibu Bang Reno tapi wanita tua itu seakan tidak peduli dan kembali menebar senyum di hadapan Dindra.
"Hmm.. ibu mau bicara sama Dindra. Ibu minta maaf ya, sudah pernah menyakiti kamu. Tapi benar saat itu ibu tidak sengaja."
"Dindra sudah mendengarnya, ibu bisa pulang sekarang..!!" Sambar Bang Herca tidak ingin Dindra berinteraksi lebih dekat dengan wanita tua tersebut.
"Saya hanya ada urusan dengan Dindra, bukan dengan kamu..!!!" Jawab ibu dengan wajah culas kemudian menarik tangan Dindra.
Tentu saja Bang Herca yang melihatnya tidak membiarkan hal itu terjadi. Ia segera menepis tangan Ibu Bang Reno meskipun tidak secara kasar. Bang Herca semakin menunjukkan ketegasan atas rasa tidak sukanya.
"Saya dan Reno saling kenal baik juga sebagai rekan kerja, tolong hargai saya..!!"
Ibu meletakan panci berisi kolak di meja teras karena takut isinya akan tumpah.
Suara motor tiba, Bang Reno segera turun dari motornya bersama Elca untuk memastikan tidak ada keributan yang terjadi di sana.
Sudah tentu Bang Reno panik, dirinya segera menghampiri ibunya agar tidak jadi perdebatan berlarut-larut.
"Ayo pulang, Bu..!!" Ajak Bang Reno.
"Nanti, ibu masih ada perlu sama Dindra." Tolak Ibu masih penuh dengan sikap keras kepala.
"Dindra mau istirahat." Bang Reno menarik tangan ibunya tapi ibu tetap menolaknya.
"Kamu kenapa sih??? Kita bisa menjalin tali silaturrahmi."
Bang Reno melihat panci berisi kolak masih berada di teras. Elca sengaja membuat kolak untuk mengambil hati ibunya.
"Maaf, tolong bawa lagi pancimu. Dindra tidak enak badan, butuh istirahat..!!!" Usir Bang Herca secara halus lalu menutup rapat pintu rumahnya.
Tak menunggu waktu lama Bang Reno langsung membawa ibundanya untuk pulang ke rumah.
~
braaaaakkk..
Bang Herca sampai menghantam meja berharap batinnya akan tenang tapi nyatanya gemuruh di dada tetap membuatnya gelisah.
"Mau ada apa lagi ini, Tuhan..!!!" Jemari Bang Herca mengepal kuat. Di dalam hatinya marah bercampur gemas. Dirinya sudah menduga pasti akan ada sesuatu terkait masalah ibu Mery.
"Abang marah sama Dindra?" Tanya Dindra ikut terbawa gelisah.
Bang Herca tidak menjawabnya, isi hati dan pikirannya masih terlalu penuh. Merasa di abaikan, Dindra pun langsung menuju kamarnya.
Paham akan situasi, Bang Herca pun memilih menekan perasaan demi bumilnya. Ia segera menyusul Dindra ke kamar.
"Sayaang..!!"
Dindra mendiamkan Bang Herca seperti suaminya mendiamkannya tadi. Kini harap Bang Herca yang ingin tenang malah berubah dua kali lipat menjadi kepanikan.
Bang Herca memeluknya, mencurahkan perasaannya yang terasa berantakan. Ada rasa takut dalam hatinya jika Ibu Mery akan menggangu rumah tangganya.
"Apa Reno sangat tampan?" Tanya Bang Herca.
Seketika Dindra menoleh mendengar pertanyaan yang terkesan bo*oh kini terlontar dari bibir suaminya.
"Haruskah Dindra menjawab??"
"Jawab saja, Abang ingin tau." Jawab Bang Herca terkesan memaksa.
"Tampan."
Bang Herca menarik nafas panjang lalu membuangnya dengan hembusan nafas berat.
"Bagaimana kalau Ibu Mery ingin kamu kembali pada putranya?" Tanya Bang Herca.
"Dindra pertimbangkan."
"Apa-apaan jawabanmu ini?????" Tegur Bang Herca mulai panas.
"Abang sudah tau jawabannya kenapa masih tanya??????" Ujar Dindra malas dan berusaha melepas pelukan Bang Herca. "Abang kenapa sih???? Cemburu?????"
Bang Herca mengeratkan pelukannya, terbersit rasa takut di dalam benaknya. "Nggak lah, buat apa cemburu. Abang sudah bilang dari sisi manapun tetap Abang yang menang."
.
.
.
.