"Ayo kita bercerai.." Eiser mengucapkannya dengan suara pelan. Kalea tersenyum, menelan pahitnya keputusan itu.
"Apa begitu menyakitkan, hidup dan tinggal bersama sama denganku?" tanyanya, kemudian menundukkan kepalanya. "Baik, aku akan menyetujui perceraiannya, tapi sebelum aku menyetujuinya, tolong beri aku waktu sebulan lagi, jika dalam waktu sebulan itu tidak ada yang berubah, maka kita resmi menjadi orang asing selamanya.."
Eiser mengangguk, keputusannya sudah bulat. Bagi Eiser, waktu sebulan itu tidak terlalu lama, dia akan melewati hari hari itu seperti biasanya, dan dia yakin tidak ada yang berubah dalam waktu sesingkat itu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Egaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Kabar terbaru di Celeste.
Kejadian buruk telah terjadi pada Baron Davino, tepat setelah dia membuat kesepakatan dengan Eiser, yakni menyembunyikan hartanya untuk sementara waktu.
Baron Davino ditemukan tewas di dalam kamarnya sendiri, penyebab utamanya ialah putranya sendiri.
Sebelum Baron Davino ditemukan tewas..
Seperti kesepakatannya, anak itu pun bebas, namun sikapnya tidak berubah sama sekali. Kali ini dia juga melakukan kesalahan lagi, malah lebih buruk dan tak terpuji, yaitu memperkosa seorang anak dibawah umur.
Anak itu tidak belajar dari kesalahannya, dia terus merasa ayahnya akan melindunginya dan menutupi segala kesalahannya dengan uang!
Namun kenyataannya Baron Davino tidak punya apa apa lagi selain dirinya.
"Ayah tidak bisa lagi menutupi kesalahanmu," ujarnya.
"Mengapa tidak bisa? ayolah ayah, sekali lagi saja!"
"Ayah tidak punya apa apa lagi untuk menutupinya!" tegas Baron Davino.
"Bohong! kita kan kaya, ayah! ayolah, sekali lagi saja!"
"Ayah telah menyerahkan harta ayah padanya!" timpal Baron Davino.
"Apa?" anak itu seakan tak percaya.
"Ayah membuat kesepakatan dengannya," ucapnya.
"Kesepatakan apa ayah, jangan bilang.." kalimat tidak selesai.
"Ya, kesepakatan untuk membebaskan mu, seperti yang kau tau.. ayah harus membayar mereka, untuk menutupi masalahmu, tapi uang yang diminta terlalu besar, bahkan hartaku tak cukup untuk itu, jadi.. bisa dibilang, sekarang kita tidak punya apa apa dan masih berhutang dengannya," ujarnya.
"Apa?! Ini tidak masuk akal ayah! Bagaimana pun juga, ini namanya pemerasan, tidak bisa dibiarkan!" tidak terima dengan kesepakatan itu.
"Cukup anakku!! cukup!!" tegas Baron Davino.
"Dia memeras ayah tau!" teriaknya.
"Ayah bilang cukup.. sudah cukup anakku.. ayah tidak ingin kau merugikan orang lain lagi, aku mohon," Baron memohon pada anaknya.
"Ayah juga dirugikan tau! Orang itu sedang memeras harta ayah, dia memanfaatkan kesalahanku dengan tujuan itu! kurang ajar, aku tidak akan memaafkannya!" teriaknya.
"Lantas. Apa yang ingin kau lakukan hah?? Membunuh Tuan Eiser dan mengambil hartanya?" tanya Baron.
"Akan ku lakukan jika itu memungkinkan!" jawabnya.
"Kau lupa siapa dia hah?" sergah Baron Davino.
"Aku tidak takut pada pensiunan panglima perang, dia hanya sendiri, aku akan membunuhnya dengan cepat!" balasnya tak mau kalah.
Klikk! Suara pelatuk pistol yang ditarik. Baron Davino bersiap menembak dirinya sendiri, hal itu segera di sadari oleh anaknya.
"A-apa yang ingin ayah lakukan?" tanyanya.
"Sepertinya ayah benar benar gagal mendidik anak ayah sendiri, lebih baik ayah mati saja..." ucap Baron Davino.
"Tunggu! Tenang dulu ayah, ayah jangan bercanda.."
"Apa menurutmu ayah sedang bercanda sekarang?"
"Serius? Apa ayah ingin meninggalkanku sendiri tanpa harta?" tanyanya.
"Apa hanya itu yang bisa kau pikirkan?" tanya Baron.
"Bukan begitu, maksudku.. Setidaknya aku tidak ingin kesusahan saat ayah mati," balasnya.
"Sial, aku benar benar gagal!" Baron Davino kesal.
Dor!!! Suara tembakan.
Sraakkk!! cipratan darah mengenai wajah anaknya itu, awalnya anak itu tertawa, menganggapnya sebagai lelucon, namun saat dia memperhatikan ayahnya yang tidak bergerak lagi, dengan darah yang terus mengalir, dia mulai sadar dan sangat syok.
"Celaka, ayah benar benar mati.." umpatnya.
Dia terduduk dan kebingungan. Namun dipikiran anak itu, dia harus melarikan diri, dia tak ingin dia menjadi tersangka pembunuhan ayahnya sendiri. Perlahan dia bangun dan lari.
"Gawat! Ini gawat! masalahku belum selesai, sekarang ayahku sudah mati? ayah benar benar mati? ayahku?" tanyanya dengan nada ragu. Perlahan air matanya pun jatuh.
'Aku akan membalaskan dendammu ayah! orang itu.. akan ku bunuh dia!' ucapnya kesal dalam hati.
Keesokan harinya, Kalea sedang berjalan jalan dengan Fiona di taman. Mereka saling bertukar cerita tentang drama teater yang sudah mereka nonton sebelumnya.
"Apa nona sudah menonton drama yang satu itu?"
"Apa itu?" tanya Kalea.
"Duda dan janda anak satu itu!" sahut Fiona.
"Kau juga menontonnya?" tanya Kalea lagi.
"Gila! Upss! Astaga, maaf nona aku keceplosan, tapi itu sungguh drama yang diluar nalar! Bagaimana bisa pasangan itu saling memberi hukuman yang manis dan romantis! Setelah menontonnya, aku jadi pengen segera menikah! Dengan duda juga gapapa!" jawab Fiona bersemangat.
"Ya ampun! Apa sekarang kau tertarik dengan duda?" Kalea terheran heran.
"Hem! Asalkan dudanya sama seperti dalam drama!" sahut Fiona dengan wajah ceria.
"Pfftt!! Jadi ceritanya, setelah kau menonton drama itu, kau jadi tertarik dengan duda ya? Haha!" Kalea tertawa melihatnya.
"Iya, duda tampan begitu, siapa juga yang nolak?"
"Huh! Masih terlalu dini untuk memikirkan duda!" ketus Kalea.
"Gapapa dong! Haha!" Fiona tertawa.
Saat mereka berjalan jalan di taman, mereka pun tak sengaja mendengar keributan di depan gerbang utama mansion. Di sana mereka juga melihat beberapa orang pengawal bersiap siaga menjaga keamanan gerbang utama itu.
"Keluar kau brengsek!!" teriak seseorang dari luar.
Kalea berjalan mendekati pengawal itu. "Ada apa?"
"Ini pernah terjadi sebelumnya nona, Tuan Eiser pasti segera menyelesaikannya, nona tidak usah khawatir, silahkan beraktifitas kembali." ucap pengawal itu.
Namun suaranya kembali terdengar.
"Aku akan membunuhmu! Dan merebut istrimu!"
Deg! Seketika jantung Kalea seolah berhenti berdetak, suara itu terdengar seperti suara penculik yang waktu itu. Kalea yakin penculik itu telah di hukum di dalam penjara bawah tanah. Dia telah menyesal dan bersiap untuk berubah.
Lalu Eiser membebaskannya karena suatu tujuan.
"Ada apa ini?" tanya Eiser dingin.
"Di luar sedang ada keributan Tuan!"
"Oh, dia.." Eiser langsung tau orang itu ialah anaknya Baron Davino.
Dakk!! Dakk!! Dakk!!! Suara ketukan yang makin kuat dan tak karuan. Orang itu benar benar menggila diluar. Kemudian Eiser tersenyum licik, dia meminta semua pengawal itu membukakan pintu gerbang untuknya.
"Tapi Tuan! Itu berbahaya!" pengawal itu khawatir.
"Ada tamu yang ingin masuk, mengapa kalian bersikap seperti itu pada tamu kita?" Eiser terlihat santai.
"Ta-tapi.." mau tidak mau, mereka membukakan pintu gerbang itu untuknya.
Disana berdiri seorang pria dengan tatapan tajam yang penuh dengan hasrat membunuhnya. Namun matanya juga tak ketinggalan menatap wanita disamping Eiser.
"Akhirnya kau muncul juga, brengsek!" pekiknya.
"Apa kau bilang?" Kalea yang kesal.
Set! Eiser meminta Kalea mundur dan masuk ke dalam mansion. "Masuklah, disini berbahaya."
"Tapi.." Kalea masih ingin disana.
"Ayo nona, kita masuk dulu." Fiona menarik lengan Kalea.
"Aku akan segera mencarimu! Tunggu aku sayang!" ucap pria itu dengan santai.
Eiser segera menutup pandangan pria itu, kemudian berkata. "Aku akui kau cukup kuat dan berani, setelah menerima hukuman itu, kau masih bisa hidup dan bernafas lega.. kebanyakan darimu akan mengalami trauma dan lupa cara mereka bernafas."
Pria itu meneguk ludahnya dengan payah. Dia begitu ingat dengan hukuman yang dia terima di penjara itu, namun itu tidak membuatnya trauma, malah menabur dendam dalam hatinya.
"Hah! Mana mungkin aku trauma karena pukulanmu, pukulanmu itu terasa geli saat menyentuh kulitku, aku yakin aku bisa membalasmu nanti, dan setiap inci dari wajah mulus mu itu akan aku ukir dengan namaku!"
"Begitu ya, apa kita harus mengulangnya lagi? Pukulan di wajahmu itu, apa aku harus melakukannya lagi?" tanya Eiser sinis.
"Ugh!" Pria itu merinding mengingat pukulannya, dia segera mengeluarkan pistol lalu mengarahkannya pada Eiser.
"Banyak omong! Mati saja kau!!" teriak pria itu.
Dor!! suara tembakan dan diikuti teriakan seorang wanita.
"Eiser!!" Kalea begitu khawatir, namun dia lebih syok saat melihat pistol itu sudah berada ditangan Eiser, gerakan Eiser begitu cepat hingga tak terlihat oleh pandangan matanya.
"Bawa Kalea masuk!" tegas Eiser.
"Ba-baik Tuan!!" Fiona menarik tangan Kalea, namun Kalea tetap berdiri tegap disana.
"Nona, ayo kita masuk!" Fiona terus menarik tangan Kalea lagi, kali ini Kalea mulai bergerak.
"Penjarakan saja dia, aku tidak ingin melihat ada darah dihalaman ini ku mohon Eiser," pinta Kalea, nada suara wanita itu terdengar lirih memohon.
Sett! Eiser melemparkan pistol itu pada pengawal yang bertugas disan dan berkata. "Bawa dia ke penjara,"
Pria itu masih syok dengan kejadian tadi. Dia sama sekali tak bisa melihat pergerakan Eiser, dia berpikir kalau Eiser juga menggunakan sihir kegelapan seperti bangsawan lainnya.
'Kekuatan murni tidak mungkin seperti ini, di medan perang.. Dia mengaku kalau dia memusnahkan sihir kegelapan, tapi bagaimana kalau dia hanya menipu dan memanipulasinya? Aku yakin, aku melihat sihir yang sama, sama seperti bangsawan yang memuja sihir kegelapan!'
Singg!! Pria itu kembali nekad, dia mengeluarkan belati kecil dari dalam sakunya, kemudian dia melemparkan belati itu tepat ke arah Eiser.
Kalea melihatnya, dia segera berlari dan menghalangi belati itu. "Eiser, awas!"
Eiser cepat sadar dan segera menarik Kalea ke arah lain, srakk!! Bagian tubuh samping Eiser terluka akibat serangan itu.
"Apa yang kau lakukan, hah?!" teriaknya.
Kalea sangat syok melihat darah yang mulai tembus dari pakaian yang Eiser pakai. "Eiser, kau terluka!!" Kalea panik.
Semua pengawal segera menangkap dan menahan pria itu. Dia tidak menyesali perbuatannya, malah dia tertawa puas dan merasa dendamnya telah terlunasi.
"Hahaaha! rasakan pembalasanku!!" ucap pria itu.
Kalea segera membawa Eiser masuk dan memanggil dokter darurat. "Tolong selamatkan Eiser!"
.
.
.
Bersambung!