NovelToon NovelToon
AKU ISTRIMU BUKAN MUSUHMU

AKU ISTRIMU BUKAN MUSUHMU

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Romansa / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: SAFIRANH

Luna harus memilih antara karir atau kehidupan rumah tangganya. Pencapaiannya sebagai seorang koki profesional harus dipertaruhkan karena keegoisan sang suami, bernama David. Pria yang sudah 10 tahun menjadi suaminya itu merasa tertekan dan tidak bisa menerima kesuksesan istrinya sendiri. Pernikahan yang telah dikaruniai oleh 2 orang putri cantik itu tidak menjamin kebahagiaan keduanya. Luna berpikir jika semua masalah bisa terselesaikan jika keluarganya tercukupi dalam hal materi, sedangkan David lebih mengutamakan waktu dan kasih sayang bagi keluarga.
Hingga sebuah keputusan yang berakhir dengan kesalahan cukup fatal, mengubah jalan hidup keduanya di kemudian hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SAFIRANH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Kembali ke rumah keluarga Bu Galuh.

Kali ini Bu Galuh mengajak Luna untuk mengikutinya sampai ke belakang rumah, dimana terdapat kandang beberapa hewan yang mereka pelihara.

Tanah yang cukup luas itu, diberikan pagar agar para hewan peliharaan mereka bisa bebas berkeliaran kesana kemari tanpa takut keluar dan mengganggu pekarangan di rumah orang lain.

Bu Galuh menghentikan langkah, lalu menunjukkan dua buah ember yang telah diisi oleh campuran khusus pakan ayam. Tangannya mengangkat pegangan ember tersebut lalu memberikannya pada Luna.

“Tolong kamu bantuin Ibu untuk memberi makan ayam ini ya,” ucap Bu Galuh sambil tersenyum.

Meski Luna merasa aneh, karena tidak biasanya sang mertua tersenyum dengan sangat ramah padanya. Namun, Luna tetap tak bisa menolak permintaannya. Hingga, tangannya mulai mendekat dan menerima ember berisi makanan ayam tersebut.

“Kamu bisa memberi mereka makan, kan?” tanya Bu Galuh lagi.

Luna mengangguk singkat. “Iya, saya bisa, Bu,” ucapnya pelan.

“Biasanya ini adalah tugas Maria, sayangnya dia sedang membuat kue di belakang.” 

Luna tak menjawab apapun, ia mulai membuka pengunci pagar dan masuk untuk memberikan para ayam itu makanan.

Sedangkan Bu Galuh sendiri juga masih berada di luar, sepertinya tengah membuat campuran makanan ayam lagi. Dari arah dalam, Luna sedikit menghela nafas. Apakah ia terlalu berburuk sangka pada Ibu mertuanya? 

Melihat Luna yang masih berada di dalam kandang, Bu Galuh menyipitkan matanya. Tatapan itu penuh dengan kebencian dan rencana licik yang tidak terduga.

Dengan pelan, ia melangkah sedikit mendekat ke arah pekarangan rumah tetangganya, menyapa Bu Trisna yang sedang menjemur rempah di halaman depan.

“Bu Trisna, sedang menjemur rempah lagi?” sapa Bu Galuh dengan ramah.

“Iya, Bu Galuh. Mumpung ada panas matahari, kan lumayan jika satu hari bisa kering,” jawabnya saat meratakan rempah di atas terpal. “Bu Galuh tidak pergi ke warung?” tanyanya lagi.

“Sebentar lagi, Bu. Saya lagi menemani Luna, katanya ingin belajar memberi makan ayam.”

“Wah Mbak Luna rajin sekali, Bu Galuh beruntung mendapatkan menantu yang rajin-rajin semua,” puji Bu Trisna tanpa ragu.

“Ah Bu Trisna bisa saja. Luna sedang belajar, meski sudah saya larang, tapi dia tetap mau belajar.” 

“Malah bagus itu. Anak muda jaman sekarang, pada susah kalau dikasih tahu,” Bu Trisna menggeleng, sangat prihatin dengan kualitas anak-anak jaman sekarang yang lebih banyak bersantai ketimbang belajar bekerja. 

“Bu Trisna tidak ke ladang hari ini?” tanya Bu Galuh lagi.

“Sebentar lagi berangkat, mau panen kunir dan kencur pesanan.” 

Bu Galuh mengangguk mengerti. Ia membalas senyum saat Bu Trisna pamit dan mulai masuk kembali ke dalam rumahnya.

Saat Bu Galuh berbalik, ia terlonjak kaget mendapati Luna yang sudah berdiri di belakangnya. 

“Kamu mengagetkan Ibu,” ucap Bu Galuh sambil memegang dada, nafasnya juga naik turun saking kagetnya. “Sudah selesai?” lanjutnya.

“Sudah, Bu,” jawab Luna saat menunjukkan dua buah ember yang sudah kosong. “Lalu apalagi yang harus saya lakukan?” 

“Kamu bisa beristirahat,” Bu Galuh menepuk pundaknya. “Ibu akan menyusul David ke warung, kamu disini saja, jaga rumah.”

“Baik, Bu,” jawab Luna pelan. Meski terkesan janggal tapi Luna tetap mencoba berbisik sangka. Seharusnya dia yang ada di warung untuk menemani suaminya, tapi ini?

Justru sang Ibu yang bersikeras untuk menemani putranya, bahkan secara terang-terangan melarang Luna untuk ikut pergi ke warung.

“Ayo kita kembali ke depan,” Bu Galuh mengajak Luna untuk berjalan bersama secara beriringan.

Tanpa Luna sadari jika ada sesuatu hal yang tengah direncanakan oleh Bu Galuh, terlihat dari cara wanita paruh baya itu menoleh sejenak, mencari keberadaan menantunya yang lain, yaitu Maria.

Maria terlihat keluar dari pintu belakang rumah secara perlahan. Setelah melihat sosok Bu Galuh dan Luna pergi menjauh, kini saatnya ia menjalankan rencana yang telah mereka susun secara mendadak.

Mula-mula, Maria mengolesi kunci pintu kandang menggunakan minyak kelapa agar mudah terbuka sendiri. Ia juga mengikat tali pintu pagar depan lebih longgar dari biasanya.

Tak hanya itu, Maria sengaja menyebarkan biji-bijian dari depan pagar sampai ke arah pekarangan rumah tetangganya, tepatnya rumah Bu Trisna yang tidak terlalu jauh dari rumah mereka.

“Dengan begini, semua yang terjadi akan menjadi salah Luna,” Maria tersenyum licik.

Tapi sialnya, saat ia hendak pergi dari tempat itu, kakinya terpeleset tanah basah di sekitaran kandang. Mengakibatkan Maria terpelanting jatuh ke atas tanah dengan keras.

Maria meringis menahan rasa sakit. Saat ia mencoba untuk bangun, tulang punggungnya terasa remuk akibat insiden ini. Bahkan, rok panjang yang dipakainya, harus robek cukup lebar karena tersangkut pada bagian sisi pagar.

“Ah sial sekali aku,” ucapnya masih berusaha untuk bangun.

Setelah berhasil berdiri, Maria bergegas pergi dari area tersebut meski harus berjalan sedikit pincang.

Sesuai dengan apa yang direncanakan oleh Maria dan Bu Galuh, beberapa ayam yang melihat adanya biji-bijian berceceran di atas tanah, langsung berlarian dan berebut. Mengakibatkan pagar yang tidak terkunci sempurna itu terdobrak dan akhirnya semua ayam lepas dari kandang dalam sekejap.

Para ayam itu mulai berlarian, beberapa diantaranya sudah sampai di pekarangan rumah Bu Trisna yang tengah kosong.

Maria yang mengintip dari sisi tembok tampak tersenyum. Sebentar lagi, Luna akan menjadi kambing hitam, dan disalahkan oleh banyak orang.

***

Kumala tampak sibuk di meja kerjanya, beberapa tumpukan buku ulangan murid kelas tiga menjadi fokus utamanya siang ini. 

Tangannya begitu cekatan memeriksa dan memberi nilai, sesekali alisnya mengernyit saat melihat tulisan tangan para murid yang belum rapi. Pulpen warna merah di tangannya tampak menari saat mencoret atau melingkari bagian yang salah.

“Pak Budi, hari ini kita mau makan apa ya?” tanya Bu Wati, wali kelas lima dari arah meja kerjanya.

“Bukankah hari ini tugas Bu Kumala untuk mencari menunya?” jawab Pak Budi tanpa menoleh dari layar laptopnya.

Seketika itu pula beberapa orang guru melihat ke arah Bu Kumala yang masih sibuk di meja kerjanya. Hingga, Bu Wati berinisiatif untuk melangkah mendekat.

“Bu Kumala,” panggilnya dengan pelan agar tidak terkejut.

“Iya, Bu,” jawab Kumala, kepalanya mendongak ke arah rekan kerja yang telah berdiri di sampingnya. “Ada yang bisa saya bantu?” 

“Maaf sebelumnya,” ucap Bu Wati dengan senyuman canggung. “Tapi, apakah Bu Kumala sudah mempersiapkan menu untuk makan siang hari ini?” 

Kumala terdiam, seperti belum paham dengan maksud Bu Wati. Hingga satu ingatan melayang di pikirannya, Bu Kumala langsung memejamkan mata dan menepuk dahinya singkat.

“Ya ampun, saya lupa,” ucap Kumala begitu saja. “Hari ini giliran saya mencari menu makan siang.”

Bu Wati kembali tersenyum. Akhirnya tanpa harus banyak bicara, Kumala sadar akan tugasnya. Ia pun menepuk pundak rekan kerjanya itu, sambil berucap. “Cari menu makanan yang enak ya,” ujar Bu Wati yang mulai kembali ke meja kerjanya.

Kumala mulai berpikir, kira-kira menu makanan apa yang cocok di lidah semua orang? 

Kemarin mereka baru memesan lontong sayur, dua hari lalu bakso, lalu hari ini enaknya makan apa, yang sekiranya mereka suka dan tidak membuat bosan.

Akhirnya Kumala ingat, bukankah David baru saja membuka warung makan. Mereka bisa memesan makanan di sana, itung-itung sebagai niat membantu agar dagangan pria itu laris.

“Gimana kalau kita memesan di warung makan yang baru dibuka oleh Pak David?” saran Kumala pada rekannya yang lain.

“Pak David yang baru pindah dari kota itu ya?” tanya Bu Lidya, wali kelas enam. “Memangnya menu makanannya apa saja?” 

“Menu rumahan biasa, tapi saya sudah mencobanya dan itu enak sekali,” jawab Kumala antusias.

“Baiklah, jika Bu Kumala bilang enak maka kita harus mencobanya,” imbuh pak Budi.

“Baik, saya akan memanggil Pak Edi agar bisa segera berangkat,” Bu Lidya bergegas bangkit dari duduk, hendak memanggil tukang kebun sekolah untuk pergi membeli pesanan mereka.

“Tidak perlu, Bu,” cegah Kumala spontan. “Biar saya saja yang membelinya.” 

“Anda serius, Bu Kumala? Bukankah pekerjaan Anda masih banyak?” 

“Tidak apa-apa, saya yang akan pergi. Lagipula, yang sudah mencicipi masakan di sana kan cuma saya, biar nggak salah beli,” jawab Kumala.

“Baiklah, Bu. Saya akan membantu mengumpulkan uang dari rekan yang lain dulu ya,” Bu Lidya kini melangkah untuk menarik uang dari beberapa rekan guru di dalam ruangan.

Sementara itu, Kumala tersenyum senang. Kali ini ada alasan lagi agar dirinya bisa bertemu dengan David. Ia bahkan berpikir, jika nasib baik selalu berpihak kepadanya.

BERSAMBUNG 

1
Becce Ana'na Puank
ok
SAFIRANH: Terima kasih ❤️
total 1 replies
HappyKilling
Bikin terhanyut. 🌟
SAFIRANH: Terima kasih 😘
total 1 replies
Helen
Kece abis!
SAFIRANH: Terima kasih,🥰❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!