NovelToon NovelToon
Skandal Cinta Tuan Muda

Skandal Cinta Tuan Muda

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Berondong / Office Romance
Popularitas:8.6k
Nilai: 5
Nama Author: itsclairbae

Nadira Elvarani yakin hidup pahitnya akan berakhir setelah menerima lamaran Galendra, lelaki mapan yang memberinya harapan baru.
Tapi segalanya berubah ketika ia terlibat skandal dengan Rakha Mahendra—anak bos yang diam-diam menginginkannya—menghancurkan semua rencana indah itu.
Di antara cinta, obsesi, dan rahasia, Nadira harus memilih: hati atau masa depan yang sudah dirancang rapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon itsclairbae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 — Ruang untuk Bicara, Bukan Menahan

"Papah ingin kamu kembali bekerja," kalimat itu membuka percakapan di meja makan.

Tangan Nadira yang sedang menyendok nasi untuk Rakha terhenti karena perkataan suaminya itu. Rakha telah mandi dan berganti pakaian. Kini, ia akan makan bersama Nadira dengan hidangan rumahan yang dimasaknya sendiri.

"Apa kamu masih mau bekerja?" tanya Rakha. Ia sebenarnya tidak setuju jika Nadira kembali bekerja, tetapi ingin memastikan terlebih dahulu apakah istrinya masih menginginkannya atau tidak.

Jika Nadira memang masih ingin bekerja, mungkin ia bisa mempertimbangkan kembali keputusannya—agar keputusan itu bukan semata-mata larangan darinya.

"Aku tidak mungkin kembali bekerja. Posisiku di kantor juga sudah digantikan oleh Dimas," ucap Nadira menanggapi perkataan Rakha. Tangannya kembali menyendok nasi dan lauk pauk, lalu meletakkannya di meja di hadapan Rakha.

"Papah bilang, pekerjaan Dimas bagus, tapi beliau lebih nyaman denganmu," ujar Rakha, menyampaikan apa yang dikatakan ayahnya di kantor.

"Menurut kamu bagaimana?" tanya Nadira, meminta pendapat Rakha. Ia tidak langsung mengambil keputusan sendiri karena ingin mendengarnya dari sudut pandang sang suami.

Ia tahu dirinya bisa saja bekerja sambil tetap mengurus rumah tangga. Namun, namanya juga bekerja—pasti ada saat-saat ketika ia harus benar-benar fokus dan tidak bisa memikirkan urusan pribadi. Terlebih, ia tahu suaminya cukup cemburuan. Ia khawatir, justru hubungan mereka yang malah mengganggu pekerjaan di kantor.

“Aku sebenarnya kurang setuju kamu bekerja,” ujar Rakha jujur tentang keinginannya. Ia ingin istrinya tetap di rumah, tanpa harus menghadapi tekanan dan pikiran dari pekerjaan kantor.

“Tapi kalau kamu memang mau bekerja, aku akan mempertimbangkannya,” tambahnya.

Nadira mengangguk mengerti. Ia tidak merasa diatur ketika Rakha menyatakan ketidaksetujuannya. Namun, Rakha memang berhak melarangnya melakukan sesuatu jika memang tidak sejalan dengan keyakinannya.

"Baiklah, kita lanjutkan pembahasan soal itu nanti, ya. Sekarang kita makan dulu," ucap Nadira, secara tidak langsung memberi isyarat agar suaminya mulai makan.

Masih banyak waktu untuk membicarakan hal itu, tetapi perut suaminya harus segera diisi. Ia tidak ingin Rakha sampai terlambat makan dan akhirnya jatuh sakit.

Rakha hanya menurut, menunda sejenak pembicaraan mereka, lalu mulai menyantap masakan Nadira. Tak bisa disangkal, masakan Nadira selalu menggugah selera—masakan yang pasti akan selalu membuatnya rindu Rumah.

***

Setelah selesai makan, mereka pergi ke kamar. Tidak langsung membaringkan diri di kasur, mereka duduk lebih dulu di sofa yang memang tersedia di kamar itu, melanjutkan pembahasan yang sempat tertunda.

Nadira memeluk Rakha dari samping, menyandarkan kepalanya di pundak sang suami. Seolah ingin menunjukkan bahwa dirinya merasa nyaman dan terlindungi dengan kehadiran lelaki itu.

Namun, sebelum mereka sempat membahas hal yang perlu dibicarakan, Rakha teringat sesuatu yang hampir saja terlupakan—tentang bekas kecupan di lehernya yang diketahui ayahnya.

"Oh ya, tadi Papah sempat menanyakan soal bekas kecupan kamu," ucap Rakha, setengah menggoda. Ternyata, bekas ciuman dari Nadira meninggalkan jejak yang cukup mencolok di lehernya.

"Hah?" Nadira refleks menjauhkan diri dari Rakha, lalu buru-buru mengecek bekas kecupan yang ia tinggalkan di tubuh suaminya.

Namun karena Rakha tidak menyebutkan dengan jelas di bagian mana, Nadira malah membuka kancing baju bagian atas suaminya—karena bagian itulah yang paling ia ingat telah ia kecup.

"Sayang, astaga!" Rakha terkekeh, setengah kaget, setengah tidak percaya istrinya benar-benar mengecek ke bagian itu.

"Papah tidak mungkin melihat sampai ke sana. Maksudku, bekas kecupan di leher aku," ucap Rakha sambil tertawa kecil, akhirnya menjelaskan maksudnya.

Nadira mengangkat wajah, menatap Rakha. Tangannya terangkat, hendak memasang kembali kancing baju suaminya. Namun, tangan Rakha lebih dulu menahan gerakannya.

“Tidak apa-apa kalau kamu mau lihat di bagian sana,” ucap Rakha dengan senyum menggoda, seolah mempersilakan istrinya melakukan apa pun yang diinginkannya.

Nadira ikut tertawa, meski tawanya terdengar dipaksakan. Ia sebenarnya kesal karena suaminya malah meledeknya seperti itu.

“Lucu, ya?” tanyanya sambil mencubit dada Rakha, melampiaskan kekesalannya.

Namun, alih-alih meringis kesakitan, Rakha justru mendesah pelan.

“Jangan mancing, Sayang. Kita harus membahas hal penting sekarang,” ucap Rakha, menahan tangan Nadira yang mencubit dadanya, dengan tawa yang masih tersisa di ujung suara.

Nadira memutar mata. Sepertinya, semua lelaki—terutama suaminya ini—memang pikirannya tidak jauh-jauh dari hal-hal seperti itu.

“Jadi, kamu mau bekerja atau tidak?” tanya Rakha hati-hati, menyadari gurat kekesalan yang masih tersisa di wajah Nadira.

Ia bisa saja meluluhkan kekesalan itu dengan sebuah pelukan. Tapi bukan sekarang. Bukan saatnya mereka larut dalam kemesraan, karena ada hal penting dan mendesak yang perlu dibahas—tentang keinginan ayahnya agar Nadira kembali bekerja.

“Aku memang kurang setuju kamu bekerja, tapi aku tidak akan melarang paksa,” lanjutnya, memberi ruang agar Nadira mempertimbangkan semuanya.

Ia akan mendukung keputusan istrinya, asalkan keputusan itu dibicarakan dan disepakati bersama. Karena berdiskusi dan saling mengerti penting dalam pernikahan—apalagi bagi pasangan baru seperti mereka.

"Kalau aku bekerja, apa Dimas masih akan bekerja?" tanya Nadira. Kekesalan di wajahnya hilang, berganti ekspresi serius.

Namun, senyum di wajah Rakha hilang mendengar pertanyaan itu. Nadira menanyakan apakah Dimas masih akan bekerja, bukan memikirkan keputusannya sendiri.

"Tidak mungkin ada dua orang di satu posisi, kan?" Nadira sadar suaminya cemburuan, lalu melanjutkan pertanyaan itu sebagai alasan.

Ia tidak ingin membuat suaminya cemburu atau salah paham hanya karena menyebut nama lelaki lain dalam pembicaraan Mereka.

"Soal itu aku tidak tahu, tidak sempat bertanya," ucap Rakha. Meski terdengar biasa, ada nada kesal tersimpan dalam suaranya—karena membahas lelaki lain.

Nadira menghela napas, menyadari kekesalan Rakha membuatnya sulit mengambil keputusan selain menolak kembali bekerja.

"Kalau begitu, aku tidak akan bekerja," ucap Nadira. Ia tidak ingin pekerjaan nantinya memengaruhi hubungan mereka, apalagi dari perkataan Rakha, sepertinya Dimas akan tetap bekerja.

Tanpa menunggu reaksi Rakha, Nadira memeluk tubuh suaminya. Keputusan itu bukan karena terpaksa, hanya saja... diambil sebelum ia sempat memikirkan pilihan lain.

"Lagipula, aku lebih nyaman seperti ini. Mengurus rumah, merawat kamu, dan melayani kamu," ucapnya pelan penuh ketulusan.

Rakha terdiam. Ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Ia sadar kecemburuannya kembali mengambil alih. Padahal, mereka duduk di sana untuk berdiskusi—bukan untuk saling menahan. Namun, ego dan kecemburuannya justru mengacaukan semuanya.

Bukan itu yang ia inginkan. Ia ingin Nadira jujur tentang keinginannya dan mengajaknya berdiskusi.

"Tapi kalau kamu mau bekerja, aku tidak keberatan, sayang," ucap Rakha akhirnya, suaranya lebih lembut. “Jangan mengambil keputusan hanya karena aku.”

Nadira menggeleng, masih memeluk Rakha. Matanya perlahan terpejam, merasakan detak jantung suaminya.

"Aku tidak mau bekerja," ucap Nadira, meyakinkan Rakha agar tidak merasa bersalah atas keputusan itu, karena memang itulah yang ia inginkan.

1
Syaira Liana
lanjutt kak
Rian Moontero
mampiiir🖐🤩🤸
Syaira Liana
awas aja keira 😡😡😡😡
Syaira Liana
sebel banget sama keira 😡😡😡
ALRININGSIH ALRININGSIH
awal cerita yang bikin penasaran 😊
Clair Bae: Makasih udah mampir ❤
total 1 replies
Asphia fia
mampir
Clair Bae: Terimakasiu sudah mampir, semoga suka sama ceritanya 🙏
total 1 replies
Syaira Liana
lanjuttt kaka
Syaira Liana
Luar biasa
Clair Bae: Terimakasih sudah memberi ulasan ❤
total 1 replies
Susanti
semangat
Clair Bae: Terimakasih banyak ❤
total 1 replies
Trà sữa Lemon Little Angel
Jangan sampai ketinggalan!
Diva Rusydianti
Seru banget! Gak sabar nunggu kelanjutan ceritanya!
Beerus
Suka banget sama buku ini. Jangan lupa update terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!