NovelToon NovelToon
Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Shanaya Sanjaya percaya bahwa cinta adalah tentang kesetiaan dan pengorbanan. Ia rela menjadi istri rahasia, menelan hinaan, dan berdiri di balik layar demi Reno Alhadi, pria yang dicintainya sepenuh hati.

Tapi ketika janji-janji manis tersisa tujuh kartu dan pengkhianatan terus mengiris, Shanaya sadar, mencintai tak harus kehilangan harga diri. Ia memilih pergi.

Namun hidup justru mempertemukannya dengan Sadewa Mahardika, pria dingin dan penuh teka-teki yang kini menjadi atasannya.

Akankah luka lama membatasi langkahnya, atau justru membawanya pada cinta yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Shanaya akhirnya membuka mata setelah hampir dua jam tak sadarkan diri. Ada rasa cemas yang langsung menyergapnya, takut kalau yang menemukannya adalah Reno. Itu berarti pelariannya gagal. Tapi saat samar-samar terdengar suara perempuan yang sangat familiar, ia memberanikan diri membuka mata lebih lebar.

"Shanaya, kamu sudah sadar? Gimana perasaanmu?" tanya Santi, menatapnya penuh kekhawatiran seperti seorang ibu yang melihat anaknya demam tinggi.

Shanaya mencoba menggerakkan tubuhnya pelan. Pandangannya menyapu ruangan, lalu berhenti pada sosok Sadewa yang duduk santai di sofa. Kaki kanannya menyilang di atas kaki kiri, tangan sibuk membolak-balik dokumen entah apa.

"Enggak usah dipeduliin dia, Shanaya. Ibu pernah bilang, kan? Dia itu kayak batu nisan hanya enak dilihat, tapi nyeremin," celetuk Santi.

"Bu, aku masih di sini, lho," sahut Sadewa datar.

"Emang ada yang bilang kamu udah pergi? Tapi ya udah, mendingan kamu pergi deh. Kasihan Shanaya, bukannya segar malah makin lemes lihat kamu," balas Santi cepat.

Shanaya menahan senyum. Mendengar celotehan ibu dan anak ini rasanya... hangat. Hidup. Andai dulu ia enggak buru-buru nikah dan lebih mikirin Reno ketimbang dirinya sendiri, mungkin sekarang ia bisa merasakan kehangatan keluarga seperti ini. Sayangnya, semuanya sudah terlanjur. Kini, pulang ke kampung halaman saja ia tak berani. Apa yang dulu ia perjuangkan, sekarang justru jadi luka.

Tiba-tiba, air mata mengalir di pipinya.

"Loh, kok kamu nangis, sayang?" Santi langsung panik. Sadewa pun langsung meletakkan dokumennya dan menatap Shanaya serius.

Shanaya cepat-cepat menggeleng. "Enggak apa-apa, Bu. Aku cuma... kangen sama orang tuaku."

"Ya ampun, maaf banget ya. Tadi ibu panik lihat kamu pingsan, jadi langsung bawa ke rumah sakit. Mau ibu telponin orang tuamu sekarang?"

Shanaya mengusap air matanya pelan, lalu menggeleng kecil. "Enggak usah, Bu. Nanti aja, aku menelpon mereka sendiri."

Santi mengangguk pelan, lalu membetulkan selimut Shanaya dengan lembut. "Yang penting sekarang kamu istirahat dulu, ya. Kalau butuh apa-apa, ngomong. Jangan dipendam sendiri."

Shanaya mengangguk kecil.

Sementara itu, Sadewa bangkit dari sofa, berjalan beberapa langkah sambil berkata, "Sekarang ibu bisa ikut cuci darah, kan?"

Santi buru-buru menolak, "Dewa, ibu mau nemenin Shanaya di sini dulu."

Sadewa menghela napas. "Bu, jangan ditunda-tunda terus."

"Tapi..."

Sadewa menatap Shanaya sekilas tajam dan penuh kode seolah menyuruhnya ikut membujuk.

Shanaya langsung menangkap maksudnya. "Bu... yang dia bilang ada benarnya. Jangan ditunda. Kalau ibu kenapa-kenapa, aku yang merasa bersalah."

Santi mendesah pelan, lalu mengangguk. "Ya udah deh. Kalau kamu yang bilang, ibu pasti nurut."

Sadewa mengerjapkan mata, nyaris tak percaya. Hanya butuh beberapa kalimat dari Shanaya, langsung patuh?

"Sebenarnya anak ibu itu aku atau dia sih?" cetus Sadewa, separuh kesal.

"Kamu, tapi ibu lebih suka dia," jawab Santi sambil tersenyum hangat ke arah Shanaya, lalu beranjak keluar ruangan.

Begitu pintu menutup, Sadewa menatap Shanaya dengan ekspresi setengah serius, setengah jengkel. Jarinya menunjuk, tapi ragu-ragu. "Kita belum selesai, ya."

Shanaya hanya bisa menatap kepergiannya, seolah tak percaya. "Tunggu... barusan dia ngancem aku lagi? Jangan-jangan masih soal ganti rugi itu?"

Ia mengusap wajahnya lelah. "Ya Tuhan... kenapa masalahku enggak ada habisnya sih?"

Sementara itu, Sadewa berjalan mendampingi ibunya menuju ruang hemodialisis. Setelah Santi masuk, seorang pria bersetelan rapi datang menghampirinya. Arya.

"Bagaimana hasilnya?" tanya Sadewa langsung.

"Ini semua biodata Bu Shanaya, Pak," jawab Arya, menyerahkan map berisi dokumen.

Sadewa menerima berkas itu sambil mengingat kembali saat pertama kali ia menemukan Shanaya tak sadarkan diri di pinggir jalan. Dokter bilang paru-parunya teriritasi akibat menghirup asap dalam waktu lama itu membuatnya curiga. Karena itulah ia memerintahkan Arya untuk menyelidikinya.

"Menurut penelusuran, dia pernah menjabat sebagai kepala sekretaris di perusahaan kimia milik keluarga Alhadi. Tapi baru-baru ini mengundurkan diri. Posisinya sekarang digantikan oleh sekretaris baru bernama Malika," jelas Arya ringkas.

Sadewa membaca berkas itu perlahan. Kepalanya mengangguk kecil.

"Untuk urusan pribadi, sejauh ini diketahui dia tinggal di rumah milik keluarga Alhadi bersama Reno selama tujuh tahun terakhir. Jadi besar kemungkinan Shanaya adalah istri Reno Alhadi yang selama ini identitasnya sengaja disembunyikan," tambah Arya.

Sadewa terdiam. Ingatannya melayang ke momen saat ia melihat Shanaya dipanggul oleh seorang pria di kantor kliennya. Dulu ia mengira Shanaya hanya wanita penggoda. Tapi kalau pria itu adalah Reno... berarti dia suaminya?

Sadewa menghela napas, merasa sedikit bodoh. Jadi selama ini ia salah paham? Shanaya bukan seperti yang ia pikirkan?

Arya memperhatikan perubahan ekspresi Sadewa. Sebenarnya, ia ingin menambahkan informasi soal perselingkuhan Reno yang sudah mulai tercium. Tapi sepertinya belum saatnya. Lebih baik menunggu perintah.

"Saya mengerti," ucap Sadewa akhirnya, suara tenang tapi mata menyimpan sesuatu.

***

Di sisi lain, Reno diliputi frustrasi. Ia sudah mencari Shanaya ke mana-mana, namun hasilnya nihil. Rumah yang dulu terasa hangat dan penuh kenangan kini sunyi, dingin, dan asing. Yang tersisa hanya abu dan kehampaan.

Ia menatap sudut ruang tamu yang dulu dipenuhi bingkai-bingkai foto—tawa mereka, pelukan hangat, momen-momen kecil yang dulu terasa abadi. Kini semuanya lenyap, hangus terbakar.

Reno berlutut di depan rak yang nyaris tak bersisa. Tangannya meraih pecahan bingkai yang gosong, tangannya gemetar.

"Shanaya..." bisiknya parau. "Kamu sengaja, ya? Sengaja bakar semua ini? Kenapa..."

Ia mengepalkan tangan, menahan emosi yang memuncak.

"Kenapa dari semua barang yang ada, yang kamu musnahkan justru kenangan kita?" suaranya nyaris pecah.

Ia terdiam. Hanya bunyi jam dinding yang kini terasa terlalu keras di tengah keheningan.

"Tidak!" serunya tiba-tiba. "Aku harus mencarimu! Aku tidak akan membiarkan kamu pergi, Shanaya. Kamu milikku, meskipun kamu menolak mengakuinya!" ucap Reno penuh tekad.

Beberapa saat kemudian, salah satu orang suruhannya datang melapor. Mereka menemukan keberadaan Shanaya—dia sedang dirawat di Rumah Sakit Medika. Tanpa pikir panjang, Reno segera bergegas menuju mobilnya, hendak menjemput Shanaya.

Namun di tengah perjalanan, ponselnya berdering. Di layar, tertera nama Malika.

Reno mengangkat panggilan itu, tersambung langsung ke sistem audio mobil. "Ada apa?"

"Reno, kamu di mana? Klien dari Serum Glow datang. Mereka ingin membahas kerja sama. Ini penting, apalagi setelah pertemuan kemarin batal," jelas Malika.

"Malika, tidak bisakah kamu yang tangani? Aku sedang menyelesaikan urusan yang jauh lebih penting," balas Reno dengan nada tergesa.

"Reno, ini negosiasi terakhir. Kamu tahu sendiri betapa sulitnya meyakinkan perusahaan itu. Nilai kontraknya besar, dan mereka bersikeras harus bertemu langsung denganmu."

Reno terdiam sejenak, pikirannya kacau. Ia sangat menginginkan kerja sama ini. Perusahaan itu sulit ditembus, dan hari ini adalah momentum yang tidak bisa diulang.

Akhirnya, dengan berat hati, ia memutar balik mobilnya.

"Baik. Aku segera ke sana," ucapnya datar, menahan gejolak dalam dada.

Namun sebelum berangkat, ia memberi perintah terakhir pada anak buahnya, "Jangan lepas Shanaya dari pengawasan. Pastikan dia tidak ke mana-mana. Aku akan menyusul."

1
css
next 💪💪💪
knp update nya Arsen buk bgt y🫢🫢🫢
Sadewa JD anak tiri 🤔
Hayurapuji: biar cepet tamat dan fokus dimari kak hehehhe
total 1 replies
css
next kakak, tak tunggu karyaMu 💪
Hayurapuji: siap kakak terimakasih
total 1 replies
Nunung Nurhayati
bagus aku suka
Hayurapuji: terimakasih kakak, ditunggu ya updatenya
total 1 replies
Nunung Nurhayati
lanjutkan kakak aku suka novel mu
css
next 💪
Miss haluu🌹
Apa jangan-jangan emg si Reno kampret mandul??🤔
Miss haluu🌹
Suruh aja calon mantu barumu itu, Bue😐
Miss haluu🌹
Reno, lu emg anj!!🔪
Hayurapuji: jangan erosi mak
total 1 replies
Miss haluu🌹
Baru nyadar, Shanaya??😏
Miss haluu🌹
Dih, kocak lu, Ren!😌
Hayurapuji
kalau ada yang kesal sama kelakuan reno, autor mau pinjemin sepatu ini buat nimpuk dia 🤣⛸️
Greenindya
ada yg lebih horor dibanding batu nisan ga🤣🤣🤣
Hayurapuji: hahahah ada kak, batu kuburan
total 1 replies
Miss haluu🌹
Shanaya habis ketemu kulkas lalu ketemu kampret😌
Hayurapuji: kyk gak da tenangnya hidup shanaya
total 1 replies
css
vote ku meluncur kak💪
Hayurapuji: terimakasih kakak, udah nyampai sini
total 1 replies
Miss haluu🌹
Ahaiii langsung gercep nih camer😆
itu jodohmu, Shanaya🤭
Miss haluu🌹
Ngasih kesempatan itu mmg ga salah, Shanaya, tapi.. itu harus ke orang yg tepat! Kalo Reno sama sekali bukan orang yg tepat😟
Miss haluu🌹
Kaget kan, lu, Ren? Dasar suami ga egois, ga guna!
Miss haluu🌹
Reno mau lu apa, sih?? Mau Shanaya atau Malika si kedele item😌
Hayurapuji: dirawat dengan sepenuh hati
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!