Dulu, Lise hanya ingin sekolah dengan tenang. Tapi sejak bertemu Kevin, pria dengan rahasia di balik setiap diamnya, semua berubah. Hatinya yang polos tak bisa membohongi getaran tiap kali Kevin menatapnya. Meski dunia Kevin gelap, Lise merasa hangat saat di dekatnya. Seolah... cinta itu memang tidak selalu datang dari tempat yang terang.
“Kalau dunia ini hancur besok, kamu bakal nyesel udah deket sama aku?” bisik Kevin di telinga Lise, jemarinya menyentuh lembut dagu gadis itu.
Lise tersenyum kecil, lalu menggeleng.
“Enggak. Karena sejak hari pertama kamu panggil nama aku, hidup aku mulai punya arti.” mata sayu nya menatap lembut pada pria yang telah mengambil hatinya itu.
------
Karya ini adalah hasil tulisan asli saya. Dilarang keras mengambil, menyalin, atau memodifikasi tanpa izin. Plagiarisme adalah pelanggaran serius dan tidak akan ditoleransi.
#OriginalWork #NoPlagiarism #RespectWriters #DoNotCopy
penulis_ Evelyne Lisha
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evelyne lisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 - Tentang kejadian
Secangkir teh dengan beberapa pancake tersaji di meja ruang tamu, namun tak ada satu pun dari mereka yang berniat menyentuhnya. Ketiga orang itu duduk dalam diam, atmosfer di sekeliling mereka terasa menekan, seakan udara dipenuhi ketegangan yang tak terucapkan.
"Jadi, Anda Jared? Rekannya Kevin, ya?" suara Lise memecah keheningan, senyuman samar menghiasi wajahnya.
"Benar," Jared mengangguk singkat, matanya sesaat melirik Kevin yang masih terdiam.
Lise menyesap tehnya perlahan sebelum menatap Jared lebih tajam. "Hmm... apa yang terjadi padamu sampai bisa tertusuk begitu dalam? Dan setelah aku membalut lukamu, kau masih berani bangun begitu saja, ya?" nada suaranya terdengar ringan, namun sorot matanya penuh selidik.
Jared tersentak, sedikit canggung sebelum bergumam, "Ah... itu..."
"Lupakan saja," potong Lise cepat, seakan hal itu tak lagi penting baginya.
Jared menelan ludah dan menoleh ke arah Kevin, mencari petunjuk harus berkata apa. Namun, pria itu masih terdiam, hanya mengamatinya dengan ekspresi yang sulit dibaca.
"Saya sudah berjanji akan menceritakan semuanya sebelum menghubungi Anda, Tuan K. Tapi..."
"Katakan saja," Kevin akhirnya berbicara, suaranya tenang namun tegas. "Tak perlu khawatir dengan Lise. Dia juga rekanku."
Jared menatap Lise dengan sedikit terkejut. "Oh! Jadi Anda juga rekan Tuan K? Saya tidak tahu, loh."
Lise hanya tersenyum kecil dan mengangguk. "Aku lebih suka disebut sahabat dibanding rekan. Jika kau ingin bercerita, silakan saja. Aku cukup pandai menyimpan rahasia."
Jared masih ragu sesaat, tetapi akhirnya ia menghela napas dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya—selembar kertas yang tampak lusuh dan kusut. Lise memperhatikan dengan seksama, matanya menangkap noda merah samar di sudut kertas itu—tetesan darah yang sudah mulai mengering.
"Baiklah... Aku akan langsung ke intinya," ujar Jared lirih, sebelum akhirnya mulai berbicara.
Jared meletakkan kertas lusuh itu di atas meja, matanya masih menelusuri setiap huruf yang tertera di sana. Dengan nada penuh kebingungan, ia menghela napas dan berkata, "Saya tidak mengerti apa maksud dari kertas ini… Isinya seperti surat perintah dari organisasi besar."
Lise dan Kevin saling bertukar pandang sebelum kembali memusatkan perhatian pada Jared.
"Jadi awalnya, kami hanya merasa ada gangguan kecil," Jared mulai bercerita, suaranya berat seakan mengingat kembali kejadian itu membuat dadanya sesak. "Kami sedang memperbaiki dan menata ulang senjata, juga memantau keadaan sekitar. Namun tiba-tiba, sistem CCTV dan pemantauan mengalami error. Belum sempat kami memperbaikinya, ledakan besar mengguncang lantai gedung. Sebuah bom meledak tepat di salah satu sektor utama."
Jared berhenti sejenak, ekspresinya mengeras. "Bom itu dilemparkan melalui jendela, dan pecahan materialnya masih berserakan di sana."
Ia kemudian merogoh sakunya, mengeluarkan pecahan kecil berwarna hitam dengan bekas terbakar di ujungnya. Ia meletakkannya di atas meja, memperlihatkan kepada mereka.
"Sepertinya ini ada kaitannya dengan organisasi Mafia Alpha," ujarnya, suaranya merendah, seolah menyebut nama itu saja sudah bisa mendatangkan bahaya.
Kevin menatap pecahan bom itu lekat-lekat, sementara Lise mengambil laptopnya, jari-jarinya dengan cekatan menari di atas keyboard.
"Apa yang kau lakukan?" Jared bertanya curiga.
Lise tak mengalihkan pandangannya dari layar. "Kode ini… bukan sekadar tulisan biasa. Ini adalah kode rahasia yang tidak bisa dibuka oleh peretas sembarangan. Bahkan peretas kelas atas pun akan kesulitan menembusnya, karena di setiap digitnya terpasang kode dalam dan sistem pengintaian otomatis."
Tak lama kemudian, suara ketukan cepat terdengar dari keyboardnya.
Trak. Trak. Trak. Trak.
Dalam hitungan detik, layar laptopnya menampilkan serangkaian data yang sebelumnya tersembunyi. Lise menyeringai tipis. "Dan sekarang… mari kita lihat apa yang mereka sembunyikan."
Mereka semua membelalakkan mata saat melihat layar di depan mereka. Nama yang muncul di daftar target hampir membuat mereka tak percaya.
"Killer-K..." bisik Lise, suaranya nyaris tak terdengar. "Mereka mengincar mu, Kevin."
Kevin menatapnya tanpa ekspresi, seolah berita itu tak mengejutkannya sedikit pun.
"Sepertinya aku belum sempat memberitahumu soal itu," ujarnya santai.
Lise membalas tatapannya, matanya menyelidik, mencari jejak kebohongan. "Aku sudah menduganya sejak awal. Rasanya terlalu kebetulan jika kau hanya seorang pria biasa dengan keterampilan seperti itu. Tapi tetap saja, aku ingin mendengarnya langsung darimu."
Kevin tersenyum miring. "Kau benar-benar gadis yang cerdik, Lise."
Lise menyandarkan tubuhnya ke kursi, tangannya mengetik cepat di atas keyboard. "Menurutmu aku hanya gadis biasa? Aku mungkin bukan anak CEO atau pewaris keluarga mafia, tapi aku juga bukan seseorang yang mudah dibodohi."
Kevin mengamati Lise dengan ekspresi penuh minat, seolah menemukan sesuatu yang semakin menarik dalam dirinya.
Tanpa mengalihkan pandangan dari layar, Lise menambahkan, "Sepertinya mereka belum tahu identitas aslimu sebagai Killer-K, Kevin."
Jared, yang sejak tadi diam, akhirnya buka suara. "Kalau mereka curiga, cepat atau lambat mereka akan mencari kepastian. Itu artinya, kita tak punya banyak waktu."
Lise mengetik beberapa perintah tambahan di komputer, mencoba menelusuri jejak informasi lebih dalam. "Film Jared, mulai sekarang berhenti memanggilnya Killer-K di tempat terbuka. Di daftar target mereka, Killer-K selalu memakai masker. Itu artinya, identitas aslinya masih tersembunyi."
Kevin terdiam sesaat sebelum akhirnya tersenyum kecil. "Kau benar, Lise. Mulai sekarang... panggil saja aku Kevin."
Jared mengangguk mantap.
Lise menarik napas pelan, jemarinya terus menari di atas keyboard. Cahaya layar laptop memantulkan sorot matanya yang tajam, penuh keyakinan.
"Hmm... bagaimana kalau kita buat mereka kebingungan?" ucapnya, sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman penuh arti.
Jared dan Kevin saling bertukar pandang, memahami maksudnya.
"Kau mau mengacak identitas Killer-K?" tanya Jared, memastikan.
Lise mengangguk, matanya tak lepas dari layar. "Aku akan merusak jejaknya, membuat mereka mengejar bayangan." Jarinya mengetik lebih cepat, kode-kode berbaris di layar, membentuk pola yang sulit dipecahkan.
Kevin menyeringai, menyilangkan tangannya di dada. "Kalau begitu..." ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, suaranya terdengar percaya diri.
"Serahkan padaku."
___________________________________
Btw, sorry thor, itu ada bbrp paragraf yg ke ulang²/Frown/