Arumi tidak menyangka. Jika tawa Ibu mertua nya selama ini, hanya lah untuk menutupi lu-ka yang ada di dalam diri nya. Ibu mertua yang begitu baik, ternyata selama ini hidup tersik-sa di rumah nya. Beliau bukan hanya di sik-sa oleh kakak ipar nya Arumi. Tapi juga Abang ipar nya. Mereka berdua, benar-benar manusia yang tak punya hati.
Sanggup kah Ibu mertua nya Arumi bertahan dengan kelakuan anak dan menantunya? Atau, apakah Arumi bisa membawa Ibu mertuanya pergi dari neraka itu?
Ayo temukan jawaban nya langsung! Baca nya jangan lompat-lompat, ya. Biar author semangat nulis nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Dalam keadaan perut keroncongan, Dika tidur malam itu. Lutut sakit yang terkena kerikil, mulai terasa nyeri, ketika malam hari.
Apalagi udara malam, membuat tulang terasa ngilu. Dengan keadaan desa yang masih asri, udara di malam hari terasa sangat dingin.
Gigi-gigi Dika ber gemeletuk menahan rasa dingin yang terasa begitu berat. Entah mengapa, malam itu terasa sangat dingin.
Brrrrrr..
"Sia-lan! Dingin sekali malam ini. Mana perut lapar. Entah kemana pergi nya si tua bangka itu. Biasa nya ia akan datang membawa makanan."
Dika sibuk mengomel. Sedangkan orang yang di maksud, sudah pergi ke alam mimpi. Pria tua pengurus mesjid, sudah tidak mau lagi peduli pada Dika.
Terdengar suara rintik hujan. Menambah suasana dingin di malam itu. Lengkap lah sudah penderitaan Dika di malam yang gelap.
Dika berjalan tertatih dan ingin masuk ke dalam mesjid. Namun ternyata, pintu nya di kunci.
Pintu mesjid memang sengaja di kunci ketika malam hari. Hal itu, untuk mencegah anjing masuk ke dalam mesjid.
Bukan itu saja, pernah ada para pemuda yang mabuk dan mengotori mesjid saat pengurus mesjid tidak ada di tempat.
Maka dari itu, mesjid pun lebih baik di kunci ketika malam, dan di buka kembali sebelum subuh.
Brak...
Brak...
Dika mencoba mendobrak pintu mesjid. Namun, ia tak berdaya. Tubuh nya lemas karena lapar.
kaki nya pun mulai tak bisa di gerakkan seperti biasa nya. Luka nya pun hanya di bersihkan seadanya tadi.
"Breng-sek. Kalau begini, bisa mati kedinginan aku. Mana di luar mulai hujan lagi. Kemana lah aku pergi."
Dika terus sibuk mengomel. Karena tidak bisa membuka pintu mesjid, ia pun masuk ke dalam kamar mandi dan duduk di sana.
Setidak nya, air hujan tidak mengenai diri nya saat itu. Dengan beralaskan semen yang dingin, akhirnya Dika pun tertidur karena kelelahan.
*****
Keesokan hari nya, Dika ditemukan tak sadarkan diri di kamar mandi mesjid. Beberapa orang yang akan shalat subuh, membawa Dika ke rumah bidan setempat.
"Dimana aku?" Tanya Dika saat itu.
"Kamu lagi di rumah Bu Bidan. Pak Amin yang membawa mu ke sini. Dika,, Dika. Apa masih belum taubat kamu?"
Dika terdiam. Saat ini, ia sama sekali belum bisa berpikir dengan jernih. Kepala nya masih pusing.
Dan kaki nya masih terasa sangat sakit. Dika pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tidak ada siapapun yang datang menjenguk nya. Ia berharap Ibu nya datang dan memaafkan nya.
"Apa Ayu tahu aku di sini?"
"Sudah. Tapi ia tidak peduli. Istri mu itu bahkan seperti nya akan pergi."
Seorang wanita paruh baya ada di sana untuk menjaga Dika. Dia adalah salah satu saudara dari Pak Amin, Bapak Pengurus Mesjid.
"Tidak mungkin. Pasti Ayu akan ke sini sebentar lagi."
"Hmm,, terserah kamu saja. Oh ya, Dika. Kenapa kamu tidak minta maaf ke Ibu mu? Ibu mu orang yang sangat baik."
"Baik apa nya? Dia Ibu yang pelit. Dia tega membuat aku jadi gelandangan seperti ini."
"Jangan salahkan Ibu mu. Ketika kau menikah megah dan mewah dengan Ayu, apakah Keluarga Ayu ada ikut menyumbang?" Tanya wanita itu.
"Tidak."
"Ketika kau tinggal di rumah Ibu mu, Apa kau juga pernah di izinkan menginap di rumah mertua mu?"
"Tidak, Bu."
"Terus, selama kau menikah, apa pernah mertua mu menolong atau memberikan sesuatu untuk kalian?"
"Tidak pernah. Dan bahkan Ibu mertua ku sama sekali tak peduli. Yang ia perlukan hanya Ayu dan Doni saja. Aku bagai orang lain di mata nya. Padahal, apa kurang ku. Setiap kali ada uang, dia dulu yang aku pikirkan."
"Sekarang, sudah sadar kau kan, Dika? Seperti apa kau memperlakukan Ibu mu dan Ibu mertua mu. Ibu mu, sudah melahirkan mu. memberikan semua yang ia punya. Tapi kau,,"
Deg..
Kata-kata itu benar-benar membuat Dika seperti tertam-par. Ia seperti tersadar dari lamunan panjang nya selama ini.
Mengapa ia tidak terpikir sampai ke sana. Apa yang dikatakan oleh wanita yang ada di hadapannya itu, benar semua.
Dika mengorbankan segala nya untuk Ayu dan keluarga nya. Sedangkan untuk Ibu nya, malah sama sekali tidak berikan.
Dika malah membuat Ibu nya menderita selama ini. Ia bahkan lebih mempercayai ucapan Istri nya yang seperti ular berkepala dua.
"Dosa ku pada Ibu, sangat lah besar."
Hiks
Tiba-tiba saja, semua perlakuan nya pada Bu Aminah berputar. Bak menonton film, Dika baru mengingat kejadian demi kejadian yang selama ini terjadi.
Setiap kali Ayu Istri nya merengek, pasti ia akan berubah menjadi jahat. Ia tidak peduli dengan keluarganya sendiri. Yang penting Ayu bahagia.
Cinta telah menutup mata hati nya. Cinta membuat Dika berubah menjadi ke-jam pada keluarga dan diri nya sendiri.
"Dika, bertaubat lah. Minta lah ampun pada Ibu mu terlebih dahulu. Soal Istrimu, jika memang ia betul-betul mencintai dan menyayangimu, pasti dari awal ia akan membelamu dan ada di sisi mu."
"Anda benar. Semenjak kami pergi dari rumah itu, Ayu berubah. Ia bahkan tidak ingin lagi bertemu dengan ku. Entah lah. Aku pun tak tahu lagi harus bagaimana. Sudah jadi nasib ku begini."
Dika memegang kepala nya. Ia benar-benar baru merasa menyesal. Entah Ibu nya mau memaafkan nya kali ini.
Luka yang ia timbulkan, pasti sudah sangat lah dalam. Sang Ibu pun, tak tahu sudah pergi entah kemana.
"Sudah, jangan di pikirkan lagi. Saya mau pulang. Dika, Istirahatlah. Ini ada makanan pemberian Pak Amin. Ingat lah, untuk bertaubat dan memohon ampun. Semua masalah, pasti akan ada jalan keluarnya."
"Terima kasih, Bu. Saya tidak menyangka Ibu bisa menyadarkan saya dari semua ini."
"Tentu dong. Saya ini bukan orang sembarangan." Ucap wanita paruh baya itu, dan langsung pergi begitu saja.
Kini, tinggal lah Dika seorang diri di rumah Bu Bidan. Bu Bidan sudah pergi dinas pagi tadi. Maka dari itu, rumah nya sepi.
Dika sengaja di bawa ke sana, karena puskesmas pasti masih tutup ketika waktu subuh. Dan sekarang, hanya suara jarum jam yang menemani Dika di pagi hari menjelang siang.
"Ibu,,, Dika udah durhaka. Bu, dimana Ibu sekarang. Ayu, apa aku masih ada di hati mu, sayang? Kemana semua orang? Apa kah begini jadi nya jika kita tidak memiliki apapun lagi?"
Dika terus saja mengatakan hal yang tidak-tidak. Ia sudah bertekad. Jika sembuh, ia akan mencari dimana keberadaan Ibunya, dan meminta maaf.
Semoga saja, pintu hati nya Bu Aminah, belum tertutup untuk anak nya itu.
mau ku getok 🔨
biar encer lgi tuh otak apa ya bikin esmosi aja
tp q rasa kek gitu juga krn bu aminah sllu membela kali jd kyk gtu juga 🤔
wis lah sakarep mu dik