NovelToon NovelToon
Karmina Dan Ketua OSIS

Karmina Dan Ketua OSIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Horor / Action / Ketos / Balas Dendam / Mata Batin
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ira Adinata

Prediksi Karmina mengenai kehidupan Dewa--ketua OSIS di sekolahnya--serta kematian misterius seorang mahasiswi bernama Alin, justru menyeret gadis indigo itu ke dalam kasus besar yang melibatkan politikus dan mafia kelas kakap. Akankah Karmina mampu membantu membalaskan dendam Dewa dan Alin? Ataukah justru mundur setelah mengetahui bahwa sasaran mereka bukanlah orang sembarangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Fitnah

Tak perlu diragukan lagi, sudah pasti tragedi yang terjadi kemarin siang menjadi buah bibir baik di kalangan siswa maupun guru. Suasana sekolah yang semula biasa saja, berubah angker setelah kejadian bunuh diri. Bahkan, Karmina yang dapat melihat makhluk astral merasa enggan masuk sekolah hari ini.

Banyak sekali energi negatif yang dirasakan oleh Karmina tatkala tiba di sekolah. Tak jarang, gadis itu mendapati sosok Gracia sedang duduk di sebelah Fransisca dengan wajah tertunduk. Karmina sudah hafal benar, bahwa kematian tak wajar seseorang dapat membuat arwahnya gentayangan.

Kendati demikian, gadis berambut pendek itu berusaha tetap tenang dan tutup mulut. Terbayang olehnya, betapa geger kelas itu jika sampai ia mengungkapkan kepada semua murid, bahwa siswi yang telah meregang nyawa kemarin masih ada di antara mereka.

Ketika jam pelajaran pertama akan dimulai, Bu Ratna datang bersama dua anggota kepolisian memasuki kelas. Karmina terheran-heran, sebab beberapa saat setelah Gracia dibawa ke rumah sakit, ia sudah memberi keterangan ke kantor kepolisian bersama Dewa sebagai saksi.

"Karmina, bisa ikut kami sebentar? Ada hal penting yang harus polisi bicarakan dengan kamu mengenai kematian Gracia," ujar Bu Ratna.

"Loh? Bukannya kemarin aku udah ngasih keterangan sama Dewa di kantor kepolisian? Kenapa dipanggil lagi?" tanya Karmina mengerutkan dahi.

"Ada perkembangan kasus baru katanya. Sebaiknya kamu ikut Ibu sama polisi sekarang. Bawa tas kamu juga," jelas Bu Ratna.

Dengan bingung, Karmina menuruti perintah guru BK, kemudian berlalu meninggalkan kelas bersama Bu Ratna dan dua anggota kepolisian. Perasaannya tak enak, terlebih saat ia diajak pergi ke kantor polisi untuk proses penyidikan.

Sementara itu, seisi kelas berubah geger setelah Fransisca melihat video di akun sosial medianya. Berita kematian Gracia yang semula diduga bunuh diri, berubah menjadi kasus pembunuhan. Dalam video itu, tampak Karmina mendorong Gracia hingga terjatuh dari atap gedung.

"Keparat! Ternyata si Jadul nggak sepolos yang kita kira. Nggak nyangka banget gue," ketus Fransisca, menggenggam ponselnya lebih erat.

"Harusnya kita habisi dia aja sekalian. Psikopat kayak si Jadul nggak bisa dibiarin buat hidup," timpal Evelyn.

Adapun Zahra, tersenyum-senyum melihat wajah-wajah terkejut para murid di kelasnya. Hatinya begitu senang, rekaman video yang telah diedit sedemikian rupa, berhasil menyeret Karmina ke dalam kasus besar.

Sementara itu, Dewa tertegun mendengar desas-desus berita Karmina telah menghabisi Gracia. Berkali-kali ia menggelengkan kepala, merasa tak percaya bahwa gadis bertubuh mungil korban perundungan itu membalaskan dendamnya begitu keji.

"Wa, lihat deh video ini! Cewek yang pernah digosipin pacaran sama lo ternyata berani ngebunuh temennya!" ujar teman sebangku Dewa menunjukkan video di dalam ponselnya.

Diperhatikannya video itu dengan saksama, sambil memicingkan mata. Ia merasa ada yang janggal dari gerak-gerik Karmina. Setelah berulang-ulang memutar video, akhirnya Dewa mengangguk takzim dan menyerahkan ponsel itu pada temannya.

"Ini editan," cetus Dewa menatap nanar.

"Apa? Editan?" Teman sebangku Dewa terperangah.

Dewa mengangguk pelan, kemudian menjelaskan beberapa hal ganjil di dalam video itu. Ia menerangkan pergerakan Karmina yang hanya terlihat sedang berlari. Memang, ada gerakan tangan ke depan, tapi itu hanya menunjukkan sebuah refleks saja, seperti sedang mencegah Gracia untuk tidak melompat dari atap gedung.

"Jadi, ini nggak bener, Wa?" tanya lelaki itu menatap Dewa.

Dewa menggeleng, sembari tersenyum sinis. "Masa kalian gampang banget dibohongin sama editan amatiran kayak gini?"

"Tapi, Wa. Cewek yang namanya Karmina itu udah dijemput sama polisi. Kayaknya keluarga korban udah tau soal video ini lebih dulu," tutur teman sebangkunya.

"Apa?!" Dewa tercengang, kemudian beranjak dari tempat duduknya. Langkahnya tampak tergesa-gesa meninggalkan kelas tanpa pamit.

Adapun Karmina yang sudah duduk berhadapan dengan Farhan, hanya bisa tertunduk lesu tanpa memahami maksud dari para polisi membawanya ke sana. Farhan menyiapkan mesin tik untuk mencatat keterangan Karmina, lalu mendesah kasar, tak menyangka akan bertemu lagi dengan gadis yang sempat ikut memberi keterangan saat pembunuhan Bu Dahlia.

"Coba jelaskan apa yang sudah kamu lakukan sama teman sekolah kamu kemarin siang! Jangan bohong di hadapan saya!" ujar Farhan memandang dingin wajah Karmina.

Karmina mengangkat wajahnya menatap Farhan dengan lesu. "Kan kemarin saya udah ngasih keterangan, Pak. Saya udah berusaha mencegah Gracia, tapi dia nggak mau denger."

"Mencegah atau sengaja mendorong dia dari atap gedung?" tanya Farhan dengan tatapan menyelidik.

Tercengang Karmina mendengar pertanyaan Farhan. "Apa maksud Bapak nanya begitu? Sumpah demi Allah, Pak! Saya udah minta baik-baik sama Gracia buat nggak lompat dari gedung, tapi dianya keras kepala," tegasnya.

"Begitukah? Terus, ini apa?" tanya Farhan menunjukkan video rekaman Karmina yang sedang mendorong Gracia dari atap gedung.

Seketika, Karmina ternganga menyaksikan video yang tak ia ketahui siapa perekamnya. Gadis itu menggeleng pelan seraya menyerahkan kembali ponsel milik Farhan.

"Itu nggak bener, Pak! Video itu kayaknya editan doang. Aku nggak ngedorong Gracia sama sekali!" tutur Karmina dengan suara gemetar. Matanya yang membulat dan berkaca-kaca, seakan menegaskan bahwa dirinya tak melakukan perbuatan keji itu.

Di tengah-tengah pembicaraan mereka, Bu Lela sekonyong-konyong datang memasuki ruangan. Amarah bercampur kecewa yang berkecamuk di dalam dadanya sejak tadi, membuatnya menoyor kepala Karmina tanpa berbasa-basi.

"Ampun, Nyak!" rengek Karmina, memegangi kepalanya.

"Lu tuh nggak tau diuntung, ya. Gara-gara lu, Enyak kehilangan muka sama kerjaan!" bentak Bu Lela memelototi Karmina sambil sesenggukan.

"Tapi Mina nggak ngelakuin apa-apa, Nyak. Sumpah!" sanggah Karmina membela diri, seraya menangis tersedu-sedu.

"Sumpah, sumpah apaan? Nyak udah lihat videonya dari Pak Gunawan. Nyak malu, Mina! Nyak maluuu!" gerutu Bu Lela sembari menepuk-nepuk dadanya.

Menyadari situasi berubah, Farhan menegur Bu Lela. "Bu, sebaiknya Ibu duduk dulu di sebelah Karmina. Saya sedang melakukan proses penyidikan supaya kasus ini terang benderang."

"Alah! Nggak usah pake penyidikan-penyidikan segala! Masukin aja anak nggak tau diuntung ini ke penjara! Saya malu punya anak seorang pembunuh! Saya sudah gagal mendidik anak saya!" ujar Bu Lela sembari menunjuk-nunjuk Karmina. Air matanya masih berderai sangat deras membasahi pipinya.

Karmina memegang pundak ibunya seraya berkata, "Nyak, percaya sama Mina. Mina nggak ngelakuin hal itu. Mina cuma mau nolong Gracia aja."

Bu Lela mengedikkan bahunya, berusaha mengenyahkan tangan si sulung. Karmina hanya tertunduk, tangisannya kian menjadi-jadi.

"Jadi, gimana? Apa Saudari Karmina bisa memberikan keterangan selanjutnya?" tanya Farhan, memandang Karmina.

Gadis berambut pendek itu segera menyeka air matanya. Sambil terisak-isak, ia menjelaskan, "Sudah saya bilang, saya nggak mendorong Gracia, Pak!"

Farhan mengembuskan napas, lalu memanggil rekan polisi yang kebetulan lewat di depan ruangannya. Seorang pria berseragam kepolisian itu memasuki ruangan Farhan, sambil sesekali melirik ibu dan anak yang sedang sama-sama menangis.

"Ada apa?" tanya anggota kepolisian itu.

"Bisa panggilin saksi yang kemarin dimintain keterangan nggak? Siapa tau dia punya bukti lain soal kematian Gracia," kata Farhan.

"Baik," ucap rekan Farhan, lalu bergegas pergi.

Belum sempat anggota kepolisian itu keluar dari ruangan Farhan, Dewa sudah tiba lebih dulu di sana. Karmina segera menoleh, memandang sang ketua OSIS yang sudah berdiri di ambang pintu. Gadis itu melihat ada secercah harapan dibawa oleh Dewa untuk menyelamatkan nama baiknya.

"Syukurlah, kalau begitu saya nggak perlu repot-repot pergi ke sekolah buat jemput kamu," kata anggota kepolisian yang baru saja keluar dari ruangan Farhan, menepuk pundak Dewa.

Sementara pria itu berlalu, Dewa bergegas masuk ke ruang penyidikan. Ditatapnya Karmina yang sedang menangis, lalu mengalihkan pandangan pada Farhan.

"Bu, Ibu duduk di bangku belakang dulu, ya. Saya perlu menanyai saksi berikutnya di sini," ujar Farhan pada Bu Lela.

Bu Lela mengangguk, kemudian duduk ke bangku yang dimaksud. Dewa duduk di sebelah Karmina, kemudian menaruh tangannya di meja dengan posisi saling mengepal.

"Dewa, kemarin kamu ada di lokasi kejadian juga, kan? Bisa diceritakan kembali kronologinya gimana?" tanya Farhan.

"Siang itu saya kebetulan baru mau pulang. Saya nggak sengaja lihat Gracia tiba-tiba jatuh dari gedung. Nggak lama kemudian, Karmina datang dengan tergesa-gesa menghampiri saya," jelas Dewa.

"Apa kamu nggak lihat Karmina mendorong Gracia dari atap gedung?"

Dewa menggeleng. Karmina kecewa, mendengar penjelasan sang ketua OSIS yang justru memberatkan dirinya.

"Saya mau tanya, Pak. Apa Bapak memanggil Karmina karena laporan dari keluarga korban mengenai video yang beredar?" tanya Dewa.

Farhan mengangguk. "Benar. Memangnya kenapa?"

"Coba Bapak teliti lagi video itu. Kalau perlu, minta bantuan tim siber untuk menyelidiki si penyebar pertama video. Saya merasa, ada kejanggalan di dalam rekaman itu," usul Dewa.

Farhan memicingkan mata. "Apa kamu meragukan keaslian video itu?"

Dewa mengangguk yakin. "Video itu sepertinya sudah diedit, Pak."

Farhan memutar kembali video yang diberikan oleh keluarga korban. Disimaknya baik-baik, hingga akhirnya memahami perkataan Dewa. Pria itu pun menyadari ada yang janggal pada video itu.

"Satu lagi, Pak. Kemarin waktu saya kembali ke TKP bersama penjaga sekolah, saya nggak sengaja melihat teman sekelas Karmina baru saja keluar. Namanya Zahra. Barangkali Bapak berkenan menyelidiki dia juga," imbuh Dewa.

"Kenapa kamu kemarin nggak bilang  kalau masih ada saksi lain?" tanya Farhan mengerutkan dahi.

"Karena saya nggak nyangka, kalau kasus kematian Gracia akan menjadi fitnah busuk semacam ini. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, Pak," tutur Dewa.

Mendengar jawaban Dewa, Karmina memandang sinis. Air mukanya tampak kesal, sampai-sampai Dewa tak berani menoleh sama sekali.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!