Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Arwah Mulan
"Mama!"
"Ma, Mama di mana?"
"Akhirnya Sisi pulang juga," ucap Anggun seraya tersenyum senang.
Ia memutar badannya hendak menutup pintu, namun tak disangka kalau dirinya bakal ditarik ke dalam kamar.
Brak!
Pintu tertutup sendiri, Anggun hanya bisa menjerit memanggil Sisi.
"Aaa .... Sisi!"
"Din, itu suara mama," ucap Sisi panik.
"Di lantai dua, jangan-jangan tante_"
"Jangan ngomong yang bukan-bukan, ayo kita lihat dulu!"
Mereka menaiki anak tangga dengan langkah cepat.
Sesuatu yang buruk sedang terjadi, soal kejadian beberapa tahun yang lalu bahkan belum menemui titik terangnya, kini ditambah masalah baru.
"Sisi, tolongin mama!" teriak Anggun dalam kamar mertuanya.
Sisi dan Andini sampai di depan kamar, mereka gegas membuka pintu.
Tidak disangka, ternyata pintu sudah terkunci dari dalam.
"Mama, pintunya enggak bisa dibuka!" seru Sisi.
"Jangan panik! Kita pasti bisa." Andini mencoba mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk membuat pintu itu terbuka.
Di dalam kamar, Anggun diperlihatkan sosok mengerikan. Makhluk itu berdiri dengan angkuh di depannya, tubuhnya tinggi hampir menyentuh langit-langit kamar, dua taringnya panjang keluar. Ia menyeringai menatap Anggun, wajahnya tak terlihat jelas karena Anggun tidak memfokuskan penglihatannya ke sana. Pandangan Anggun hanya fokus pada dua makhluk di belakang sosok mengerikan itu. Kedua mertuanya kembali dengan rupa mengerikan.
"Siapa kamu?" tanya Anggun.
"Akulah sosok yang selama ini menjaga rumah keluarga kamu, akulah yang mereka puja-puja. Sekarang aku datang kembali, aku ingin salah satu dari kalian menjadi pewaris dari ilmu Purnomo. Semua harta ini akan menjadi milik kalian, aku akan menjanjikan kalian hidup bergelimang harta. Hahaha..."
Anggun masih kaku, lidahnya terasa sulit untuk digerakkan. Dari belakang makhluk itu dia bisa melihat sosok kedua mertuanya, kenapa harus dirinya yang dihantui.
"Anggun, suami kamu harus melanjutkan apa yang telah kami mulai. Kalau kamu mau anakmu selamat, lakukan perintah kami," ucap bu Arum.
"Anggun enggak mau, Ma. Aku enggak mau harta kalian ini, aku mau pergi dari desa ini, dan aku enggak bakal ngebiarin mas Bachtiar menjadi pewaris dari harta kalian!" sentak Anggun. Dia bangkit berdiri, tapi makhluk itu menghempaskan tubuhnya dengan begitu kuat hingga membentur dinding.
Buk!
Anggun terjatuh dengan begitu kuat, sedangkan di luar, Sisi dan Andini masih berusaha membuka pintu.
Nasib baik pak Bachtiar sudah pulang saat itu, jadi dia segera mendobrak pintu kamar tersebut.
Brak!
Pintu terbuka lebar, Anggun terkapar dengan kondisi yang sangat lemah. Iblis dan kedua mertuanya menghilang begitu saja saat Bachtiar dan Sisi masuk.
Andini menajamkan indra penciumannya, ia berjalan menuju lemari. Gadis itu mencium bau mayat di sekitar tempat tersebut, hanya dia yang merasakannya. "Pasti ada sesuatu di sini,"lirih Andini.
"Ma, Mama enggak kenapa-kenapa kan?" tanya Sisi.
Pak Bachtiar membantu istrinya untuk bersandar, Anggun mengusap dadanya beberapa kali. Rasa perih dari punggung menembus hingga ke ulu hati, sekarang terasa sangat sesak.
Matanya tiba-tiba berembun, dia sudah tidak sanggup menghadapi itu semua.
Iblis itu pastinya tidak akan membuat mereka hidup dengan tenang.
"Pa, tadi aku ngeliat mama sama papa kamu. Mereka nyuruh kamu untuk meneruskan apa yang sudah mereka mulai, Pa. Kalau papa tidak mau, maka anak-anak kita bakal jadi korbannya." Anggun menangis dalam pelukan suaminya.
"Lukisan ini terlihat aneh," desis Andini.
Dia menurunkan lukisan tersebut dan meletakkannya di bawah.
"Tombol?"
Andini tidak menyangka kalau di balik lukisan itu ada sesuatu yang cukup rahasia. Dengan hati-hati ditekannya tombol tersebut.
"Andin, kamu lagi ngapain?" tanya Sisi saat menyadari Andini sedang berdiri di depan lukisan harimau itu.
Dinding bergerak, fokus mereka mulai teralihkan.
Tangga mulai terlihat, ternyata di sana ada sebuah ruangan rahasia.
Andini kembali menatap satu keluarga itu, semuanya jadi bingung.
"Ini ruang bawah tanah, di sana ada jasad kakek dan nenek kamu, Sisi." Andini menunjuk ke bawah tangga.
Lorong di sana sangat gelap, hanya tangga yang terlihat. Beranikah mereka masuk ke sana?
"Kakek jangan bohong sama Rendra," ucap Rendra kesal.
Sudah hampir satu jam lebih dia merayu kakek dan neneknya untuk mengatakan di mana letak kuburan pak Purnomo.
Tidak ada yang mau jujur padanya, Rendra merasa kalau waktunya terbuang sia-sia.
"Sudahlah, Kek. Rendra tidak butuh kejujuran dari kakek lagi, lagian di sana sudah ada Andini. Dia punya mata batin dan pasti bakal mengetahui secepatnya di mana letak jasad kakek dan neneknya Sisi. Tapi ada yang perlu Kakek dan Nenek ingat! Kalau sampai mereka tahu kalian sengaja menyembunyikan ini semua dari mereka\_"
"Baik .... Baik, Ren. Kakek dan nenek akan mengatakan yang sejujurnya sama kamu," sela ki Seto, " jasad pak Purnomo dan bu Arum memang belum dikebumikan, mereka ada di ruang bawah tanah di rumah itu," sambung ki Seto. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Rendra mendapatkan jawabannya juga.
"Apa cuma itu saja? Apa enggak ada hal lain lagi yang kami belum tahu, Kek?"
"Tidak ada!" jawab bi Iren begitu cepat.
"Tadi aku dan Sisi pergi menemui ibu mertuanya mbak Mulan. Mereka ternyata sudah pindah rumah," ucap Rendra. Matanya begitu tajam memperhatikan gerak-gerik sang nenek, bi Iren tampak gugup.
Ada yang beliau sembunyikan dari cucunya itu, kenapa begitu mendengar nama mertuanya Mulan, beliau jadi gelisah.
"Nenek nampak pucat, apa Nenek sedang tidak enak badan?"
"Pucat? Nenek sehat-sehat aja kok," jawab bi Iren.
"Kamu kenapa gelisah begitu, Bu? Kamu enggak kenapa-kenapa kan?" giliran ki Seto yang bertanya.
Rendra memperhatikan tangan sang nenek yang terlihat gemetar. Apa yang sebenarnya telah terjadi antara neneknya dengan bu Yati?
"Nek, di mana letak kuburannya mbak Mulan?"
Deg!
"Kenapa Rendra tiba-tiba menanyakan Mulan? tanya bi Iren membatin.
"Nek, kenapa bengong?"
Bi Iren tidak mempedulikan pertanyaan Rendra, beliau malah pergi menuju kamarnya.
"Nenek mau istirahat dulu," ucap bi Iren beralasan.
"Nek, obrolan kita kan belum selesai!" seru Rendra.
"Dilanjut besok aja!"
"Kek, apa ada yang nenek sembunyikan dari kita?" tanya Rendra pada ki Seto.
Ki Seto menghela napas panjang dan kemudian menggeleng. "Entahlah, Nak. Kakek juga tidak tahu," jawab ki Seto.
Setelah kedatangan Sisi dan dua temannya, bu Yati sangat gelisah, bayangan wajah Mulan terus menghantuinya.
"Lagi-lagi aku enggak bisa tidur," ucapnya kesal.
Bu Yati memutuskan untuk bangun dan duduk di ruang tengah sambil menunggu kepulangan sang adik.
"Gimana jadinya kalau memang benar ada orang yang sudah memanggil kembali arwah Mulan? Nyawaku sedang dalam bahaya, aku tidak ingin mati di tangan perempuan hina itu," tukasnya.
Sepasang mata di balik jendela yang tak tertutup gorden, ternyata sedang memperhatikan gerak-geriknya.
Tok
Tok
Tok
Buru-buru wanita itu melihat ke sekelilingnya, dia tidak tahu kalau suara ketukan itu berasal dari luar jendela.
Tok tok tok... Bu Yati masih belum menyadarinya, jantungnya berdegup semakin kencang.
Di saat kondisi sedang mencekam seperti ini, dia malah tinggal seorang diri di rumah.
Jleb!
Lampu mendadak padam, bu Yati berubah kaku bak patung. Ia tidak berani pindah dari sana, sekadar menggerakkan tangan saja sudah tidak sanggup. Mulut juga bungkam, tak lama setelah itu ada tangan yang menyentuh punggungnya dengan pelan.
Terus meraba tubuhnya hingga ke bahu, kemudian terhenti di sana. Ingin rasanya berbalik arah, tapi hati tidak yakin.
"Ya Tuhan, siapa yang sedang berada di belakangku?"
Kini bu Yati bisa merasakan kuku-kuku jari yang panjang meremas pundaknya. Ini menyakitkan, terus ditekan, menusuk kulitnya dan...
"Aaa..." jeritannya melengking seketika.
Bu Yati berlari sambil meraba-raba. "Siapa kamu? Pergi! Pergi jangan ganggu aku!" sentak bu Yati.
"Ibu .... Bu, di mana anakku, Bu?"
"Aku tidak tahu! Pergi kamu! Pergi!"
Bu Yati dilanda ketakutan yang luar biasa, dia tidak bisa melihat sosok makhluk itu. Yang pasti itu adalah Mulan, dia kembali dan menanyakan bayinya.
"Bu, kembalikan bayi aku, Bu!"
"Bayi kamu sudah mati! Pergi kamu! Aku tidak punya urusan lagi sama kamu, Mulan."
"Hihihi..."
Tawa cekikikan itu membuat bulu kuduk berdiri seketika, kenapa Mulan datang mencari bayinya? Bukankah dia sudah tahu kalau bayinya juga ikut dijadikan tumbal?
"Jangan menakuti aku, Mulan. Alam kamu sudah bukan di sini lagi, kamu sudah mati!"
"Aku ingin menjemputmu, Bu," jawab Mulan.
Lampu belum juga menyala, bu Yati masih meraba-raba jalan mencoba mencari pintu keluar. Dia ingin keluar dari rumahnya dan meminta pertolongan dari warga setempat.
Pindah rumah ternyata tidak membuat Mulan berhenti menerornya, sekarang bahkan semakin menjadi-jadi.
"Aku masih mau hidup, belum saatnya aku mati, pergi kamu!"
"Aku tidak akan membiarkan kamu hidup tenang, Bu. Kamu harus lebih menderita dari aku, hihihi..."
Tik
Tik...
Bu Yati menyentuh tetesan air yang jatuh mengenai wajahnya. Tangannya jadi gemetar, perasaannya tidak enak.
Itu bukan air, cairannya kental. Bu Yati menyentuh dengan jari telunjuknya lalu mendekatkannya ke hidung.
"Ini darah," ucapnya tegang, bau anyir darah semakin menyeruak memasuki rongga hidungnya.
Suara Mulan sudah tidak terdengar lagi, keadaan ini semakin menambah ketakutan di hati.
Deg deg deg...
"Mulan, berhenti menakuti saya!" Bu Yati memberanikan diri untuk bicara, meski hatinya kian takut.
Tak ada sahutan, sepi...
Suasana yang seperti ini malah membuatnya semakin merinding. Belum lagi listrik masih padam, Yati tidak tahu harus melakukan apa sekarang.
Akhirnya setelah sekian menit berlalu dalam keheningan tanpa suara Mulan, lampu kembali menyala.
Tik tik tik...
Darah semakin banyak yang menetes dan jatuh di dekat kakinya.
Bu Yati memberanikan diri untuk mendongakkan kepalanya ke atas secara pelan-pelan.
"Haaa..."
"Aaa..." jerit bu Yati, ternyata sejak tadi Mulan ada di atasnya. Dia merangkak di atas loteng dengan mata berdarah, seluruh isi perutnya terlihat keluar.
Mulan dengan beringasnya menarik bu Yati dan melemparkannya ke sudut dinding.
"Kurang ajar kamu! Kamu mau membunuh saya?"
"Ini pantas kau terima, Bu."
Dengan cepat tangan Mulan juga kukunya yang panjang dan tajam, mencakar tubuh wanita paruh baya itu.
Bu Yati tidak bisa lagi melawan, Mulan berubah sepenuhnya. Yang sekarang terlihat oleh bu Yati bukan lagi Mulan, tapi sosok Iblis yang sangat mengerikan. Makhluk itu tersenyum menyeringai menatap ketidakberdayaan dirinya, ini adalah akhir dari kehidupan bu Yati.
"Aku akan membalas perbuatan semua orang yang telah membuat aku menderita selama ini."
Setelah memastikan mertuanya mati, sosok Mulan menghilang dengan senyum menyeringai di wajahnya.
"Mbak, Mbak Yati!"
Lukman yang baru pulang dari warung terkejut melihat tubuh sang kakak yang sudah tak bernyawa.
"Apa yang sudah terjadi sama kamu, Mbak?"
Lukman menangis menjerit malam itu, Yati memang jahat sebagai mertua, tapi dia sangat baik dan penuh perhatian kepada Lukman sebagai sang kakak. Bagaimana mungkin kematian Yati tidak membuatnya menangis sepilu ini.
"Mulan, ini pasti Mulan pelakunya,"
lirihnya sambil memeluk jasad penuh darah yang sudah semakin dingin membeku itu.
"Aaa..." teriakan keras Lukman terdengar sampai keluar rumah, ada beberapa warga yang mendengar teriakannya itu, dan mereka langsung menuju ke kediaman bu Yati.