Wijaya Kusuma adalah putra kepala desa dari sebuah desa terpencil di pegunungan, dia harus menggantikan posisi ayahnya yang meninggal dunia sebelum masa jabatannya selesai. Sesuai dengan peraturan adat, anak lelaki harus meneruskan jabatan orang tuanya yang belum selesai hingga akhir masa jabatan.
Masih muda dan belum berpengalaman, Wijaya Kusuma dihadapkan pada tantangan besar untuk menegakkan banyak peraturan desa dan menjaga kehidupan penduduk agar tetap setia pada adat istiadat para leluhur. Apakah Wijaya Kusuma mampu menjalankan amanah ini dan memimpin desanya dengan bijaksana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minchio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Golok Sakti Ki Dayat
Wijaya berbicara sendiri, "apa yang terjadi di sini? Kenapa makam ini bisa rusak begini? Siapa yang melakukan ini?" tiba-tiba angin dingin berhembus kencang membawa suasana yang mendadak semakin mencekam. Wijaya merasa sesuatu yang aneh telah datang menghampirinya.
Tiba-tiba dari kegelapan, muncul sosok samar yang berdiri mematung menatap ke arah dirinya. Bukannya takut, Wijaya Kusuma malah berlari mendekati sosok itu.
Namun ketika semakin dekat dengan sosok tersebut. Tiba-tiba sosok itu perlahan menghilang, membuat Wijaya Kusuma termenung.
"Pak Arifin, apakah itu anda? Atau sosok lain? Kedatanganku ke sini untuk memeriksa kondisi makam, ternyata firasatku benar!"
Setelah berkata seperti itu tiba-tiba Wijaya Kusuma mendapat dorongan dari sesuatu yang tak kasat mata, tubuh Wijaya Kusuma yang kekar dan bertenaga bahkan terhempas ke tanah.
"Tenang, aku harus tenang. Hantu tidak bisa menyakiti manusia," ucap Wijaya mencoba menenangkan diri sendiri.
Wijaya Kusuma bangkit dan melihat sekeliling. Lalu tiba-tiba saja muncul sosok Pak Arifin dengan wujud yang sangat mengerikan, dia melayang dari atas ke bawah dan berdiri di depan Wijaya Kusuma.
Kali ini, Wijaya Kusuma mendadak takut. Bahkan sekujur tubuhnya bergetar hebat, dia tidak pernah melihat sosok hantu sebelumnya. Dan kali ini dia benar-benar melihat wujud mengerikan itu.
Sosok yang tampak solid, seperti manusia seutuhnya. Wijaya mundur perlahan lalu mencoba bangun, dia lalu memilih pergi meninggalkan kuburan.
Wijaya berlari dan sesekali menatap ke belakang. Untung saja sosok mengerikan itu tak mengejarnya. Wijaya Kusuma tidak pulang ke rumah, dia memilih pergi ke rumah Ki Dayat.
Wijaya Kusuma menggedor pintu Ki Dayat
Suara ketukan keras dari pintu rumahnya membuat Ki Dayat terjaga, matanya yang masih setengah terpejam mencoba menyesuaikan diri dengan kegelapan malam yang pekat.
Ki Dayat berjalan ke dapur dan mengambil obor serta sebuah golok tajam. Dalam hatinya dia bertanya-tanya: siapa yang mengetuk pintu rumahnya tengah malam seperti ini.
Saat Ki Dayat membuka pintu. Ia melihat Wijaya Kusuma berdiri di ambang pintu dengan ekspresi cemas dan nafas terengah-engah. Belum sempat keduanya mengobrol, Ki Dayat melihat sesosok mengetikan dan penuh aura dendam di belakang Wijaya Kusuma.
Sosok Pak Arifin menampakan wajah pucat, mata putih, dengan noda darah di sekujur badannya. Dan dia masih mengenakan pakaian yang sama dengan saat dia meninggal.
Ki Dayat tanpa kata-kata mendorong tubuh Wijaya kesamping lalu menebaskan goloknya ke arah sosok tersebut. Sosok Pak Arifin terlihat menghilang saat golok Ki Dayat hendak menghujamnya.
"Kemana kamu! Sini kalau berani, hadapi saya langsung! Kenapa kamu mengikuti pemuda ini!" tegas Ki Dayat.
Wijaya Kusuma terlihat kaget melihat aksi Ki Dayat, Setelah dirasa sosok itu tak muncul lagi, Ki Dayat lalu membawa Wijaya Kusuma masuk ke dalam rumah.
"Aki, tadi...." kata Wijaya Kusuma.
"Iya, itu sosok Pak Arifin. Dia mengikutimu sampai sini, kamu habis dari makam ya?"
"Iya, saya dari makam. Saya ingin memastikan makam Pak Arifin, ternyata makamnya sudah berantakan!" ungkap Wijaya Kusuma.
Ki Dayat menghela nafas, "seseorang pasti sudah menyimpan sesuatu di dalam makam itu."
"Maksud Aki? Sosok ini muncul karena ulah seseorang?" tanya Wijaya memastikan.
"Iya! Seseorang berusaha merusak suasana desa ini," jawab Ki Dayat.
"Apakah sosok itu bisa melukai kita, Ki?" tanya Wijaya ketakutan.
"Bisa, karena sosok itu merupakan setan yang disuruh menyerupai Arifin. Satu-satunya cara adalah dengan membongkar kembali makam dia."
"Baik, ki!" jawab Wijaya Kusuma.
"Malam ini, Jaya! Ambil pacul di dapur!" tegas Ki Dayat.
"Kenapa harus malam ini Ki? Kenapa tidak besok pagi saja setelah matahari terbit!"
"Lebih cepat lebih baik, jaya."
"Tapi Ki...." Wijaya nampak ketakutan membayangkan penampakan tadi.
"Wijaya, setelah ini kamu harus mempelajari ilmu tenaga dalam."
"Aki, saya tidak mau bisa melihat mahkluk halus!" tolak Wijaya.
"Kamu harus melakukan itu, jabatanmu di desa adat ini masih lama, kamu harus tahu, ada pihak-pihak yang ingin merusak desa ini. Dengan membuka mata hatimu, kamu akan lebih peka dan bisa menghadapi semua ini."
"Ki," ucap Wijaya Kusuma dengan tangan bergetar.
"Aki akan mengenalkanmu dengan seseorang yang tepat untuk menjadi gurumu,"
"Siapa? Apakah warga desa ini juga?"
"Tidak, dia tinggal bersama istrinya di tempat lain jauh dari desa ini, semakin ke dalam menembus hutan larangan."
"Siapa nama beliau?"
"Sabar, nanti akan Aki jelaskan. Sekarang, ayo kita ke makam, menggali kuburan itu."
"Ki, saya tidak berani."
"Wijaya Kusuma, badanmu kekar dan tegap tapi nyalimu seperti anak kecil."
Wijaya Kusuma lalu mengela nafas mencoba mengumpulkan keberaniannya, dia lalu pergi ke dapur untuk mengambil pacul. Keduanya lalu keluar dari rumah.
Wijaya Kusuma mengikuti langkah Ki Dayat dari belakang. Dia terlihat ketakutan melirik kiri dan kanan, berharap sosok mengerikan itu tak muncul kembali.
Ternyata nyali Wijaya Kusuma tidak sekuat yang ia kira, "kenapa kamu takut?" tanya Ki Dayat.
"Tadi, saat di makam itu, tubuhku seperti dibanting Ki," jawab Wijaya.
"Haha, itu karena kamu tidak memiliki ilmu kanuragan. Tubuhmu yang kosong tidak kuat menahan energi mereka."
"Memangnya siapa saja warga desa yang memiliki ilmu seperti itu?"
"Ada beberapa tapi itu rahasia, tapi bukan anak muda. Beberapa mantan Kepala Desa memiliki ilmu seperti itu, termasuk bapakmu."
"Oh," ucap Wijaya singkat.
Ki Dayat tanpa ragu dan takut melangkahkan kakinya menuju bukit tempat pemakaman warga desa adat. Dua nyala obor terlihat berjalan beriringan jika dilihat dari atas.
Wijaya melirik Ki Dayat yang penuh percaya diri, dia berfikir pasti Ki Dayat memiliki ilmu seperti itu, apalagi dia bisa melihat sosok gaib. Wijaya mulai berfikir jika dia juga harus memiliki ilmu batin yang mungkin kelak bisa membantu dirinya.
Apalagi beban menjaga Desa Talaga Seungit masih lama, "Ki, Aki bisa terawang tidak, siapa yang melakukan hal seperti ini ke makam Pak Arifin?"
"Tidak, Aki tidak memiliki kemampuan seperti itu," jawab Ki Dayat.
"Tapi Aki memiliki ilmu kanuragan kan?" tanya Wijaya takut.
"Tidak juga, Aki mah hanya bisa melihat mereka dan dengan keyakinan di dalam hati, aki bisa melawan mereka."
"Aduh, Ki! Saya malah jadi takut lagi, kita pulang saja Ki! Besok lagi ke makamnya!" Wijaya merengek minta pulang setelah tahu Ki Dayat tidak memiliki ilmu apapun kecuali hanya bisa melihat hantu.
"Eh, masa pulang. Ini sudah setengah perjalanan," kata Ki Dayat.
"Lantas kalau sosok itu kembali bagaimana, Ki?"
"Kan Aki bawa golok, nih!"
"Aduh cuma modal golok Ki, Goloknya cuma golok biasa kan?" tanya Wijaya.
"Wijaya! Menunduk!" teriak Ki Dayat.
Wijaya mengikuti arahan Ki Dayat, tiba-tiba saja sosok itu muncul dan terbang ke arah mereka, Ki Dayat kembali waspada dan mengacungkan goloknya.
"Ki, ada apa?" tanya Wijaya yang masih menunduk.
"Sosok tadi terbang ke arah kita, dia ingin merasuk ke dalam tubuhmu," jawab Ki Dayat.