NovelToon NovelToon
Edward : Balada Dari Bukit Gloosween

Edward : Balada Dari Bukit Gloosween

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Akademi Sihir / Dendam Kesumat
Popularitas:11.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mr 18

Edward, seorang anak yatim piatu, tinggal di panti asuhan yang menjulang tinggi di puncak Bukit Gloosween.

Meski tidak memiliki mana yang mengalir didalam dirinya, Edward tidak pernah patah semangat untuk menjadi yang terbaik.

Setiap hari, ia belajar sihir dan beladiri dengan penuh semangat dari Kak Slivia dan Lucy, menemukan kebahagiaan dalam kehidupannya meskipun tidak memiliki mana.

Namun, kehidupan Edward tiba-tiba berubah saat desanya diserbu oleh pasukan Raja Iblis, yang menghancurkan segala yang ada di desa itu, termasuk Kakak Silva dan teman-temannya.

Peristiwa tragis ini tidak hanya mengubah nasibnya, tetapi juga membawa Edward ke dalam petualangan yang gelap dan penuh tantangan untuk membalas dendam dan menyelamatkan apa yang tersisa dari dunianya yang hancur.

Lalu bagaimana Edward menghadapi semua itu ? Tantangan apa yang menghadang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr 18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 22 Pelatihan Berat

Di kamp yang sibuk dengan persiapan perang yang sedang berlangsung dengan intensitas penuh. Kak Lucy dan Kak Silvia, dua pemimpin yang dihormati, mengoordinasikan latihan yang tak kenal lelah untuk mempersiapkan pasukan.

Aku, yang baru saja bergabung, dituntut untuk mengikuti dua jenis pelatihan: bela diri di pagi hari dan sihir dari sore hingga malam.

Pagi hari ini, Kak Silvia memimpin dengan penuh wibawa. Kak Silvia berdiri tegak di depan barisan prajurit yang siap sedia, wajahnya penuh semangat dan mata memancarkan keberanian.

"Para prajurit yang saya cintai dan saya banggakan," ucapnya dengan suara yang lantang namun penuh kehangatan. "Hari ini kita berada di depan tantangan besar, tetapi saya percaya setiap dari kalian adalah pahlawan yang siap menghadapinya!"

Suara gemuruh terdengar dari barisan prajurit yang menunjukkan kesetiaan dan semangat mereka. Kak Silvia melanjutkan, "Latihan kita, kedisiplinan kita, dan semangat kita adalah senjata terkuat kita. Hari ini, kita tidak hanya melatih tubuh kita, tetapi juga melatih jiwa kita untuk menjadi lebih kuat, lebih tangguh, dan lebih siap dalam menghadapi segala rintangan."

Dia melangkah maju, tatapan matanya mengunci setiap prajurit. "Ingatlah, kita adalah satu tim, satu keluarga. Bersama-sama, kita akan menghadapi segala sesuatu yang menghadang dengan keberanian dan keyakinan. Jadilah pahlawan bagi bangsa ini, pahlawan bagi keluarga kita, dan pahlawan bagi diri kita sendiri, maka dari itu mulai hari ini kita akan meningkatkan latihan kita!"

Dengan suaranya yang lantang, dia menjelaskan rencana latihan yang terstruktur dengan jelas. "Kita akan membagi latihan menjadi enam bagian," ujarnya, tatapannya tajam menembus kehadiran setiap prajurit yang hadir.

"Pertama, kita akan memperkuat kemampuan fisik kita untuk menghadapi segala kondisi medan," lanjut Kak Silvia, sementara prajurit-prajurit mengangguk dalam setujuan.

 "Kedua, kita akan mengasah keterampilan bertarung tanpa kompromi. Kalian harus siap menghadapi lawan dengan keberanian dan kecerdasan."

"Ayo kita tunjukkan bahwa kita bisa!" seru seorang prajurit dari barisan belakang.

Kak Silvia tersenyum melihat semangat yang membara di antara pasukannya. "Ketiga, latihan ketangkasan untuk melatih refleks dan kecepatan kita. Keempat, latihan mental untuk mempersiapkan kekuatan pikiran dalam menghadapi tekanan. Kelima, kita akan mempelajari kelemahan dan kekuatan musuh kita dengan seksama."

Seorang prajurit bertanya, "ketua Silvia, bagaimana kita mengenali kelemahan musuh jika kita belum pernah bertemu mereka sebelumnya?"

Kak Silvia menjawab dengan mantap, "Kita memanfaatkan intelijen terbaik yang kita miliki dan mempersiapkan skenario-skenario yang mungkin kita hadapi. Ini adalah bagian dari kesiapan kita yang harus dilakukan dengan cermat."

"Dan terakhir," ujarnya, mengakhiri penjelasan, "latihan pernafasan untuk menjaga ketenangan dalam situasi yang tegang, dari semua itu apa kalian siap?."

"SIAP!" Para prajurit mengangguk serentak, menunjukkan kesiapan mereka untuk menyerap setiap instruksi Kak Silvia dengan sungguh-sungguh. Dengan latihan yang begitu mendetail dan intens, mereka siap menghadapi ancaman dari musuh dengan segala kekuatan yang mereka miliki.

"Ingatlah," tambah Kak Silvia, suaranya kini mengisi ruangan dengan kepercayaan diri yang membara, "latihan ini bukan hanya untuk kemenangan kita, tetapi juga untuk keselamatan orang-orang yang kita cintai di negeri ini. Kita berjuang tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi untuk masa depan kita bersama."

Kak Silvia melanjutkan dengan pidato yang membangkitkan semangat di antara prajurit yang hadir. "Hari ini kita memiliki kesempatan untuk bertumbuh dan mengembangkan kemampuan kita lebih jauh lagi. Setiap latihan adalah kesempatan untuk menjadi lebih kuat, lebih tangguh, dan lebih siap dalam menghadapi tantangan di depan kita. Saya bangga dengan semangat dan dedikasi kalian."

Prajurit-prajurit lainnya menyambut dengan tepuk tangan dan sorak-sorai yang penuh semangat. Aku merasa terdorong dan termotivasi oleh kata-kata Kak Silvia, siap untuk menyerap setiap pelajaran yang akan diajarkannya.

Dengan semangat yang berkobar-kobar, latihan dimulai, mempersiapkan setiap prajurit untuk menghadapi tantangan besar yang mengintai di cakrawala perang yang akan datang.

Setelah berkumpul di tengah lapangan latihan, senyum ramah Kak Silvia menyambutku dengan hangat. Cahaya matahari pagi memantulkan semangat di wajahnya yang berseri-seri, dan suara prajurit yang sedang bersiap untuk memulai latihan mengisi udara dengan kehangatan.

"Apa kabar, Edward ? Senang bisa melihatmu di sini," sapa Kak Silvia dengan antusiasme yang tulus.

"Apa kabar, Kak Silvia? Aku baik-baik saja, terima kasih," jawabku dengan senyum mengembang.

Kak Silvia kemudian mendekatiku dengan senyum yang lebih lebar, "Dan untukmu, Edward , hari ini adalah hari istimewa. Aku ingin memberikanmu latihan khusus langsung dariku. Ini adalah kesempatan untuk mengasah keterampilanmu dengan bimbingan langsung."

Saat dia selesai berbicara, aku merasa tidak sabar untuk memulai. "Terima kasih, Kak Silvia! Aku siap menerima tantangan apapun yang diberikan, aku akan melakukan yang terbaik," ucapku penuh semangat.

Kak Silvia tersenyum bangga, "Aku yakin kamu akan melakukannya dengan baik. Mari kita mulai sekarang."

Di bawah cakrawala yang biru, di tengah semangat prajurit yang menggelora, kami memulai latihan khusus itu. Aku merasa berada di jalur yang tepat untuk tumbuh dan berkembang menjadi prajurit yang lebih baik.

Namun, senyum itu segera tergantikan oleh kekaguman campur kekhawatiran saat Kak Silvia menjelaskan rincian latihan pertama.

Aku diminta untuk berlari mengelilingi kamp pertahanan yang kuat sebanyak 20 putaran, dengan tambahan gelang pemberat di pergelangan tangan dan kaki untuk meningkatkan tingkat kesulitannya.

"Apa ini benar-benar perlu, Kak?" tanyaku, menunjukkan gelang pemberat yang kini 2 pasang disetiap pergelangan, ini membuatku merasa hampir tak bisa bergerak.

Kak Silvia tersenyum, matanya penuh keyakinan. "Ini bukan hanya tentang fisik, tapi juga mental. Ini akan menguji ketahanan dan kekuatanmu sejati. Kita lakukan bersama, dan kita tidak berhenti sebelum waktunya."

Menggigit bibir, aku mencoba menahan rasa sakit karena tidak dapat menahan beratnya, aku menerima tantangan itu dengan hati-hati. Saat aku mulai berlari, tidak hanya kakiku yang merasakan beban, tapi juga hatiku yang dipenuhi dengan keinginan untuk berhasil.

Kak Silvia tidak hanya memberikan instruksi dari pinggir lapangan, dia juga berlari bersamaku, mengawasi setiap langkah dengan ketat.

"Edward, Kamu bisa melakukannya, tetap fokus!" ucapnya dengan tegas saat aku hampir menyerah di tengah perjalanan.

Setiap kali aku merasa putus asa atau hampir menyerah, Kak Silvia memberikan dorongan yang keras. Terkadang dengan pukulan ringan di pantatku dan kata-kata semangat yang tegas, dia membangkitkan semangatku kembali.

Dengan gerakan yang gesit dan penuh kekuatan, dia memimpin ku melalui serangkaian latihan fisik yang menuntut.

"Kita tidak boleh menyerah! Ayo, satu lagi!" pekik Kak Silvia dengan semangat yang menggebu.

Prajurit lain yang menyaksikan latihan itu terlihat kagum dan takjub. Mereka melihat pelatihan langsung oleh Kak Silvia bukan hanya sebagai pemimpin yang kuat secara fisik, tetapi juga sebagai sumber inspirasi yang tak terbantahkan.

"Aku belum pernah melihat latihan sekeras ini sebelumnya dan juga pemberat masing-masing pergelangan mereka, bagaimana mereka bisa bergerak dengan beban seberat itu? ," bisik salah satu prajurit yang berdiri di Di pojok lapangan.

"Sungguh luar biasa, dia benar-benar memberikan segalanya dalam setiap latihan," bisik salah satu prajurit, mata mereka tak lepas dariku yang sedang bersusah payah untuk terus berlari.

"Pernahkah kalian melihat semangat bocah itu? Apa latihan keras yang membuatnya begitu kuat hingga menyamai kekuatan pak John," kata salah satu prajurit dengan penuh kagum.

"Aku ingin memiliki dedikasi seperti bocah itu. Semangatnya sungguh menginspirasi," jawab yang lain, mengangguk setuju.

Seketika puluhan prajurit mengikuti kita dari belakang, semangat mereka terbakar setelah melihat kami latihan bersama.

Kak Silvia tersenyum." Kak apa yang membuatmu tersenyum? " Ucapku sambil terus berlari.

" Aku menyukai tekad mereka, ini yang kusebut latihan sebenarnya, kau lihat tadi mereka iri dengan kemampuan fisik bocah sepertimu, ini membangun setiap prajurit untuk iri satu sama lain dalam hal latihan dan ketrampilan." Ucap kak Silvia dengan mata penuh semangat.

" Kalu begitu aku tidak akan menyerah." Ucapku degan penuh semangat.

Ini bukan hanya tentang menguji tubuhku, tapi juga tentang menguatkan tekad dan semangatku untuk menghadapi tantangan. Pengalaman ini mengubah pandanganku tentang latihan militer menjadi lebih dalam dan bermakna, berkat bimbingan dan dukungan Kak Silvia yang tiada duanya.

Aku mengikuti latihan keras di bawah bimbingan Kak Silvia, seorang instruktur yang tegas namun penuh dedikasi. Setiap putaran latihan diwarnai dengan tantangan berat yang menguji ketahanan ku.

Namun, banyak dari rekan-rekan prajurit itu, termasuk aku, gagal dalam perjalanan. Pada putaran ketujuh, aku itu tiba-tiba pingsan di tengah latihan.

Kak Silvia segera bereaksi, menempatkan ku di tepi jalan sambil memberinya air dan handuk untuk menghilangkan kelelahan.

 Ketika aku akhirnya sadar, tubuhku terasa kaku dan sakit, mirip seperti saat pertama kali mengenakan gelang pemberat. Meskipun demikian, dengan tekad yang tak tergoyahkan, Aku bertekad melanjutkan latihan.

"Dengar," ucap Kak Silvia dengan suara hangat namun tegas, "kamu sudah memperlihatkan kemajuan yang bagus hari ini. Bangunlah, ambil air itu, dan biarkan tubuhmu beristirahat sejenak."

Aku mengangguk lemah, mengambil botol air dengan gemetar, dan meminumnya dengan lambat. "Terima kasih, Kak Silvia," ucapku, sedikit tersendat karena kelelahan. "Saya berpikir saya tidak bisa melanjutkan."

"Tentu kamu bisa," sahut Kak Silvia tanpa ragu. "Semua orang punya batasnya, tapi yang membedakan prajurit yang baik adalah keteguhan hatinya untuk tetap maju walaupun terluka. Kamu sudah menunjukkan itu hari ini."

Dengan dorongan dari Kak Silvia, aku akhirnya bangkit dengan susah payah. Langkahnya gontai saat aku melanjutkan latihan, tubuhku memberontak terhadap kelelahan dan rasa sakit yang memenuhi setiap ototnya. Kak Silvia tetap berlari di sampingku, memberikan semangat dan dukungan yang sangat dibutuhkan.

"Kamu sudah sangat dekat," kata Kak Silvia sambil mengatur nafasnya. "Tiga putaran lagi. Kamu bisa melakukannya, percayalah pada dirimu sendiri."

Aku hampir menyerah saat kakiku hampir tidak mampu lagi bergerak, namun melihat keteguhan Kak Silvia yang terus berlari di sampingku memberikan kekuatan tambahan.

Dengan nafas tersengal-sengal dan keringat bercucuran, aku menyelesaikan tiga putaran terakhir dengan tekad yang teguh.

Setelah hari yang melelahkan dari latihan fisik yang intens dengan Kak Silvia, senja mulai merambat di langit, menyisakan cahaya keemasan yang memancar di antara pepohonan yang lebat di kamp. Aku duduk di bawah pohon beringin yang kokoh, merenungkan pengalaman yang baru saja kualami.

Kak Silvia mendekatiku dengan senyum bangga di wajahnya, memecah kesunyian yang hening. "Kamu luar biasa hari ini," ucapnya, suaranya hangat namun penuh penghargaan. "Pengalaman ini akan mengubahmu menjadi prajurit yang lebih kuat. Kembali ke pangkalan dengan bangga."

Senyumku melebar mendengar pujian dari Kak Silvia. Meskipun tubuhku terasa lengket oleh keringat dan otot-ototku mungkin masih mengeluh, aku merasa bangga atas pencapaian ini. Latihan hari ini bukan sekadar tentang melatih fisik, tetapi juga menguji ketahanan mental dan semangatku yang tak tergoyahkan.

"Aku sangat berterima kasih, Kak Silvia," ucapku dengan tulus. "Saya tidak akan pernah melupakan hari ini."

Kak Silvia mengangguk, matanya penuh dengan kebanggaan atas perkembanganku. "Kamu sudah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Jangan pernah ragu untuk menghadapi tantangan, Edward. Semangatmu adalah sumber inspirasi bagi kami semua."

Kami duduk bersama di bawah cahaya senja yang meredup, merenungkan betapa jauh perjalanan yang telah kami tempuh hari ini. Dalam keheningan tersebut, aku merasa lebih dekat dengan Kak Silvia, bukan hanya sebagai instruktur yang tegas, tetapi juga sebagai kakak yang menginspirasi dan penyemangat di medan latihan yang keras.

Pengalaman ini telah mengubah pandanganku tentang latihan dan kesiapan militer. Lebih dari sekadar mempersiapkan tubuh untuk fisik yang prima, latihan ini juga membangun karakter dan semangat kesatuan yang kuat di antara kami.

Kami berdua duduk di bawah pohon, menikmati momen tenang setelah latihan yang menguras tenaga. Di balik keramaian kamp yang sibuk dengan persiapan perang, kami merasa aman dalam kebersamaan kami dan siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.

"Terima kasih telah memilihku untuk latihan khusus ini, Kak Silvia," ucapku, mencoba mengungkapkan rasa terima kasihku yang mendalam.

Kak Silvia tersenyum lembut, matanya menerawang jauh ke horison yang mulai memudar warnanya. "Kamu layak mendapatkannya, Edward. Aku percaya kamu memiliki potensi besar." Ucap kak Silvia memuji ku.

" Kak Kok lama sekali, Kak Lucy datangnya?" Ucapku bingung.

Kak Silvia menghela nafas. " Biarlah dia, mungkin ada kesibukan lain."

Aku menatap Kak Silvia." Apa kita tinggal kan dia saja?". Kak Silvia mengangguk." Sudahlah biarakna dia menyusul kita." Ucap kak Silvia sedikit kesal.

Kami melangkah meninggalkan kamp pertahanan, namun ketika melangkah menjauh, Dari kejauhan, kami melihat kak lucy berlari dengan cepat mendekati kami. Senyumnya merekah begitu dia sampai di sisi kami, "Maafkan aku atas keterlambatan ini, teman-teman," ucapnya sambil mengatur nafasnya.Kak Silvia menghela nafas pelan penuh rasa kesal.

Aku tersenyum ramah, menyembunyikan rasa kesal, "Kami baru saja berangkat juga, jadi tidak masalah. Bagaimana keadaanmu, Kak Lucy?"

"Baik-baik saja, terima kasih," jawabnya sambil melangkah beriringan dengan kami menuju panti asuhan di bawah langit senja yang mempesona.

Di perjalanan pulang, aku memutuskan untuk memanfaatkan kesempatan ini. "Kak Lucy, bisakah kamu jelaskan lebih dalam tentang sihir yang belum kukuasai ? Aku ingin memahaminya dengan lebih baik."

Kak Lucy mengangguk, senyumnya yang hangat memancar. "Tentu saja, Edward. Ini kesempatan bagus dan juga menghemat waktu ku, jadi kita sekarang akan belajar Sihir bilah angin." Ucap kak Lucy penuh semangat, Membuatku tidak sabaran ingin belajar.

Kak Lucy berjalan sambil merapalkan mantra, "ini adalah bilah angin, teknik yang memanipulasi energi alam untuk menciptakan semacam pisau angin yang tajam yang berguna untuk serangan jarah jauh maupun dekat, target yang mengenai bilah angin akan mendapatkan luka gores yang lumayan dalam. Caranya kau Fokuskan energi murnimu di telapak tangan dan bayangkan kehadiran bilah angin di depanmu."

Aku mendengarkan dengan penuh perhatian saat dia menjelaskan teori di balik sihir itu. Setelah dia selesai, aku mencoba mempraktekkannya. Beberapa kali percobaan awalku gagal, namun aku tidak menyerah.

Kak Silvia memberikan semangat, "Teruslah mencoba, Edward. Kamu hampir sampai!"

Aku mengumpulkan energi dalam diriku sekali lagi, menarik napas dalam-dalam, dan memvisualisasikan bilah angin yang tajam seperti pisau di udara.

Kali ini, aku merasakan getaran energi yang tepat. Di hadapan kami, bilah angin muncul dengan cepat, memotong pohon didepan kami dengan kecepatan yang menakjubkan.

Kak Silvia dan Kak Lucy terkejut melihat kemajuanku. "Wow, Edward! Kamu benar-benar menguasainya dengan cepat," ucap Kak Lucy dengan penuh kagum.

Aku tersenyum, merasa bangga dengan pencapaian ini meskipun aku tahu masih ada banyak hal yang perlu dipelajari. "Terima kasih atas bimbingannya, Kak Lucy. Aku tidak akan bisa melakukannya tanpa bantuanmu dan Kak Lucy ."

Kak Silvia tersenyum, matanya penuh dengan kebanggaan. "Kamu memiliki bakat alami walaupun tanpa mana, Edward. Jangan sia-siakan potensi itu."

Perjalanan pulang ke panti asuhan berlangsung dengan semangat yang tinggi, penuh dengan cerita tentang petualangan sihir kami hari ini.

Aku merasa optimis dan terinspirasi untuk melanjutkan latihan dan eksplorasi sihir dengan lebih dalam lagi di ketika sampai dipanti asuhan.

1
Lhe
sukaaa banget
夢見る者
hmm, mayan sih
Darkness zero
up nya lama sekalinya up langsung belasan chapter
Muhammad Rama: Sory bang lama up nya/Frown/, gw juga ada kesibukan jadi nggak bisa up sehari langsung belasan/Sob/, sabar bang pasti up kok setiap hari
total 1 replies
Ulin Nuha
menarik
Gundaro
Total likenya kok janggal? like 151 tapi gak ada komentar, apakah author ngebom like?
wondervilz`
Jangan lupa mampir di karyaku yg berjudul , Life saver the series system
Aili
lanjut Thor!!/Determined//Determined/
Muhammad Rama: Siap /Hey/
total 1 replies
Aili
dah mampir nih/Determined//Slight/
Muhammad Rama: Tanks kak
total 1 replies
Aili
1 /Rose/+ 1 iklan untukmu thor/Determined//Determined/
Muhammad Rama: Oke /Joyful/
Aili: saling² membantu kakak ~/Proud/
total 3 replies
Hudan Nafil
Thor, jaga kesehatan ya? Jangan terus nulis sampe lupa makan dan ridur
Fawwas Tholib
Selalu berkarya thor
Dirhan Saputra
Tetap up bang
Amir Syamlan
Thor jangan lupa istirahat 😂
Ahmad Faldi
Semangat berkarya kak👍
hide my smile
up lah buset
hide my smile: wkwkkwkkk🗿🗿🗿
Muhammad Rama: Sabar bang, gue insyaallah pasti up tapi sehari sekali🤣
total 2 replies
Taru
Sippp mulai seru nih
Taru
Seru banget bang, tolong terus UP gw pasti nungguin setiap hari. /Tongue/
Taru
Hmmm menarik 😜
꧁གMSHKཁ꧂
Bagus banget 😍, pembawaan ceritanya bagus banget, seakan-akan kita jadi edward
꧁གMSHKཁ꧂
Kasihan banget Edward 😭 padahal dia sudah berharap banget dapat kekuatan. Dasar Destrover sialan😡
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!