Karena sebuah kesalahan dimasa lalu yang dilakukan oleh mendiang Ayahnya, Asha merasa bersalah dan mengorbankan dirinya untuk menebus dosa mendiang Ayahnya dengan mendonorkan salah satu ginjalnya pada Rain De Costa.
"Jika orang bertanya mengapa aku yang merasa bersalah padahal semua itu adalah perbuatan Ayah ku ? Apa kalian pernah merasakan bagaimana disayangi melebihi apapun di dunia ini oleh seorang Ayah ? kebaikan dan ketulusan hatinya itu membuat aku ikut andil di dalam kesalahan dan dosa yang ia lakukan."
Kebaikan yang diberikan oleh Asha membuat Rain jatuh cinta meskipun dirinya sudah menikah dengan wanita lain.
Meskipun mereka terhalang jarak dan waktu ternyata Tuhan memiliki rencana yang lain keduanya dipertemukan kembali dalam sebuah insiden dimana Rain harus menyelamatkan Asha dari tangan Pria lain. Hingga keduanya jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.
Lantas seperti apa kehidupan rumah tangga Asha dan Rain ? simak ceritanya jangan lupa like dan komentar kalian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi KD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 MENCOBA
“Kenapa diam saja ? Apa kau tidak menyukai ku ?” tanya Rain lagi menatap wajah Asha seolah menginginkan Asha untuk menerima dirinya.
Namun dengan cepat Asha memberikan jawabannya yang membuat Rain diam dan kemudian tersenyum manis.
“Aku mau menjadi istri mu, Paman. Sejak kau menyelamatkan aku, aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menyerahkan seluruh hidupku padamu. Aku percaya kau sosok pria yang memang ditakdirkan Tuhan untuk ku. Aku menyukai mu Paman, aku mencintai mu. Tapi aku sadar diri selama ini siapa diriku, aku hanya seorang putri dari seorang pembunuh.”
Asha menundukkan pandangannya hingga meneteskan air matanya entah bagaimana menjelaskan perasaannya kini karena menurutnya terlalu berlebihan jika ia bisa dimiliki oleh Rain.
Walau bagaimana pun cinta yang Asha rasakan untuk Rain tak sebanding dengan hal buruk yang pernah Daddy nya lakukan, menculik bahkan membuat Rain terbaring tak sadarkan diri begitu lamanya. Andai dulu ia tak mengetahui prihal Rain dari salah satu anak buah Daddy nya, entah bagaimana nasib Rain jika Asha tak mendonorkan salah satu ginjalnya, mungkin ia tak bisa melihat Rain seperti sekarang.
“Orang tua mungkin memiliki latar belakang suram di masa lalu, tapi kau harus bahwa perbuatan buruk mereka hanya mereka yang menanggung dosanya. Karena anak-anak mereka suci tak ikut andil di dalamnya. Mereka yang berdosa bukan dirimu, Asha.”
Jawab Rain kali ini ia menatap gadis berusia tujuh belas tahun tersebut seakan penuh beban di dalam hidupnya, Rain tahu apa yang Asha pikirkan, sebuah penyesalan. Penyesalan karena perbuatan mendiang Ayahnya dan juga sebuah penyesalan mengapa Asha harus memiliki Ayah seorang pembunuh.
Asha kali ini terisak dalam tangisannya jujur saja lidahnya seolah terasa kelu untuk mengucapkan kata demi kata yang keluar dari mulutnya untuk membalas ucapan Rain padanya.
‘Apa aku pantas untuk pria sebaik dirimu, Paman.’ Batin Asha ia hanya bisa mengucapkannya dalam hati.
“Kau selalu pantas untuk ku, dan aku percaya padamu.” Ucap Rain kemudian seolah Rain mengetahui apa yang barusan Asha ucapkan dalam hatinya.
“Pa..paman..tapi aku..” ucapan Asha terputus saat detik berikutnya Rain tanpa permisi mengecup bibirnya.
Cup
Rain melepaskan ciumannya dan memegang dagu Asha agar menatap dirinya hingga mereka saling menatap satu sama lain dari jarak yang hanya terhalang hidung mereka.
“Kau bilang jika kau mencintai ku, bukan ? terimakasih, aku tak perlu jawaban yang lainnya.” Rain menarik tubuh Asha masuk ke dalam pelukannya. Ia mengelus rambut Asha seraya menenangkan gadis tersebut.
... ……….....
Satu minggu berlalu, sejak pembicaraan serius diantara Asha dan Rain malam itu. Hubungan mereka semakin dekat bahkan mereka memulainya dengan cara berpacaran terlebih dahulu, untuk mengenal lebih jauh satu sama lain.
Salah satu hal yang Rain lakukan sudah satu minggu ini adalah dirinya tak lagi bekerja lembur dan banyak menghabiskan waktunya di kantor, ia membawa separuh pekerjaannya ke apartement dan pulang dari kantor siang hari, karena ingin bersama dengan Asha.
Mala mini Rain telah memasak untuk makan malam dirinya dan Asha, kali ini Rain ingin memasak sendiri tanpa bantuan seorang koki, karena Rain ingin memberikan sebuah kejutan untuk Asha.
Setelah masakannya selesai dimasak dan menatanya di atas meja. Ia kemudian berjalan menuju kamar Asha dan membuka pintu kamar Asha yang ia dapati Asha tengah fokus mengerjakan pekerjaan sekolahnya.
Rain berjalan secara perlahan tanpa terdengar tapak kakinya agar Asha tak mengetahui keberadaannya. Saat dirinya sudah berada di belakang tubuh Asha, ia memeluk tubuh mungil Asha hingga Asha terkejut.
“Kau masih lama ?” Rain mengeratkan pelukannya pada perut calon istrinya.
“Sedikit lagi, Paman.” Asha menggigit bibirnya jelas saja ada rasa risih di hatinya saat Rain memeluk dirinya, bukan dirinya tak menyukai Rain tapi ia masih belum terbiasa dengan sikap pacaran orang dewasa.
“Bisakah kau merubah panggilan ku ?” pinta Rain karena menurutnya sebutan Paman untuk dirinya tidak cocok baginya, cukuplah Amara yang memanggilnya dengan sebutan tersebut.
“Aku harus memanggil apa ?” jawab Asha bingung.
“Daddy ! panggil aku Daddy !”
“Daddy ?” ulang Asha karena menurutnya panggilan tersebut cukup aneh tapi jika dipikir-pikir memang benar Rain sudah seharusnya dipanggil dengan sebutan tersebut jika ia sudah memiliki seorang anak sesuai dengan usianya.
“Baiklah, Daddy Rain.” Jawab Asha yang kemudian keduanya saling terkekeh satu sama lain.
... …………...