NovelToon NovelToon
DENDAM KESUMAT

DENDAM KESUMAT

Status: tamat
Genre:Horor / Misteri / Balas Dendam / Iblis / Identitas Tersembunyi / Dendam Kesumat / Tamat
Popularitas:563.5k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

“Aku mohon! Tolong lepaskan!”
Seorang wanita muda tengah berbadan dua, memohon kepada para preman yang sedang menyiksa serta melecehkannya.

Dia begitu menyesal melewati jalanan sepi demi mengabari kehamilannya kepada sang suami.

Setelah puas menikmati hingga korban pingsan dengan kondisi mengenaskan, para pria biadab itu pergi meninggalkannya.

Beberapa jam kemudian, betapa terkejutnya mereka ketika kembali ke lokasi dan ingin melanjutkan lagi menikmati tubuh si korban, wanita itu hilang bak ditelan bumi.

Kemana perginya dia?
Benarkah ada yang menolong, lalu siapa sosoknya?
Sebenarnya siapa dan apa motif para preman tersebut...?

***

Instagram Author: Li_Cublik

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dendam : 31

Tubuh Herman menghantam tanah becek, berguling-guling hingga telungkup. Kaos putih bersih yang ia kenakan seketika berlumpur.

Hist … Herman meringis, dadanya terasa nyeri. Mulutnya lagi-lagi mengutuk. “Hujan Terkutuk!”

Jedder!

Bunyi guntur menggetarkan bumi, kilat menyambar, warna merahnya terlihat menakutkan.

Dengan susah payah Herman berusaha duduk, posisinya menyamping. Bibirnya menyunggingkan senyum saat melihat siluet tubuh menembus rinai hujan.

“Tolong!” Ia melambaikan tangan, ada secercah harapan merasuk dalam hati, setidaknya dirinya tidak harus pulang dengan berjalan kaki.

Sebab motor Pendi, sudah pasti rusak parah. Terlihat setangnya terlepas dari badan.

Lamat-lamat sorot berbinar itu mulai bergetar. Sampai si empunya mengusap wajah agar bisa melihat jelas.

“Sawi_tri? Tak mungkin dia!” Ia usap lagi kasar wajahnya, penglihatannya pun menjadi lebih jelas. “Sawitri!”

Sosoknya sama persis saat terakhir dirinya tak sadarkan diri. Kaos koyak hingga perut, tali bra putus, memperlihatkan salah satu buah dada yang pucuknya nyaris putus. Langkah kaki Sawitri pincang, mata bengkak, hidung mengeluarkan darah segar.

“Setan!” Herman ketakutan, tangannya menopang berat tubuh, setengah membungkuk dia berlari.

Ha ha ha … Sawitri tertawa, lengkingannya mengalahkan suara hujan. Tetap melangkah tenang seraya menyeret kapak, gulungan tali tambang terkalung di bahunya.

Bugh!

Herman kembali tersungkur, pandangannya mengabur, dia melihat Sawitri ada di segala penjuru arah.

“Argghh! Tolong!” Telinganya ditutup rapat.

“Kau butuh pertolongan, ya? Sini aku tolong!” Sawitri memanggul kapaknya, menjatuhkan tali tambang.

“Kau bukan dia! Dia telah mati!” Herman menggigil, suaranya bergetar hebat, mencoba memberanikan diri menatap, meskipun pandangannya tak lagi fokus.

“Dia siapa? Wanita lemah yang kau perkosa, ya? Lihatlah ini! Bukankah dulu kau begitu gemas sampai menggigitnya hingga nyaris putus. Apa tak ingin merasai nya lagi, kang Herman?” suara Sawitri mendayu.

“Lastri?!” Herman mengenali nada merdu khas gadis kembang desa dari kota.

Seketika sosok Sawitri berubah menjadi Lastri.

“Aku pasti sudah gila!” Tangannya memukuli kepala. Merasa dipermainkan, membuat amarahnya menyeruak. Ia bangkit hendak menyerang.

“Siapapun kau! Tak sepatutnya menampakkan diri. Sama saja dengan menghantarkan nyawa!” Tinjunya melesat. Setiap kali menyerang, sosok Sawitri menghilang dan berpindah posisi, membuat Herman bak orang kehilangan akal sehat.

Suara tawa Sawitri bertambah melengking diiringi kilatan cahaya halilintar.

Tubuh Herman limbung, matanya bergerak liar, tapi tetap saja tidak dapat menjatuhkan lawan, mengenai saja tidak.

Sawitri mengayunkan bagian tumpul kapak, memukul kepala Herman. Sekali hentakan tubuh tinggi tegap itu rubuh, langsung tidak sadarkan diri.

“Lemah! Satu kali pukulan langsung tumbang! Cuih!” Sawitri meludahi wajah Herman, mengambil tali tambang. Kedua pergelangan kaki salah satu antek juragan Bahri itu diikat menjadi satu.

Layaknya menyeret kayu, seperti itulah Sawitri menarik tubuh Herman. Tali tambang dia pikul, sama sekali tidak terlihat keberatan. Pun, saat harus melewati parit, masuk ke dalam semak ilalang.

Entah seperti apa rasa perih yang akan Herman alami, kaosnya koyak, kulitnya tergores ilalang tajam, sisa-sisa batang kayu dipotong menusuk-nusuk dagingnya.

Hujan masih turun dengan derasnya, guntur menggelegar, kilat menghiasi langit gelap, membuat pola zig-zag.

.

.

DUAR!

Uhuk … uhuk.

Tubuh Ki Jaya terpelanting menabrak dinding kayu rumahnya. Dia batuk darah, seluruh tubuhnya menggigil hebat.

Tungku pembakaran kemenyan meledak, bara arang tercecer di lantai kayu. Ki Jaya kalah, tenaga dalamnya terkuras habis, ruh nya yang tadi berkelana di alam bawah sadar babak belur.

“Aku belum pernah merasakan kekuatan sedahsyat ini. Auranya mematikan, sebenarnya siapa dia?” Di sekanya bibir yang mengeluarkan darah segar, dadanya sakit luar biasa.

Dalam penglihatannya, ada yang menghalangi saat dia berusaha menghentikan hujan badai. Namun, sosok itu hanya berupa asap hitam, melesat dengan kecepatan luar biasa, menyerangnya tanpa ampun.

Di tempat lain.

Ni Dasah meludah darah. Tubuhnya melemah tapi tidak kalah, menang telak. Dialah yang mendatangkan hujan badai, merusak pesta pernikahan Hardi dan Ayu.

Kunti langsung membantu dukun penganut ilmu hitam itu, memapahnya. Berjalan pelan hingga berada di depan mulut gua tertutup tumbuhan merambat.

“Jangan ada yang mengganggu waktuku bersemedi. Kau tolonglah Lastri menghabisi Herman. Pelindung hutan ini sudah ku perkuat! Sehingga kokoh selama aku memulihkan tenaga dalam.”

“Baik, Ni!”

Saat Ni Dasah sudah masuk kedalam gua, Kunti kembali ke gubuk menunggu kedatangan Lastri.

***

“Kami menuntut ganti rugi! Juragan dan pak Lurah harus bertanggung jawab!” Salah satu pedagang yang gerobaknya rusak parah, berteriak lantang sembari mengepalkan tangan tinggi-tinggi.

Cuaca sudah kembali normal, tapi kekacauan belum teratasi. Rumah yang selama ini menjadi lambang kemakmuran, kesombongan juragan Bahri, porak-poranda.

Rangka besi berserak, tenda teronggok jauh. Taplak-taplak meja sebagian hangus terbakar, hidangan lezat berhamburan menyatu dengan tanah, peralatan gerobak makanan hingga alat makan memenuhi area hajatan, pelaminan hancur tidak berbentuk.

“Tenang! Tenang, bapak-bapak dan seluruh warga. Saya selaku Lurah, berjanji akan bertanggung jawab. Mengganti kerugian ini!” Suaranya menggelegar, meyakinkan, tapi hatinya meradang. Tangannya terkepal erat di dalam saku celana bahan.

Bahri tidak jauh berbeda, topeng tebal yang selama ini dia kenakan, memainkan peran menjadi sosok bersahaja, berwibawa, kali ini tidak mampu menyembunyikan ekspresi sebenarnya. Kata marah saja tidak cukup, lebih dari itu, dia murka.

“Kami tunggu bukti nyatanya! Akibat acara terkutuk ini! Kami rugi besar, dalam satu minggu kedepan tak bisa berdagang, mencari nafkah untuk keluarga!”

“Bukan cuma pedagang saja yang merugi. Lihatlah kami ini! Terluka, terkena seng melayang, rangka tenda, belum lagi banyak dari kami terinjak-injak! Pak Lurah, pak Kades, juragan Bahri, nyonya Samini, wajib membayar biaya pengobatan, dan santunan!”

“Benar! Kami juga menuntut keadilan!”

Tidak cukup sampai disitu, pihak Mua, pemilik hiburan beserta para biduan, ikut menuntut ganti rugi.

Senyum culas yang tadi mengembang, membanggakan diri dikarenakan berhasil mengelabui para warga perihal biaya pesta, kini berbalik menyerang menjadi bumerang.

"Bila tahu seperti ini kejadiannya, lebih baik kami tidur di rumah. Bukannya bersuka ria, malah tertimpa musibah. Pesta yang katanya spektakuler, pertama kali dan hanya ada satu-satunya di tanah transmigrasi, ternyata mendatangkan malapetaka!"

"Huuhh!"

Sorak sorai para warga bagaikan kotoran yang dilemparkan ke wajah pemilik pesta. Semua mengumpat, menggerutu, bahkan menyumpahi, menyesal telah hadir.

Terlihat pengantin wanita yang penampilannya mirip orang-orangan sawah, tengah menangis hebat. Riasan wajahnya luntur, area bawah mata menghitam.

Satu persatu satu para warga meninggalkan area pesta, tanpa peduli tatapan tajam para penguasa.

.

.

Pria yang tadi pingsan, mulai mengerjapkan mata, kepalanya sakit luar biasa.

Herman mencoba menggerakkan anggota tubuh, tetapi sesuatu aneh dia rasakan.

"Huwwaaa! Hewan apa ini?!"

.

.

Bersambung.

1
Nisa Nisa
sama aja, demi apapun kalau yg dipuja iblis ya sesat jg namanya.
Begitulah manusia ada yg diuji dgn harta atau penderitaan semua berpulang bgm manusia menjalani ujian itu, bersyukur atau takabur bersabar atau mengikuti nafsu
Nisa Nisa
sdh deh bakal diantar ke hutan larangan 🤣🤣
Nisa Nisa
ini perang sesama pemuja iblis. dan iblis pun tertawa krn makin banyak teman ke neraka 🤣🤣
Nisa Nisa
utk memotong motong manusia 🤬
Nisa Nisa
setan mana mau rugi, manusia aja gk ada yg gratis sekarang ini pertolongannya apalagi kunti. semua tumbal itu gk akan dimakan hanya jalan agar manusia makin jahat pada sesama manusia dan menumpuk dosa utk memastikan menemani mereka ke kerak neraka
Emi Widyawati
bagus sekali
Nisa Nisa
logika alur cerita ini bgm?
kejadian 15 th yg lalu.. td aku berasumsi masa umur Sawitiri baru 15 th udah kawin, eh keterangan selanjutnya saat kejadian umurnya 5 th oke jd umur Sawitri 20 th. kenapa kemudian dia mencari kakaknya, cerita ini lompat atau bgm kok aku bingung dibagian mana disebut ada kakaknya,
Cublik: Umur Sawitri saat kejadian Kakak dan orang tuanya, masih lima tahun.

Dan cerita ini dibuat saat umur Sawitri 20 tahun, baru beberapa bulan menikah dengan Hardi.

Ada kok semua ulasannya, Kak.
Terima kasih sudah membaca karya sederhana ini.
total 1 replies
Nisa Nisa
jebakan setan berhasil, satu lg manusia mau jd budaknya
Nisa Nisa
anak setan lah. Anak Nini mungkin korban entah juragan Bahri entah Hardi.
tp yg mati gk bisa balik ke dunia lagi, yg gentayangan ya setan.
emma mahriana
ceritanya ngeri2 sedap, ada rasa takut tp tetep penasaran & tetep lanjut baca
mksh thor
Ass Yfa
centenge Juragan yg rudapaksa Sawitri ternyata
Ass Yfa
mampir thor...baru bab pertama udah ngeri...ditunggu pembalasan Sawitri
ttp semangat othor
emma mahriana
bayanganku Gareng itu burung gagak , iya ngga thor, maaf kl slh
Cublik: Bukan Kak.

Ada di bab berapa gitu, aku sertakan fotonya 😊
total 1 replies
emma mahriana
/Sob//Sob//Sob/ othooor /Sob//Sob//Sob/
Nisa Nisa
sehinga hina kematian adalah bunuh diri, Allah murka dan tak bakal mencium bau surga. Sesakit apapun jgn terlintas keinginan bunuh diri.
Nisa Nisa
benar juga ejekan preman di depan Sawitri suami lembeknya bisa apa, sarjana gk berguna ujung-ujungnya di ketiak orang tua jg
Nisa Nisa
anak sendiri disiksa.. dasar berhati iblis
Nisa Nisa
kok sdh tahu mereka mertua Hardi?
apa Hardi barusan bicara atau diam-diam mereka sdh tahu dan menyuruh preman kampung itu biar menggugurkan kandungan Sawitri dgn cara keji begitu.
Nisa Nisa
ternyata tukang sabung ayam juga... 😰
emma mahriana
astagfirullah ya Allah kejam banget si jurigan edan ni
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!