NovelToon NovelToon
Cintaku Kepentok Bos Dingin

Cintaku Kepentok Bos Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir / Angst
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Erika Ponpon

Nagendra akankah mencair dan luluh hatinya pada Cathesa? Bagaimana kisah selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erika Ponpon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23

Malam itu, lampu-lampu kota menyala temaram dari kejauhan. Cathesa duduk di dalam mobil yang dikemudikan sopir pribadi Nagendra, tangan gemetar sedikit saat merapikan lipstik yang sudah di-touch up entah berapa kali. Ia mencoba bersikap biasa saja, tapi dalam hatinya—sebuah parade kupu-kupu pesta.

Begitu tiba di restoran atap hotel bintang lima, suasananya begitu elegan dan hangat. Musik jazz mengalun pelan, dengan city light berkerlip di kejauhan. Cathesa nyaris tidak berkedip melihat Nagendra berdiri menunggunya di dekat meja, mengenakan kemeja hitam yang dilipat rapi di lengan. Gila. CEO dingin ini bisa juga tampil seperti cover majalah gaya hidup premium.

“Silakan duduk,” ucap Nagendra datar, menarik kursinya.

“Terima kasih, Pak—eh, Nagendra…” jawab Cathesa gugup.

Mereka makan dalam hening beberapa saat. Lalu, tiba-tiba Nagendra bicara tanpa menatapnya, “Kamu selalu begini gugup kalau di dekatku?”

Cathesa tersedak sup krim. “Nggak… ya… ya nggak juga sih… mungkin iya…”

Nagendra akhirnya tersenyum tipis. Bukan senyum sinis seperti biasanya. Tapi senyum yang… hangat? Mata Cathesa membulat. Dalam hati, dia membatin: Jangan-jangan dia manusia juga?

“Jadi,” lanjut Nagendra, meletakkan sendok. “Kenapa kamu pakai lipstik warna baru malam ini?”

Cathesa hampir menjatuhkan sendoknya. “Lho, emangnya kamu tahu warna lipstik aku sebelumnya?”

“Sekretaris yang duduk di luar ruanganku setiap hari. Aku bukan buta warna,” jawabnya datar, namun entah kenapa terdengar seperti flirting gaya CEO dingin.

Sementara itu, di tempat lain…

Rey menatap layar HP-nya. Story Cathesa barusan muncul: foto blur candlelight dinner, tapi cukup jelas terlihat siluet lelaki di seberangnya.

Bibir Rey menegang. Ia tertawa kecil, pahit.

“Selamat makan malam romantis, Cath,” gumamnya sambil meremas bungkus cokelat wafer di tangannya.

Kaleng soda di sampingnya belum dibuka. Karena dia tahu, malam ini, hatinya yang mengembang… bukan karena soda.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Setelah makan malam, Nagendra dan Cathesa berdiri di rooftop restoran. Angin malam menyapa lembut wajah mereka, gemerlap lampu kota membentang di bawah.

“Kota ini indah ya…” gumam Cathesa pelan, menatap lampu-lampu gedung yang berkelip seperti bintang jatuh.

“Indah, kalau dilihat sama orang yang pas,” jawab Nagendra singkat.

Cathesa menoleh pelan. “Itu… gombal?”

“Fakta,” sahutnya tanpa ekspresi, tapi matanya menatap Cathesa lama, dalam. Terlalu dalam.

Suasana jadi hening. Bukan hening yang canggung. Tapi hening yang… menegangkan.

Cathesa melirik ke bawah, jari-jarinya sibuk mengelus tali tas kecil yang digenggam. “Terima kasih untuk malam ini, Nagendra. Aku nggak nyangka kamu bisa… sehangat ini.”

Nagendra hanya mengangguk. Ia mendekat selangkah. Dan selangkah lagi. Sampai wajah mereka nyaris hanya sejengkal.

Jantung Cathesa berdebar kacau. Eh, dia mau ngapain sih—

Nagendra menunduk sedikit, memiringkan kepala… dan mendaratkan bibirnya di bibir Cathesa.

Cathesa membeku. Terkejut.

Tapi… dia tidak menolak.

Satu detik… dua detik… sampai akhirnya dia memejamkan mata.

Dan membalas.

Ciuman itu lembut. Ragu. Tapi lama-lama jadi dalam dan menggetarkan. Seperti keduanya sedang membuka pintu yang lama mereka kunci rapat-rapat.

Saat keduanya menarik diri perlahan, Cathesa hanya bisa menatap Nagendra, napasnya sedikit tak teratur.

“Aku…” bisiknya pelan, hampir tak terdengar.

Nagendra menatapnya, pandangannya tajam tapi penuh gejolak. “Aku nggak bisa berhenti mikirin kamu akhir-akhir ini.”

Cathesa membuka mulut, tapi belum sempat berkata apa pun—

“BRAK!”

Pintu atap mendadak terbuka.

Ravel, Ilham, dan Kenzo muncul bak trio badut yang salah pintu. Ravel langsung refleks angkat ponsel ingin merekam momen mereka.

“YAH GILA KETEMU MOMEN EMAS NIH!” serunya.

Ilham tertawa lebar. “Fix, bro. Ini bukan CEO dingin lagi. Ini CEO baperan!”

Kenzo hanya angkat alis sambil nunduk nahan ngakak. “Jadi… ciuman di rooftop, huh? Udah kayak ending drama Korea,ini fix… lo beneran naksir Cathesa?” Lanjut Kenzo santai, cuek.

Nagendra mengerang pelan, menutup muka dengan telapak tangan. “Kalian tuh kenapa merusak segalanya Hah!”.

Cathesa hanya bisa tertunduk malu, sementara trio absurd itu malah santai aja ngeloyor masuk, rasanya ingin menghilang dari bumi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di ruangan Nagendra tiga tuyul sahabatnya sedang berkumpul di sana. Mereka habis membahas kerja sama bisnis antara perusahaan mereka.

“Gue udah duga,” gumam Nagendra, menatap layar ponselnya. Sosmed kantor mulai ribut. Komentar sinis, bisik-bisik karyawan… semua efek dari satu rumor yang ditebar.

“Adeline,” desisnya pelan.

Ilham yang sedang duduk santai di sofa pojokan ruang kerja Nagendra langsung nyeletuk, “Lo mau gue bikin akun palsu buat ngadu domba online? Gue jago loh.”

Nagendra mendelik. “Gue butuh solusi, bukan tambah ribut.”

Kenzo menyender ke jendela. “Jadi lo mau benerin citra Cathesa atau… lo udah siap ngumumin kalau lo emang ada rasa sama dia?”

Nagendra diam. Menatap jendela. Lalu menoleh ke arah foto-foto tim kantor yang tergantung di dinding. Salah satunya Cathesa senyum lebar. Sederhana. Tapi… bikin dia nggak tenang.

“Alesha,” ucapnya tiba-tiba. “Dia bisa bantu.”

Ravel masuk dengan gaya sok penting, lempar jaket ke kursi. “Gue tadi ketemu Adeline di parkiran. Tatapannya… kayak mau lempar gue ke jurang.”

Ilham ngakak. “Makanya, jangan terlalu cakep, Vel.”

Nagendra berdiri. “Gue bakal urus ini.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Nyonya Anneliese berdiri di balkon kamarnya, wajah dinginnya menatap layar tablet.

“Dia makin berani,” gumamnya. “Gadis biasa itu… mencemarkan nama anakku.”

Tuan Alejandro duduk di kursi baca. “Anneliese, jangan terlalu keras—”

“Tidak,” potong Nyonya Anneliese. “Pernikahan Nagendra dan Adeline akan berlangsung tepat waktu. Dan gadis itu… harus keluar dari kehidupan anak kita.”

…….

Pagi itu kantor terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena AC, tapi karena tatapan-tatapan aneh dari rekan kerja yang mulai berbisik saat Cathesa lewat.

Suara sepatu haknya menggema di lorong, tapi yang terdengar jelas di telinganya justru…

“Itu dia yang deket sama Pak Nagendra, kan?”

“Iya, katanya sih numpang naik jabatan.”

“Pakai muka polos padahal licik juga ya…”

Cathesa berhenti di depan ruangannya. Tangan yang memegang map bergetar. Bibirnya mengatup, tapi matanya… mulai memerah.

Dia tahu ini pasti ulah Adeline. Dan yang lebih menyakitkan, semua orang percaya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sore itu…

Karyawan sudah berkumpul. Wajah-wajah penasaran dan bisik-bisik terus berdengung di ruangan. Beberapa mengira ini akan jadi teguran untuk Cathesa.

Namun, saat pintu terbuka dan Nagendra masuk, semua langsung hening.

Dengan langkah tenang dan mata setajam laser, Nagendra berdiri di depan.

“Ada rumor yang berkembang di kantor ini,” ucapnya, suaranya tenang tapi menusuk. “Tentang sekretaris saya,tentang hubungan pribadi yang katanya dia manfaatkan untuk kariernya.”

Ruangan mulai gelisah.

“Saya tidak biasa ikut campur urusan gosip,” lanjutnya, “Tapi saya tidak akan diam kalau itu menyasar staf saya secara personal.”

Dia berhenti sebentar, lalu melanjutkan, “Cathesa tidak naik jabatan karena kedekatan. Tapi karena dia kompeten. Dan… jika ada yang merasa iri, silakan keluar dari perusahaan ini sekarang juga.”

Suara gaduh langsung pecah di kepala para staf.

Nagendra menatap tajam ke arah kerumunan, lalu berkata, “Dan satu lagi.”

Semua menahan napas.

“Saya akan menyelesaikan semua bentuk intimidasi di kantor ini. Termasuk yang dilakukan oleh orang dalam yang menyebar rumor. Saya pemilik perusahaan ini dan saya akan langsung mengambil tindakan tidak peduli itu siapa.” Suara dingin Nagendra.

Cathesa yang berdiri di belakang Rey,menatap Nagendra dengan mata berkaca-kaca.

Dia tidak tahu harus merasa lega… atau takut, karena satu kalimat terakhir Nagendra

“Karena ini bukan cuma urusan pekerjaan… ini tentang orang yang saya sayangi.”ucap Nagendra tanpa menoleh ke arah Cathesa.

1
Rian Moontero
lanjuutt🤩🤸
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!