Rebecca Alveansa adalah seorang model cantik yang lagi naik daun. Karir yang bagus harus terhenti sejenak karena kejadian yang tak terduga.
Ia terjebak cinta satu malam bersama seorang pria yang tak dikenalnya, sehingga membuatnya hamil dan melahirkan dua bayi kembar yang terpaksa ia rahasiakan keberadaannya.
Apa yang terjadi selanjutnya? Siapakah pria itu? Apakah sang bayi dapat bertemu dengan sang Ayah? Baca kisahnya hanya di sini ya!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neoreul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BRSM 22
Seorang pria keluar dari mobil dan melihat semua kekacauan. Banyak karyawan yang melihat kekacauan tersebut.
Evelyn pun menoleh ke arah pria tersebut, lalu dia berteriak. "Uncle baik."
Pria tersebut menoleh ke arah suara dan ia pun terkejut melihat gadis kecil yang pernah ia temui sebelumnya. "Hai gadis manis," seru Reigner dengan wajah berbinar.
Evelyn melepaskan tangan satpam yang mencengkeramnya dan berlari menuju ke arah Reigner. "Uncle," teriak Evelyn senang. Dia melompat ke arah Reigner dan memeluknya.
"Hei, apa Uncle tidak salah lihat? Kenapa kamu bisa ada di sini manis? Kamu tahu ini seperti mimpi bagi Uncle," seru Reigner tak percaya.
Evelyn tersenyum senang. Dia mencium pipi Reigner dengan lembut. "No Uncle. Ini nyata, Uncle tidak bermimpi."
Semua orang yang ada di situ merasa heran. Bosnya yang terkenal dingin itu bisa luluh terhadap anak kecil yang tidak tahu asal-usulnya. Terlebih lagi Caroline dia melihat adegan itu dengan tatapan sinis. Dia melihat Evelyn seperti seorang musuh.
Evelyn melepaskan pelukannya. Dia membalikkan badan lalu melihat Caroline dan juga satpam tadi. "Uncle, sebaiknya Uncle pecat saja satpam dan Bibi galak itu. Mereka sangat kasar terhadap anak kecil. Uncle tahu? Bibi galak itu tadi menampar wajah Kakakku."
Caroline dan semua orang tertegun melihat keberanian Evelyn yang menyuruh bos dingin itu secara sembarangan. Reigner menatap Caroline dan satpam itu secara bergantian. Tatapan dingin itu mampu membuat semua orang menundukkan kepala.
Evelyn berlari ke arah sang Kakak. Dia menyuruh Excel untuk memperlihatkan wajahnya kepada semua orang. "Kakak, buka maskermu. Tunjukkan pipimu yang merah karena ditampar oleh Bibi galak itu."
Evelyn menudingkan jari telunjuknya ke arah Caroline yang masih berdiri terpaku. Sedangkan Excel menolak perintah adiknya yang meminta untuk membuka masker.
"No Evelyn. Aku tidak akan membuka masker ini," seru Excel pada adiknya.
Evelyn semakin gemas dan tidak sabar. Dia ingin menunjukkan wajah sang Kakak pada semua orang. Hanya dengan melihat wajah Kakaknya lah semua orang bisa tahu kalau mereka berdua pasti anak dari pemilik perusahaan.
"Kakak please! Don't say No!" ucap Evelyn, kemudian dia menarik paksa masker Kakaknya.
"No, Evelyn," teriak Excel. Namun terlambat, maskernya sudah terlepas.
"Uncle, see! Pipi Kakakku memerah karena ditampar oleh Bibi galak itu," seru Evelyn dengan nada kejam.
Semua orang terkejut melihat wajah Excel yang sangat mirip dengan wajah pemilik perusahaan. Reigner sendiri seperti melihat dirinya sewaktu kecil dulu.
"Uncle lihat, wajah tampan Kakakku jadi memerah. Pasti rasanya sakit sekali," ucap Evelyn dengan nada memelas.
Melihat semua orang terkejut membuat Evelyn senang. Dia merasa kalau rencana itu sudah berhasil. Reigner berdiri lalu berjalan menghampiri Excel yang berdiri di samping adiknya. Sesampainya di depan mereka, Reigner berjongkok dan menatap wajah Excel dengan lekat. Dia memegang pipi yang bersemu merah itu.
"Apakah rasanya sangat sakit?" tanya Reigner pada Excel.
Excel hanya diam tak bisa mengeluarkan suaranya. Dia hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Reigner.
"Ayo ikut Uncle masuk ke dalam. Pipimu harus di kompres biar tidak bengkak. Wajah tampanmu ini sangat penting," ucap Reigner dengan tersenyum.
Jantung Excel berdegup kencang melihat senyuman pria yang ada di depannya. Reigner menggandeng kedua anak kembar itu untuk masuk ke dalam. Namun, bukan Evelyn namanya jika tidak membuat drama dulu.
"Uncle, wait! Kakiku sakit, lihatlah! Tadi Bibi galak itu mendorong ku dari sana dan aku terjatuh. Lihat lutut ku lecet. Uncle gendong aku ya! Kakiku terlalu sakit untuk berjalan," ucap Evelyn dengan manja.
Mata Caroline semakin melotot melihat drama gadis kecil itu. Sedangkan Reigner tahu alasan Evelyn yang bersikap demikian.
"Ayo sini, Uncle gendong kamu! Kira-kira Uncle kuat tidak ya! Soalnya badan kamu kan ....!"
"Stop! Jangan bilang aku gendut, Uncle! Nanti aku bisa marah!" ucap Evelyn menyela perkataan Reigner.
Reigner tertawa melihat sikap lucu Evelyn. Semua orang terpesona melihat senyuman itu. Bagi karyawan senyuman itu sangatlah langka terjadi dan mereka semua hampir tidak pernah melihatnya.
Kini Evelyn berada di gendongan Reigner. Dia sebenarnya sangat lelah sekali. Namun dia harus memerankan drama itu secara totalitas.
"Uncle, jangan lupa ya! Hukum Bibi galak itu. Uncle tahu aku tidak suka, Uncle dekat-dekat dengan Bibi galak." Evelyn selalu memprovokasi Reigner agar menindak sikap Caroline.
"Baiklah nanti Uncle akan hukum Bibi galak untukmu gadis manis," sahut Reigner dengan gemas.
Evelyn memeluk Reigner dengan rasa sayang. "Terima kasih Uncle baik."
Caroline masih berdiri di tempat. Dia masih bingung dengan apa yang dilihatnya. Pikiran aneh menyerbu ke dalam kepalanya.
"Aku tidak mungkin salah lihat. Bagaimana bisa wajah anak itu mirip sekali dengan wajah Reigner? Tidak itu tidak mungkin. Selama ini Reigner tidak terlibat skandal dengan siapapun. Pasti itu hanya kebetulan saja," gumam Caroline dalam hati.
Reigner terus berjalan masuk ke dalam kantor. Sepanjang perjalanan, seluruh pandangan karyawan tertuju pada Excel yang berjalan dengan tegap diam tanpa ekspresi. Sifat bos asli terlalu mendominasi.
Evelyn hanya merasa bangga karena berada dalam gendongan Reigner. Dia sangat senang karena semua orang memperhatikan sang Kakak.
"Yes, rencanaku berjalan dengan lancar. Kini tinggal berlanjut ke sesi berikutnya yaitu mempertemukan Daddy dengan Mommy," ucap Evelyn dalam hati.
Evelyn bertanya pada Reigner. Dia terus mencari perhatian. "Ruangan Uncle apa masih jauh?"
"Sebentar lagi sampai manis. Kenapa kamu lapar?" tanya Reigner.
"Yes im hungry, very hungry!" jawab Evelyn dengan muka memelas.
Reigner tersenyum kembali. "Oke nanti Uncle akan pesan makanan kesukaanmu dan juga ice cream favoritmu."
Mendengar kata ice cream membuat mata Evelyn berbinar, "Mau, aku mau ice cream."
"Iya, gadis manis nanti Uncle akan belikan untukmu."
Di tempat lain.
Rebecca sedang berjalan mondar-mandir dengan bingungnya. Dia frustasi belum menemukan keberadaan anak kembarnya.
"Excel, Evelyn kalian dimana Sayang? Jangan membuat Mommy khawatir," ucap Rebecca dengan sangat cemas.
"Nona lebih baik kita hubungi polisi saja," sahut Paulina.
"Iya Nona mungkin lebih baik begitu, kita lapor saja pada polisi," ucap Paman Abrein menambahkan.
Rebecca masih berpikir keras. Dia tidak bisa membuat laporan begitu saja. Masih banyak yang dia pertimbangan ketika melakukan wajib lapor.
"Lapor itu mudah Paman, Bibi. Tapi posisiku sekarang, mereka yang ada di sini tidak tahu kalau aku sudah mempunyai anak. Aku bingung harus membuat keputusan yang seperti apa?"
Rebecca duduk sembari meremas rambutnya. Dia tidak ingin terjadi hal yang buruk terhadap kedua anaknya.
"Excel, Evelyn kalian dimana Nak? Jangan membuat Mommy khawatir. Mommy tidak bisa hidup tanpa kalian."
Air mata menetes membasahi pipinya. Rebecca terisak sedih, dia benar-benar kacau kali ini. Hidup jadi berarti semenjak kehadiran Excel dan Evelyn dalam setiap harinya. Jadi Rebecca sangat takut jika kedua anaknya tak ada di sampingnya.