"Aku bersumpah akan membalas semua penghinaan dan rasa sakit ini."
Tivany Wismell, seorang penipu ulung dari dunia modern bertransmigrasi ke zaman peradaban China kuno. Mengalami ketidakadilan dan nasib yang tragis, Tivany menolak menyerah dan akan membalas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tulus?
"Kalau terlambat nanti pelayan sudah bangun, aku ingin memasak makanan yang ingin aku makan. Ini resep rahasia milikku, jadi akan lebih puas jika aku memasak sendiri. Aku akan memberikannya juga padamu karena sudah menemani ku." Meyleen berbalik dan berjalan mundur dengan ceria.
"Perhatikan jalanmu." Wei menegur.
"Hmph! suka sekali mengomel." Meyleen berbalik ke depan dan berjalan dengan kesal.
Wei melihat ekspresi ngambek Meyleen yang menurutnya lucu, dia mati-matian menyangkal keimutan itu. Dia tidak boleh terlena, karena Meyleen masih mencurigakan.
Sampai di dapur, Meyleen mengeluarkan daging segar dan aneka macam sayuran. Dia ingin membuat bakwan, sudah lama dia tidak memakannya dia jadi merindukan gorengan legendaris ini.
"Duduklah di sana, temani aku dan jangan pergi kemana-mana." Ucap Meyleen.
Wei duduk mengamati dengan seksama, Meyleen terlihat sangat cekatan saat memotong aneka sayuran. Bahkan saat menumbuk bumbu halus dia terlihat sangat mahir, membuat Wei semakin bertanya-tanya.
Setelah adonan bakwan selesai, Meyleen mulai menyiapkan tungku untuk memanaskan minyak. Tapi sayangnya, Meyleen tidak tau cara menyalakan api karena tidak ada korek atau semacamnya.
"Bagaimana cara menyalakan api?." Heran Meyleen.
"Kau bisa memasak tapi tidak bisa menyalakan api?." Heran Wei.
"Tidak ada pemantik api ataupun korek, mana mungkin aku bisa mengeluarkan api dari tanganku." Heran Meyleen.
"Apa itu?." Wei heran, dia membantu menyalakan api, dengan cara menggesek antar kayu kering hingga memunculkan api.
"Woooww primitif." Batin Meyleen syok.
"Astaga, sepertinya aku akan mati kelaparan jika begini caranya menyalakan api." Syok Meyleen.
Setelah api menyala dan minyak mulai panas, Meyleen menggoreng bakwan dengan wajah gembira. Dia sudah tidak sabar memakannya, sungguh dia sangat merindukan makanan lezat ini.
"Apa disini ada kacang tanah?." Tanya Meyleen, berpikir membuat sambal kacang.
"Entahlah." Jujur Wei.
Meyleen malas mencari, jadi dia mengurungkan niatnya karena lagipula disini pasti belum ada kecap. Meyleen sibuk menggoreng bakwan, Wei terus mengamati apalgi ekspresi Meyleen yang terlihat tidak sabar untuk memakannya.
"Wooaahhhh akhirnya selesai juga, ini dia makanan lezat itu." Meyleen membawa piring ke arah Wei.
Meyleen mengambil satu yang masih panas, dia menggigitnya sedikit demi sedikit karena sudah tidak sabar. Meyleen tersenyum berbinar cerah, dia menyodorkan nya pada Wei untuk ikut mencicipi.
Melihat Meyleen yang terlihat sangat senang, Wei jadi reflek membuka mulutnya. Dia bisa merasakan sensasi hangat, renyah, gurih dan lezat dari makanan buatan Meyleen.
"Bagaimana? enak tidak?." Meyleen excited.
"Enak." Jawab Wei tersenyum tipis, sangat tipis.
"Benar kan!!! karena itu aku menyukainya. Apa Soso belum bangun? dia juga harus mencicipinya." Meyleen celingukan.
"Kau ingin berbagi makanan dengan pelayan?." Heran Wei.
"Dulu Soso juga membagi makanannya denganku. Dia sangat baik jadi jangan menyakiti nya, dia sudah melakukan banyak hal untukku." Ucap Meyleen jadi sedih.
"Sebenarnya kehidupan seperti apa yang sudah kau jalani. Apa kau sering kelaparan?." Heran Wei.
"Ya, karena keuangan rumah di pegang istri ke dua Ayahku aku tidak pernah mendapatkan jatah uang bulanan. Bahkan di larang meminta makanan ke dapur, aku dan Soso menanam tumbuhan liar di halaman Paviliun. Kita hanya mengandalkan diri sendiri untuk bisa makan, aku merasa bersalah padanya yang jadi ikut hidup susah karena melayaniku." Ucap Meyleen sedih, ini cerita asli yang ada di ingatannya.
"Bukankah mereka keterlaluan, sebenci apapun seharusnya tidak melarang makan." Ucap Wei.
"Entahlah, karena itu aku senang bisa keluar dari rumah neraka itu. Disini aku bisa makan sampai kenyang, makanannya juga enak-enak apalagi aku memiliki suami yang tampan." Meyleen tersenyum cerah, memperlihatkan gigi putihnya yang rapih.
"Kau lupa kemarin bilang tidak mau hidup denganku?." Wei mengungkit.
"Iya jika kau tidak setia." Meyleen mengangguk.
"Dasar aneh, jadi kau memuji tergantung suasana hatimu?." Ucap Wei.
"Iya, hahahah." Meyleen mengaku.
Yue dan Wei berbincang dengan ceria, Wei terlihat tenang mendengarkan dan menatap Meyleen, sambil sesekali menyaut dan menerima suapan Meyleen. Sedangkan Meyleen terlihat bercerita banyak hal dengan ekspresif, mungkin mereka cocok jika sedang seperti ini.
"Astaga Nona, apa saya terlambat bangun?." Soso datang dengan terkejut, semakin terkejut karena ada Wei juga di sana.
"Maaf Tuan, saya benar-benar terlambat bangun saya akan bangun lebih pagi besok." Soso merasa takut.
"Tenanglah Soso, aku baru saja membuat resep baru. Kemari lah cicipi masakanku." Meyleen melambai pada Soso.
"S-saya_
"Kemarilah, ajak juga pria di belakangmu itu." Ucap Meyleen.
"Eh? pria?." Soso menoleh ke belakang karena tidak sadar.
Ternyata Kin juga datang, padahal Kin sejak tadi mengamati dari jauh interaksi Tuannya dengan Nona asing yang tiba-tiba di nikahi. Melihat ada pelayan datang, dia jadi ikutan datang untuk melihat lebih dekat.
"Saya hanya sedang berpatroli." Ucap Kin.
"Wah kebetulan sekali, kau harus mengisi perut dan menghangatkan tubuhmu saat cuaca masih dingin begini. Soso tolong berikan beberapa potong padanya." Ucap Meyleen dengan ramah.
"Baik nona." Soso bergerak cepat.
Kin menerima karena tidak sopan jika menolak, dia lanjut berpatroli karena sang Tuan sudah memberi kode. Soso juga mencicipi dan memuji masakan Meyleen, dia jadi ingin bisa memasak makanan aneh juga.
"Jadi apa saja tugasmu di sini Soso?." Tanya Meyleen.
"Hanya menyiapkan keperluan anda, seperti menyiapkan sarapan, makan siang, malam atau cemilan. Saya juga akan menemani anda kemanapun, selayaknya pelayan pribadi." Ucap Soso.
"Siapa yang memberimu upah? aku kan miskin." Meyleen murung.
"Tuan yang menggaji saya, lalu tusuk rambut emas yang sempat saya simpan sudah saya cuci dan saya letakan di laci meja rias Anda." Ucap Soso memberitahu.
"Wahh terimakasih banyak Soso." Meyleen merasa puas.
"Tusuk rambut apa?." Heran Wei.
"Aku sempat menyelundupkan tusuk rambut emas untuk pegangan kita saat kabur, aku berpikir kau benar-benar sendirian dan tidak punya apa-apa. Jadi aku membawa ini untuk pegangan kita hidup, meskipun menjadi gelandangan setidaknya kita bisa membeli makanan layak." Jujur Meyleen.
"Kau..." Wei terkejut, tidak menyangka Meyleen begitu tulus memikirkan itu.
"Bahkan setelah tau semua yang akan terjadi jika menikah denganku pun, kau tetap tidak menolaknya?." Heran Wei.
"Karena aku dan Soso sudah tidak kuat lagi di rumah itu. Memiliki kesempatan keluar dari sana adalah anugrah besar, jadi memang niat hati kami untuk pergi." Ucap Meyleen.
"Kau terlalu nekad, bagaimana jika kau berakhir mati?." Wei tidak habis pikir.
"Ya artinya takdir kami memang mati, itu juga lebih baik daripada hidup tersiksa terus-menerus. Aku sangat bersalah pada Soso, padahal dia masih memiliki kesempatan pergi tapi dia tetap memilih berada di sisi ku." Ucap Meyleen tersenyum tulus pada Soso.
"Nonaa....." Soso berkaca-kaca, merasa terharu sekaligus sedih karena Nona nya hidup menderita.
"Kalau begitu lanjutkan makanmu, aku masih memiliki banyak pekerjaan." Ucap Wei, beranjak hendak pergi.
"Aku ikut." Ucap Meyleen.
"Hah?." Heran Wei.
"Apa lagi yang dia rencanakan sekarang? apa dia ingin tau apa saja yang sedang aku lakukan?." Batin Wei kembali curiga.
ayo segera bangkit untuk balas dendam pada semua nya
Btw semangat othor buat menghasilkan karya2 yg luar biasa lainnya😊😊😊😊