Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22 kenangan terakhir
Hari yang mulanya terang benderang, kini berubah menjadi mendung menyelimuti cakrawala. Seakan mereka turut bersedih dan mengiringi proses pemakaman Raffi. Nampak Ibu Suri juga Cindy sedang menangis tersedu di pusara Raffi. Mereka sangat terpukul telah kehilangan aset berharga untuk keluarga mereka. Sebagai seorang ibu, Nyonya Lia sangat kehilangan buah hatinya, namun sebagai wanita karier, ia telah kehilangan aset yang paling berharga di hidupnya, begitu pun Cindy, ia merasa kehilangan tambang emasnya.
Bagi Cindy, Raffi tak ubahnya hanya sebagai ATM berjalan untuknya, karena selama ini ia telah berpura pura hilang ingatan agar Raffi tak menceraikannya setelah ketahuan selingkuh dengan Raka.
Begitu banyak pelayat yang datang dan memberikan ucapan bela sungkawa pada keluarga Aditama. Sedangkan Tuan Aditama sendiri, nampak terkulai lemah di samping pusara putra tercintanya. Ia sungguh tak menyangka jika akan secepat itu Raffi meninggalkan mereka sendiri, tujuan hidupnya kini seakan tak ada lagi, ia seakan menyesali perbuatannya selama ini yang sudah menyia nyiakan waktu untuk bersama dengan putranya. Baginya kini semua harta kekayaannya tak berarti lagi setelah kehilangan putra semata wayang nya itu.
Para pelayat masih terus berdatangan ke pemakaman Raffi. Mereka memberikan penghormatan terakhir untuk atasan serta rekan bisnis mereka.
Tanpa seorang pun tau, dua orang wanita muda sedang menangis dari dalam mobil sambil memandang ke tempat pemakaman Raffi. Mereka sangat terpukul dan merasa kehilangan yang teramat dalam. Sesekali sang adik menguatkan kakaknya yang terlihat lemah tak berdaya.
"Kakak,,, kita pulang sekarang, kasihan debay kalo kakak kecapekan,, ingat,, kakak masih punya debay juga kami, meski Kak Raffi sudah meninggalkan kita selamanya."
Dengan menahan tangisnya Naya berusaha menguatkan Nara yang berderai air mata.
Tubuhnya terlihat lemah, hingga Naya dan Rendra harus memapahnya untuk berjalan.
"Aku ingin melihatnya tuk terakhir kali, dek,,,aku ingin,,, hikkss,, hiikkss,,,"
Ucapan Nara terputus, ia tak sanggup lagi untuk berkata kata,, dadanya terasa sesak, dengan semua rasa yang dirasakannya sekarang. Ia mencoba tegar namun sayang hatinya terlalu rapuh, andai ia tak mengandung sekarang, ingin rasanya ia ikut pergi dengan Raffi, bersama sama di alam keabadian.
Namun karena adanya debay, ia tetap bertahan hidup untuk kenangan terakhir dari suaminya, tanda cinta kasih mereka, dan dia berjanji akan merawat dan menjaganya dengan segenap jiwa raganya.
"Kak,,, tetaplah kuat demi kami, kakak harus ikhlas, kasihan Kak Raffi jika kakak seperti ini, ingat debay bisa merasakan kesedihan ibunya, kakak ingin dia kenapa napa nantinya, Kak Raffi tak akan memaafkan kakak jika debay kenapa napa,,"
Naya menghapus air mata Nara yang terus mengalir menganak sungai. Memeluk kakaknya itu dari samping dan membelai rambut kakaknya. Kini dia bertindak seperti seorang ibu bagi Nara. Yang membuat hati Nara tersentuh lalu tersenyum pada adik kesayangannya.
"Kakak akan bertahan dan kuat demi kalian, kakak hanya ingin melihatnya untuk terakhir kali sayang,,,"
Nara pun menghapus air matanya, memaksakan senyum untuk melihatkan pada Naya kalau dia baik baik saja.
"Kakak tak perlu berpura pura tegar kak,,, aku tau penderitaan hati kakak,,, aku akan selalu bersamamu, dalam suka dan duka nantinya, kalianlah hidupku sekarang."
Bisik hati Naya sambil tersenyum kearah Nara.
Setelah semua pelayat meninggalkan tempat pemakaman Raffi. Begitu pun dengan kedua orang tuanya dan juga Cindy, Nara juga Naya beserta Dokter Rendra keluar dari mobil. Melangkah kearah pusara Raffi.
Tanah merah yang terlihat masih basah, disanalah kini Nara bersimpuh di pusara suaminya. Dengan derai air mata ia menaburkan bunga diatas makam Raffi. Doa pun mereka panjatkan.
Setelah berdoa, Nara mengusap usapkan tangannya di pusara suaminya.
"Kak,,, aku datang melihatmu sekarang, aku yakin Kakak pasti tau dan melihat kami dari alam sana, hiksss,,, hikkss,,,Kak,,, tidurlah yang nyenyak, nantikan hadirku disana, aku ikhlas melepasmu meski jauh di lubuk hati ini tak mempercayai kalau Kakak yang ada di dalam sini, meninggalkan kami dan tak menepati janji yang kau ucap, hikksss,, hikksss,,,"
Dengan air mata yang terus mengalir, Nara mengeluarkan semua isi hatinya.
"Kak,,, kita pulang sekarang, biarkan Kak Raffi beristirahat dengan tenang, Kak,,, jangan bebani kepergiannya dengan air mata Kak Nara, aku percaya dia akan selalu bersama kakak, ditiap langkah kakak nantinya."
Naya mencoba mengangkat tubuh Nara yang terkulai lemah dengan derai air matanya. Cuaca yang tadinya mendung kini mulai menitikkan air hujan yang membasahi tubuh mereka.
"*Aku masih ingin disini Naya, biarkan aku menemaninya sebentar lagi,, hikkss,, hikkss,,"
"Kakak harus memikirkan debay kalau tidak memikirkan diri kakak sendiri, aku yakin Kak Raffi pun tak suka dan akan marah jika Kakak seperti ini, ayo pulang Kak*."
Rendra pun mendekati Nara dan berusaha mengangkat tubuh Nara.
""Jangan keras kepala, pikirkan juga debay dan adik adikmu, bagaimana dengan mereka jika kamu terpuruk terus seperti ini, Raffi pun tak ingin melihatmu seperti ini, lihat Naya yang menggigil kedinginan, kamu ingin dia sakit karena keras kepalamu, juga Rana yang menunggu kita di rumah, bagaimana jika terjadi apa apa dengan dia selama kita pergi tadi, jangan egois kamu, aku tahu kesedihanmu, kami juga kehilangan dia, tidak hanya kamu saja."
Rendra menatap penuh kekhawatiran pada Naya yang kini menggigil kedinginan, begitu juga dengan Nara menatap penuh rasa bersalah kepada adiknya itu.
"Maafkan Kakak sayang, ayo kita pulang,,,"
"Kak,,, maafkan aku harus pergi, semoga Kakak disana bahagia, aku akan selalu bersama kakak dalam doa yang tiap saat ku panjatkan. Ridhoi aku Kak, dalam perjalanan hidupku membesarkan anak kita, selamanya hanya kakak lah suamiku satu satunya, di dunia ini dan akhirat nanti."
Nara pun bangkit dari duduknya, mengambil sekuntum bunga dari pusara suaminya.
""Kenangan terakhir untukku dari Kakak."
Dengan langkah gontai mereka pun meninggalkan tempat pemakaman Raffi menuju mobil mereka. Nampak jauh dari tempat itu sepasang mata mengawasi setiap gerak gerik ketiganya. Hingga mobil mereka tak terlihat lagi. Lalu pria itu melangkah pergi dari tempatnya bersembunyi.
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹