Wira adalah anak kecil berusia sebelas tahun yang kehilangan segalanya, keluarga kecilnya di bantai oleh seseorang hanya karena penghianatan yang di lakukan oleh ayahnya.
dalam pembantaian itu hanya Wira yang berhasil selamat karena tubuhnya di lempar ibunya ke jurang yang berada di hutan alas Roban, siapa sangka di saat yang bersamaan di hutan tersebut sedang terjadi perebutan artefak peninggalan Pendekar Kuat zaman dahulu bernama Wira Gendeng.
bagaimana kisah wira selanjutnya? akankah dia mampu membalaskan kematian keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan Monster Nirwangga
Slat!
Slat!
Slat!
Puluhan lidah lidah panjang dari dalam mulut nenek Pakande melesat ke arah tempat mendarat Wira.
Namun tiba tiba nenek Pakande merasakan lidahnya di cengkrama kuat oleh lengan besar, Pakande mencoba menarik lidah lidahnya namun bukannya lidahnya kembali namun malah tubuhnya tertarik ke arah depan.
Wus...
Tubuh nenek Pakande tertarik ke dalam tempat terjatuhnya Wira, sesaat nenek Pakande membelalakan matanya melihat wujud Wira saat ini, tangan kirinya seperti Genderuwo hanya saja memiliki sisik sisik hitam yang sangat rapat.
Setengah wajah Wira juga berubah menjadi setengah genderuwo, Nenek Pakande ingat betul perubahan ini di namakan Perubahan Monster Nirwangga tahap satu, milik seorang pendekar zaman dahulu bernama Wira Gendeng.
Bang!
Hingga akhirnya wajah nenek Pakande di tinju oleh tangan kanan Wira.
Wus...
Slaaat!
Kini giliran tubuh nenek Pakande yang melesat sangat jauh bagaikan bola meriam.
Memanfaatkan hal ini Wira langsung melesat menuju ke Arah Ratih dan membawanya pergi.
Lengan kiri Wira kini benar benar besar, bahkan tubuh Ratih hanya di genggam saja oleh tangan kiri Wira yang seperti tangan gabungan Genderuwo dan monster.
Wira melesat masuk ke dalam hutan sembari mencengkeram tubuh Ratih di tangan kirinya.
"Maafkan aku nona, aku tidak memiliki pilihan lain selain membawanya dengan cara seperti ini." Ucap Wira kepada Ratih.
Ratih tidak menjawab karena dia memang masih lumpuh, bahkan berbicara saja tidak bisa.
Sementara itu di tempat nenek Pakande, Nenek Pakande terlihat sedang menyingkirkan ranting ranting dan tanah yang menimpa dirinya.
Terlihat sudut bibir nenek Pakande mengeluarkan darah, Nenek Pakande menggertakan giginya dengan geram kemudian ia berucap, "Sialan! Aku sama sekali tidak menyangka anak kecil itu adalah keturunan dari Wira Gendeng! Terbukti karena dia mampu merubah wujudnya menjadi monster Nirwangga tahap satu. Pantas saja dia sangat merepotkan!"
Nenek Pakande kemudian menatap jasad Suanggi yang lehernya sudah patah, "Suanggi, aku berjanji akan membunuh bocah itu untukmu! Maafkan aku yang tidak bisa menyelamatkanmu!" Ucap Nenek Pakande kemudian menghentakan kakinya melesat mengejar ke Arah Wira berlari.
***
Sementara itu akhirnya Herlambang dan Surya tiba di depan dua beringin besar nan kembar, ketika meraka berdua hendak masuk sebuah suara menghentikan pergerakan mereka.
"Herlambang tunggu dulu!" Teriak suara itu yang tidak lain adalah Arlo.
"Arlo?" Tanya Herlambang memastikan bahwa pria di depannya benar adalah Arlo.
Setelah di lihat lebih seksama ternyata benar pria di hadapan herlambang adalah Arlo, salah satu orang kepercayaan keluarga Argawinata.
Herlambang langsung menggertakan giginya dengan geram, dia menduga bahwa nenek tua itu adalah orang suruh Keluarga Argawinata, "Sialan pasti nenek tua itu adalah orang suruhan keluarga Argawinata bukan? Berani sekali keluarga Argawinata melibatkan Nona Ratih dalam perselisihan antara keluarga Damian dan Argawinata." Ucap Herlambang sembari menggertakan giginya dengan geram.
"Tunggu dulu? Nona Ratih di culik?" Tanya Arlo memastikan.
"Hala tidak perlu berpura pura bodoh seperti itu Arlo! Aku yakin sekali ini semua adalah karena ulahmu dan keluarga Argawinata! Kalian semua akan menerima murka dari Patriark Ramon!" Teriak Herlambang dengan murka.
"Hahaha...." Arlo tertawa ketika mendengar ucapan herlambang, "sepertinya terjadi sedikit kesalahpahaman Herlambang, aku datang kesini bukan karena perintah dari keluarga Argawinata, namun karena aku hendak membantu temanku yang mendapatkan tugas untuk mengungkap hilangnya anak anak di sekitar Subah dan Kabupaten Batang!"
"Hala mana ada maling ngaku!" Teriak Herlambang sembari menyiapkan busur panahnya hendak membidik Arlo.
Arlo terlihat sedikit panik, dia mengetahui betul busur panah itu milik Tuan Dirga salah satu orang kepercayaan keluarga Damian yang terkenal sangat kejam.
Namun Arlo tidak takut, dia mengeluarkan sebuah keris hitam dengan cahaya kehijauan.
Namun sebelum kedua orang ini melancarkan serangan tiba tiba Perwira Danu dan seluruh jajarannya tiba dengan nafas terengah entah.
"Hentikan! Hah! Hah! Apa yang di katakan oleh Arlo benar! Aku yang menyuruh ia kemari." Ucap Perwira Danu dengan nafas terengah engah.
"Kau dengar sendiri bukan herlambang?" Tanya Arlo dengan ekspresi sinis.
Herlambang terlihat sedikit terkejut, mendengar penuturan dari Perwira Danu.
Siapa sangka Surya berucap, "tuan tuan lebih baik kita segera masuk ke dalam, karena keselamatan Nona Ratih lebih penting!"
Herlambang menganggukan kepalanya, dia hendak masuk namun Arlo kembali berucap, "hei jangan masuk terlebih dahulu bodoh!" Teriak Arlo.
Herlambang langsung menatap nyalang Arlo, "memangnya kenapa?! Apakah kamu ingin aku gagal menjalankan tugasku menjaga nona Ratih?" Teriak Herlambang.
"Bukan bodoh! Lihatlah baik baik, di depanmu ada semacam teknik pageran ilusi yang bisa menyebabkan kita tersesat, oleh karena itu tadi aku menghentikanmu! Namun kamu malah salah paham!" Ucap Arlo.
Herlambang mengamati apa yang ada di depannya dengan lebih seksama lagi, benar saja di depannya ada semacam aura aneh yang membentuk sebuah pageran.
Herlambang mengigit bibirnya dengan panik, dia bingung harus bagaimana.
"Aku tahu kamu sedang panik, namun ketenangan sangat di butuhkan dalam situasi seperti ini, aku akan mencoba menghilangkan pageran ini namun ingat aku melakukan ini bukan karena dirimu, nona Ratih atau keluarga Damian aku melakukan ini karena ingin membantu temanku!" Ucap Arlo.
Arlo kemudian duduk bersila di depan dua pohon beringin kembar itu, sembari membaca mantra mantra dengan bahasa jawa.