Arin adalah perempuan sederhana, manis tapi cerdas. Arin saat ini adalah salah satu mahasiswi jurusan tehnik kimia di fakultas tehnik negeri di Bandung. Orang tua Arin hanyalah seorang petani sayuran di lembang.
Gilang adalah anak orang terpandang di kotanya di Bogor, ia juga seorang mahasiswa di tempat yang sama dimana Arin kuliah, hanya Gilang di jurusan elektro fakultas tehnik negeri Bandung.
Mereka berdua berpacaran sampai akhirnya mereka kebablasan.
Arin meminta pertanggung jawaban dari Gilang namun hanya bertepuk sebelah tangan.
Apakah keputusan Arin menjadi single mom sudah tepat? dan seperti apakah sikap Gilang ketika bertemu putrinya nanti?
Yuuk kita ikuti alur ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yance 2631, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alina Pulang
Alina sudah selesai mandi, dan memakai pakaian yang diberikan oleh eyangnya yang dibeli kemarin, Alina pun keluar dari kamarnya,
"Eh cucu eyang sudah cantik,.." ujar pak Bagja yang baru bangun tidur. Alina tersenyum sopan lalu mencium punggung tangan eyang Bagja.
"Eneng sholat subuh dulu ya eyang, "ujar Alina yang sudah siap dengan mukena dan bersiap untuk sholat bersama bu Leni.
Pak Bagja pun kemudian pergi mandi dan melaksanakan sholat subuh.
Setelah sholat subuh Alina menghampiri bu Leni eyang Utinya, "Eneng kamu minumnya susu apa?" tanya bu Leni.
"Eneng minumnya susu apa saja eyang, asal bukan susu kental manis.. "ujar Alina. "Oh gitu ya sudah nanti eyang buatin, sekarang coba kamu bangunin ayah gih, kamarnya yang sebelah kanan" ujar bu Leni.
Alina pun naik lantai 2 mencari kamar ayahnya, karena pintu agak terbuka eneng pun masuk, "Sepertinya ini kamar ayah, "gumamnya.
Alina tampak melihat Gilang melanjutkan berzikir setelah sholat subuh, "Ayah .. "sapa Alina, "Eh neng sudah bangun?" tanya Gilang.
"Sudah ayah, tadi kata eyang disuruh turun.." ujar Alina sambil matanya menelusuri kamar ayahnya.
"Kamar ayah disini luas juga ya, nggak seperti kamar ayah di bandung" ujar Alina memandangi isi kamarnya.
Gilang hanya mengangguk, lalu mengajak Alina turun ke bawah. "Ayo kita sarapan neng" ujar Gilang.
Tiba di ruang makan tampak Eyang ya sudah ada duduk disana, "Eneng ini susunya" ujar pak Bagja. "Terima kasih.." ujar Alina sopan.
"Ayah, yang tadi itu siapa?" tanya Alina. "Oh, itu bibi yang bantuin eyang Bagja dan eyang Uti di rumah.
Ponsel Gilang berbunyi, terlihat Arin menghubungi lewat videocall.. "Assalamualaikum Lang, Alina ada?" tanya Arin.
"Ada.. ini baru mau sarapan" ujar Gilang sambil memberikan ponselnya pada putrinya. "Assalamualaikum ambu, eneng udah di rumah eyang.." ujar Alina dengan senyum khasnya.
"Waalaikumsalam anak cantik, pengen sih kesana tapi ambu sedang ada UTS nak" ujar Arin.
"Engga apa-apa ambu, nanti jugakan emeng pulang, Eneng di undang pak mentri jadi besok harus ke Depdiknas" ujar Alina.
"Oh gitu, wih hebat anak ambu.. good girl!, ambu doain deh semuanya lancar, eneng sarapan apa sama ayah, sama eyang?" tanya Arin.
"Sarapan nasi uduk, dan ini minumnya susu tadi dibuatin sama eyang Uti" ujar Alina.
Arin pun lega melihat putrinya yang tampak sehat dan masih bersemangat.
"Ya sudah dulu ya, salam buat eyang disana, assalamualaikum" ujar Arin, "Waalaikumsalam" jawab Alina, lalu memberikan ponsel pada ayahnya.
Alina pun menyampaikan salam dari Arin kepada kedua Eyangnya. Mereka pun sarapan bersama-sama.
"Eneng, kalo mau berenang di belakang ada kolam renang ya, "ujar pak Bagja. "Oh ya? Asiiiik.. "ujar Alina bersemangat.
"Eyang, eyang mau lihat hadiahnya?" tanya Alina tersenyum manis sekali. "Boleh .."ujar pak Bagja, lalu eneng pergi ke kamarnya dan mengambil tas ransel kecilnya, lalu..
"ini piagamnya eyang, ini medali emasnya, ini juga ada cek $10000 terakhir ini eyang beasiswa buat eneng sekolah di UCLA amerika" ujar Alina sambil tersenyum.
"Good girl.. Eyang bangga deh!" ujar pak Bagja sambil memberi jempol kanannya, juga memandangi wajah Alina cucu satu-satunya.
"Eneng nanti mau kuliah ambil jurusan apa nak?" ujar pak Bagja.
"Eneng mau kuliah di fakultas kedokteran eyang, eneng mau jadi dokter spesialis jantung, eneng mau tolong orang-orang berpenyakit jantung" ujar Alina menceritakan obsesinya kepada Eyang Bagja.
"Luar biasa!, Eyang dukung.. semoga tercapai cita-citamu nak" ujar pak Bagja.
Menjelang siang tampak Gilang mengajak Alina untuk refreshing ke Ancol, Alina menyiapkan gamis serta hijabnya sendiri yang Arin belikan kemarin, "Gimana ayah, bagus ngga?" ujar Alina. "Eneng kalo pake apa aja cantik kok, nggak ada masalah ayah mah" ujar Gilang tersenyum.
Mereka pun pergi berdua, Alina sudah berada di mobil bersama ayahnya, dengan kecepatan sedang Gilang mengemudikan mobilnya, tanpa diketahui Gilang .. Devi membuntuti Gilang sejak dari rumah pak Bagja.
Mobil melaju kencang ketika memasuki tol dalam kota, Devi pun kehilangan jejak.. "Aahhh sial kenapa gue nggak bisa kejar si Gilang," gumam Devi kesal karena tertinggal jauh di belakang.
Tiba di Ancol Alina pun senang sekali karena ini adalah pengalamannya yang pertama, beberapa wahana ia ikuti dengan riang, Gilang tampak bahagia melihat putrinya tersenyum.
"Ayah, eneng laper.. mau McD." ujarnya. Gilang pun mengajak Alina mencari beberapa fastfood yang tersebar di taman impian jaya ancol ini.
Alina tampak lahap makan makanan kesukaannya, sementara Gilang kurang suka dengan fastfood. "Ayah, kenapa makannya sedikit?" tanya Alina, "Ayah nggak begitu suka neng, ini namanya makanan generasi Micin" ujar Gilang sambil tersenyum.
Alina pun tersenyum, "Micin penyebab otak tersumbat, tapi anehnya enak ayam goreng ini hahaha.. "ujar Alina tertawa.
Setelah selesai dan puas bermain di Ancol, Gilang mengajak Alina pulang.
"Ayo Neng kita pulang, besokkan kamu juga harus pergi lagi Mendiknas, takut kamu capek nak" ujar Gilang. Alina pun setuju.
Diperjalanan arah pulang Alina teringat akan sesuatu, "Ayah.. eneng mau beli sepatu baru buat sekolah, eneng kupa waktu di Seoul kemarin mau beli sepatu, eneng beli dimana ya disini?" tanya Alina.
Gilang sambil mengemudikan mobilnya mendengar keinginan putrinya, "ayo neng kita ke MOI aja ya.. udah dekat kok" ujar Gilang, kemudian Gilang turun di exit kelapa gading menuju MOI.
Setelah menemukan sepatu yang dicarinya, kemudian Alina membayar sendiri dengan uang bekal dari eyangnya yang belum sempat terpakai kemarin, Gilang memang sengaja membiarkan Alina melakukan transaksinya sendiri.
Tiba di rumah orang tua Gilang, Alina senang sekali dan bercerita tentang pengalamannya tadi termasuk juga membeli sepatu baru.
****
Ada sepasang mata yang sebenarnya Gilang tidak menyadari, Devi ternyata ada dekat dekat lingkungan rumah pak Bagja.
Devi mengamati gerak gerik Gilang dan Alina, ia begitu penasaran dengan sosok gadis kecil yang dilihatnya selalu bersama Gilang.
Setelah ashar tampak Gilang berbincang hangat dengan pak Bagja, "Lang.. kamu nggak kepikiran punya istri lagi?,
inget papi mami udah semakin tua.. kenapa nggak deketin lagi ambunya Alina, kalian kan terikat anak, mungkin saja Alina akan lebih bahagia jika kamu menikah dengan Arin, "ujar bu Leni menimpali obrolan mereka.
Gilang terdiam, dan kepalanya menunduk..
"Aku pingin menikahi Arin Pi, Mi.. pingin.. tapi Arinnya mau nggak sama aku, itu pointnya dan hubungan kita hanya sebatas sahabat, membesarkan Alina bersama, pernah juga Eneng menangakan hal ini, pernah.. tapi aku juga bingung jawabannya..
"Lang, cobalah lihat Alina.. dia begitu sayang sama kamu, apalagi kalo kalian bisa serumah, ngerti nak?" ujar bu Leni.
Gilang pun terdiam, lama sekali..
Alina secara tidak sengaja mendengar semua pembicaraan ayah dan kedua eyangnya, karena pintu kamarnya terbuka sedikit...
"Ayah, Ambu kenapa nggak menikah aja ya?, tapi Eneng anak kandung mereka.. apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Alina dalam hati.
Sudah hampir 4 jam Devi mengintai, memata matai rumah Prof. Bagja, tapi tidak menghasilkan apa-apa, akhirnya Devi pun pulang.
Hari ini hari senin, pak Bagja sudah pergi ke kampusnya di Bogor.
Sementara Gilang dan Alina masih mempersiapkan diri untuk pergi ke Mendiknas, guru dan tim juga mempersiapkan diri.
Tiba di tempat kantor Mendiknas Alina, Gilang dan tim seluruhnya di terima oleh pak Mentri, banyak sekali wartawan stasiun tv dan juga wartawan online lainnya yang ingin mewawancarai Alina kilatan blitz pun mulai mengambil wajah Alina yang cantik di foto berkali-kali..
Tak lama mereka pun dipersilahkan duduk di tempat yang sudah disediakan,
Pak Mentri : Selamat pagi Alina..
Alina : Selamat pagi pak..
Pak Mentri : Apa kabar.. Selamat ya sudah menjadi juara 1 Olimpiade Matematika di Korsel kemarin..
Alina : Alhamdulillah baik pak, terima kasih ucapannya..
Pak Mentri : Gimana cara belajar Alina hingga bisa mengikuti Olimpiade Matematika..
Alina : Kalau belajar ya biasa aja pak nggak ada yang special, cuma saya memang dari kecil sudah belajar sempoa..
Pak Mentri : Ooh gitu ya Alina ..
Alina : Iya pak..
Pak Mentri : Alina sekarang kelas berapa, dan sekolah di mana?
Alina : Saya kelas 8 pak, dan saya sekolah di SMP negeri di jalan Sumatra di kota Bandung..
Pak Mentri : Kamu ingin hadiah apa dari saya? Laptop dan beasiswa mau ya?
Alina : Mau pak, terima kasih hadiahnya.
Wawancara dengan pak Mentri pun telah selesai, dan kini giliran wartawan dengan kilatan blitz yang menyilaukan mulai mewawancarai Alina..
"Adek Alina, nama lengkapnya siapa?" ujar salah satu wartawan, "Alina putri Om.." jawab Alina, satu demi satu pertanyaan dengan sabar di jawab oleh Alina.
Gilang pun tampak kewalahan melindungi Alina dari wartawan yang menyerbu dan mendekatinya.
"Bu, ada acara lagi setelah ini?" tanya Gilang, "Nggak ada pak, sebaiknya kita pulang" ujar guru Alina.
Gilang, Alina dan tim sekolah akhirnya berpamitan pada jajaran kementrian pendidikan, mereka pun langsung pulang ke Bandung.
Menjelang sore hari sekitar jam 17:00, Gilang dan Alina pun tiba di kediaman Arin, Gilang segera memarkirkan mobil persis di belakang mobil Arin di garasinya..
"Assalamualaikum Ambu, I'm home ......" sapa Alina sedikit berlari mencari ibunya. Mendengar itu Arin datang dan segera memeluk putrinya, "Waalaikumsalam sayangnya ambu.. "ujar Arin.
Arin tampak meneteskan air matanya, terharu bahagia menjadi satu.
*************