Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 - Penyelamatan
Narendra segera kembali ke rumah tempat dimana Naqeela berada, tentunya ingin mengetahui cerita awalnya dari cctv tersembunyi dan ingin melihat plat mobil mana yang sudah membawa Inara pergi guna memastikan kesamaan dengan mobil yang waktu itu terparkir di depan rumah Lintang.
"Pak, Zae," ujarnya ketika sudah tiba di rumah. Dia turun tanpa mengenakan kursi rodanya dan tentunya tanpa ditemani sopirnya.
"Nak Narendra!" Mereka berdua menoleh, namun dikejutkan oleh kenyataan dimana Narendra berjalan tanpa ada hambatan kursi roda. Rasa tidak percaya menyelimuti mereka kalau ternyata Narendra bisa berjalan.
"Kamu ..."
"Nanti saja bertanya nya, saat ini tujuan utama adalah Naqeela. Ikut saya!" Lalu Narendra masuk kedalam, ke salah satu ruangan rahasia tempat dimana monitor cctv bisa di putar. Mulyana dan Zaenal juga mengikutinya dari belakang.
"Pasti ini ada sangkut pautnya dengan kamu," ucap Zae menyalahkan Narendra.
"Ini bukan waktunya saling menyalahkan, tapi sekarang waktunya mencari tahu motif dibalik penculikan yang dilakukan oleh Fadhil terhadap Naqeela. Bukannya pria itu calon suaminya Naqeela? Tidak mungkin jika pria yang mencintai kekasihnya berani menculik?" kata Narendra sambil membuka rekaman cctv. Lalu monitor itu menayangkan rekaman saya Inara membuka pintu. Disana terlihat jelas bagaimana Fadhil memaksa Naqeela dan menculiknya.
"Jadi Fadhil benar-benar berniat menculik Qeela?" kata Mulyana merasa kecewa atas perlakuan Fadhil, sosok yang dia kenal baik dan peduli pada mereka.
"Zae, kamu ikut saya sekarang juga dan untuk Bapak, tetap disini saja. Doakan kita supaya kita berhasil membawa pulang Naqeela."
"Baik, Bang." Dalam keadaan genting begini, Zae baru menyebut Narendra Abang. Panik bercampur kesal rupanya masih dirasakan Zae, tapi kali ini lebih bisa menjaga emosinya.
*****
"Kamu sudah membawanya? Ok, saya kesana sekarang juga dan kau pastikan Inara sudah menggunakan obatnya," ucap Seto dibalik sambungan teleponnya. Matanya memastikan dulu Wulan sudah tidur pulas setelah melayani nafsunya. Barulah dia berangkat kesuatu tempat dimana ada Inara disana.
Lalu ia mematikan sambungan teleponnya, perlahan turun dari ranjang dan segera pergi dari kamarnya.
"Naqeela sayang, saya akan datang, Tinggu saja, cepat atau lambat kamu akan menjadi milik saya." Rasa suka kepada Naqeela sudah mendarah daging sehingga menjadi obsesi yang tidak ingin dibantah. Sepantasnya menjadi anak malah menyukai gadis itu, sungguh p3dof1l.
*****
Satu jam lamanya Narendra dan Zae sudah sampai di suatu tempat. Rumah satu tingkat bernuansa klasik.
"Loh, ini kan rumahnya Om Seto?" kata Zae mengenali rumah itu.
"Kamu yakin ini rumahnya?" Antara percaya dan tidak. Sekelas Seto mana mungkin membawa orang yang ingin diculik ke rumahnya? Kan aneh. Namun juga memudahkan dia untuk membawa kabur Naqeela dari sana.
"Aku yakin, rumah ini emang rumah lama, rumah saat aku dan Kak Qeela kecil. Akan tetapi tidak di huni lagi setelah Om Seto pindah ke rumah yang besar. Emang betul jalanan rumah lama cukup terjal dan juga terletak cukup jauh dari pemukiman, jadinya jarang dilewati orang banyak," jelas Zae.
"Bodoh sekali dia membawa Naqeela kesini. Sama saja memudahkan kita menemukan mereka." Tentu saja semuanya di ketahui dari plat nomor kendaraan yang telah Narendra lacak, dan disinilah mereka berada.
"Eh tunggu dulu, kenapa Fadhil membawa Kak Qeela ke rumah Om Seto? Apa ada hubungannya dengan pria itu?" Zae baru menyadari adanya kejanggalan disini. Dia mencoba menghubungkan benang kusut yang ada. Perlahan namun pasti, pikirannya mulai menyadari sesuatu, "apa jangan-jangan Fadhil dan Om Seto bekerjasama untuk membawa kakak ku? Apa ini konspirasi antara Om Seto dan Fadhil?"
Narendra menepuk pundak Zae. "Seperti yang kamu pikirkan tentang Seto, dialah dalam dibalik penculikan ini dan Fadhil tidak benar-benar menyayangi kakak kamu."
"Mana mungkin?"
"Jangan banyak tanya, sekarang kita selamatkan Naqeela dari sana. Kamu alihkan perhatian Fadhil nanti saya masuk kedalam membawa Naqeela pergi dari sana."
Zae mengangguk, "baiklah, aku mengerti."
"Tunggu dulu!"
"Ada apa lagi?"
"Kamu ganti pakaian kamu dengan ini!" Narendra memberikan pakaian kucel dan robek pada Zae.
"Hah! Ngapain aku pakai baju butut ini?"
"Untuk menyamarlah, kamu pakai ini dan kamu harus pura-pura jadi pengemis supaya Fadhil tidak curiga sama kamu. Usahakan perhatian dia tertuju sama kamu sampai saya berhasil menemukan Naqeela."
Zae diam mencerna, barulah dia mengerti dan kembali mengangguk. "Baiklah," katanya sambil mengambil baju itu lalu menggunakannya setelah melepas baju yang sebelumnya. Wajahnya pun tidak lupa Narendra coret pakai lumpur basah yang telah dia siapkan, lalu memberikan topi kotor juga.
"Sempurna, turun!"
"Ck, main usir saja." Lalu Zae turun dari mobil Narendra, dia memperhatikan dulu sekelilingnya guna memastikan adakah penjaga lain disana? Merasa cukup aman, baru dia masuk.
"Ternyata tidak dijaga oleh siapapun, ini memudahkan kita membawa Inara pulang."
Narendra juga turun berjalan kebagian belakang rumah itu.
"Sumbangannya, Pak." Zae melakukan tugasnya sebagai pengemis. Kebetulan juga Fadhil baru membuka pintu hendak membeli sesuatu.
Dahi Fadhil mengernyit heran. "Ngapain minta sumbangan kesini? Pergi sana! Saya tidak punya uang."
"Sedikit saja, Pak. Saya belum makan dari kemarin, sumbangannya." Zae berusaha terus membujuk Fadhil seraya matanya memperhatikan pergerakan Narendra.
Sedangkan Narendra berhasil masuk lewat jendela yang ternyata tidak dikunci. "Bodoh sekali penculik itu, masa jendela dibiarkan terbuka. Mereka mau menculik atau mau tamasya?"
Namun Narendra tidak buang kesempatan, dia masuk dan mencari tahu dimana letak Inara disembunyikan. Ada dua kamar disana, satu persatu dirinya mencari dan menemukannya.
"Qeela," gumam Narendra segera membangunkan Inara.
Pipi gadis itu dia tepuk-tepuk. "Hei bangun, sadarlah!" Namun sudah berapa lama Naqeela tidak bangun juga. Tanpa pikir panjang, Narendra menggendong Naqeela. Dia membawanya lewat pintu belakang yang kebetulan langsung menuju bagian samping rumah.
"Kamu itu menyusahkan sekali, saya tidak punya uang!" sentak Fadhil begitu kesal.
"Makanan saja boleh Pak, saya lapar. Pasti di dalam ada makanan, bagi saya sedikit Pak, saya mohon. Kasihanilah saya, saya ingin makan." Zae terus berusaha meyakinkan Fadhil dan memastikan ektingnya berhasil, hingga matanya menemukan Narendra yang sedang membopong kakaknya. "Dia berhasil," gumamnya dalam hati.
"Ck, kamu tunggu disini." Karena pengemis itu memaksa, Fadhil masuk kedalam hendak mengambil sesuatu, barulah Zae lari kabur dari sana.
"Cepat kabur mumpung Fadhil belum tahu," kata Zae setelah masuk mobil.
Dan Narendra segera tancap gas dari sana. Sedangkan Fadhil, dia menemukan pintu dapur terbuka.
"Kok pintunya terbuka?" dirinya keheranan, namun seketika dia mendadak panik. "Naqeela! Apa jangan-jangan dia kabur!" Dan dia berlari ke kamar dimana Naqeela berada. Matanya terbelalak mengetahui Naqeela tidak ada.
"Sialan, Naqeela kabur, mengapa bisa?"
"Apa! Naqeela kabur!!" pekik Seto baru sampai kesana. Fadhil menoleh.
Deg.
"B-bos!"