"Kaila terpaksa menukar seragam sekolahnya dengan status istri rahasia seorang CEO arogan demi sebuah wasiat. Di dalam menara kaca yang dingin, ia harus bertahan di antara aturan kaku sang suami dan ancaman para musuh bisnis yang siap menghancurkan hidupnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Awph, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Aturan Main Adnan Dirgantara
Musuh bisnisku ini tidak akan segan untuk menghancurkan apa pun yang berharga bagiku demi menjatuhkan nilai saham Dirgantara di pasar modal.
Adnan menyimpan gawai miliknya dengan gerakan yang sangat kasar ke atas meja jati yang nampak sangat dingin dan kaku itu.
Kaila merasa sekujur tubuhnya menjadi sangat lemas hingga ia harus berpegangan pada pinggiran meja agar tidak jatuh jatuh tersungkur ke lantai.
"Apakah kakek saya dalam bahaya yang sangat besar sekarang, Tuan Adnan?" tanya Kaila dengan suara yang sangat parau.
Pria itu tidak segera memberikan jawaban melainkan ia justru berjalan mendekati dinding kaca yang menampakkan kerlap kerlip lampu kota yang sangat padat.
Ia berdiri membelakangi Kaila dengan posisi kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana kainnya yang nampak sangat rapi dan sangat mahal.
Keheningan kembali merayap di dalam ruangan kerja yang sangat luas itu hingga suara detak jantung Kaila terasa sangat menyakitkan di telinganya sendiri.
"Selama kau menuruti semua aturan main yang aku buat maka kakekmu akan tetap aman di bawah perlindungan tim keamananku," jawab Adnan tanpa menoleh.
Kaila mengembuskan napas panjang yang sangat berat seolah-olah seluruh beban dunia baru saja diletakkan di atas pundaknya yang sangat kecil dan rapuh.
Ia menyadari bahwa pernikahannya bukan lagi sekadar wasiat yang harus dijalankan melainkan sebuah tameng perang yang sangat berbahaya bagi keselamatan nyawa orang tercintanya.
Gadis berseragam itu menatap punggung tegap Adnan dengan perasaan yang sangat campur aduk antara rasa benci yang mendalam dan rasa butuh yang sangat mendesak.
"Lalu bagaimana dengan urusan wali murid di sekolah saya besok pagi?" tanya Kaila dengan penuh keraguan yang sangat besar.
Adnan membalikkan tubuhnya perlahan lalu menatap Kaila dengan sebuah tatapan mata yang sangat tajam dan sangat sulit untuk dibaca maknanya oleh orang biasa.
Ia melangkah menuju kursi kerjanya yang nampak sangat kokoh lalu mengambil sebuah pena hitam yang memiliki ujung emas yang sangat berkilau di bawah lampu.
Sebuah senyum tipis yang nampak sangat misterius muncul di sudut bibir Adnan yang membuat bulu kuduk Kaila berdiri tegak karena rasa takut yang tiba-tiba datang.
"Aku sendiri yang akan datang ke sekolahmu sebagai wali sah dari istrimu," ucap Adnan dengan nada suara yang sangat tenang namun sangat mematikan.
Kaila terbelalak kaget hingga ia tanpa sengaja melepaskan tas sekolah yang sejak tadi ia peluk dengan sangat erat ke atas lantai granit yang sangat dingin.
Ia membayangkan betapa gemparnya seluruh sekolah jika seorang CEO dari perusahaan terbesar di negeri ini tiba-tiba muncul di koridor sekolah menengah atas yang sederhana.
Identitas rahasia yang selama ini ia jaga dengan sekuat tenaga pasti akan terbongkar dalam hitungan detik jika Adnan benar-benar menginjakkan kaki di sana.
"Anda tidak boleh melakukan itu karena semua orang akan tahu tentang hubungan kita yang sebenarnya," protes Kaila dengan wajah yang memerah padam.
Adnan justru tertawa kecil namun tawa itu terdengar sangat dingin dan tidak mengandung sedikit pun rasa humor di dalamnya bagi pendengaran Kaila yang cemas.
Ia mencondongkan tubuhnya ke depan hingga wajahnya hanya berjarak beberapa jengkal saja dari wajah Kaila yang nampak sangat pucat dan sangat ketakutan.
Aroma kayu cendana yang sangat maskulin kembali memenuhi indra penciuman Kaila dan membuat pikirannya menjadi sangat kacau serta sangat tidak menentu sekali.
"Aku tidak butuh izin darimu untuk mendatangi sekolah itu karena aku adalah pemilik dari tanah tempat sekolahmu berdiri sekarang," tegas Adnan dengan angkuh.
Kaila merasa dunianya seolah-olah baru saja dihantam oleh badai besar yang sangat dahsyat hingga ia tidak mampu lagi untuk berkata-kata barang sepatah pun.
Ia menyadari bahwa Adnan Dirgantara adalah pria yang sangat perfeksionis dan tidak akan membiarkan satu celah pun terbuka dalam rencana besar yang sudah ia susun.
Pria itu kemudian berdiri dan mengambil sebuah map berwarna merah tua yang berisi jadwal kegiatan Kaila untuk satu bulan ke depan yang sangat padat.
"Mulai besok sopir pribadiku akan mengantarmu sampai tepat di depan lobi sekolah dan kau tidak diizinkan untuk berjalan kaki lagi," lanjut Adnan.
Kaila hanya bisa terdiam membisu sambil merangkul kembali tas sekolahnya yang terasa sangat berat karena beban rahasia yang ia bawa di dalamnya.
Ia merasa seolah-olah ia baru saja menandatangani kontrak dengan seorang penguasa kegelapan yang akan mengurung seluruh masa mudanya di dalam sebuah menara kaca yang sunyi.
Setiap langkah kaki yang ia ambil menuju pintu keluar terasa sangat berat seolah-olah ada rantai besi yang tidak nampak sedang mengikat pergelangan kakinya dengan kuat.
"Ingat satu hal lagi Kaila bahwa kau harus menjauh dari laki-laki bernama Rio itu jika kau masih ingin melihatnya bersekolah di sana," ancam Adnan lagi.
Kaila menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kayu yang sangat besar itu tanpa berani untuk menoleh kembali ke arah pria yang sangat kejam tersebut.
Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh membasahi pipinya yang halus namun ia segera menghapusnya dengan kasar agar tidak terlihat lemah di depan suaminya.
Ia keluar dari ruangan kerja Adnan dengan hati yang hancur berkeping-keping karena ia menyadari bahwa kebebasannya telah benar-benar mati malam ini di tangan Adnan.
Sesampainya di kamar yang terpisah Kaila langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang sangat luas namun terasa sangat hampa dan sangat kaku bagi jiwanya.
Ia menatap langit-langit kamar yang dipenuhi oleh ukiran indah yang nampak sangat mewah namun justru terasa seperti jeruji penjara yang sangat kuat bagi hidupnya.
Gadis itu menutup matanya rapat-rapat sambil berdoa agar hari esok tidak pernah datang karena ia belum siap menghadapi badai besar yang akan segera menerjang sekolahnya.