Sebuah kota yang ditimpa tragedi. Seseorang baru saja membakar habis gedung pengadilan di Withechaple, Inggris. Beruntung tidak ada korban jiwa.
Seorang detektif hebat ditugaskan menangkap sang pencuri Lupin. Waktu yang dimiliki Wang yi semakin terbuang sia-sia. Semakin ia merasa bisa menangkap pencuri Lupin, semakin ia terjebak dalam permainan menyebalkan yang dibuat oleh musuh. Beruntungnya gadis cantik bernama Freya, yang bekerja menyajikan bir untuk para polisi di kedai setempat selalu memberinya motifasi yang unik.
Selama beberapa Minggu, Wang yi menyusun rencana untuk menangkap sang Lupin. Hingga sebuah tugas melindungi mahkota Atlantis tiba di kota itu. Wang yi akhirnya berhasil mengetahui siapa sosok sang Lupin. Namun, ketika sosok itu menunjukan wajahnya, sebuah rahasia gelap ikut terkuak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21 : Siapa Yang Lebih Pintar Diantara Mereka?
Pintu rumah Zhou Shiyu diketuk dengan pelan. Gadis itu sepertinya telah tahu siapa yang berkunjung. Dia yang sedang memanaskan sup ayam tadi pagi, mematikan kompor terlebih dahulu kemudian berjalan menuju pintu.
"Hei, Bagaimana hari ini? Ada kemajuan?"
Wang Yi menghela nafas letih, tidak lupa memberikan senyuman tipis. "Cukup Melelahkan." Ucapnya.
"Masuklah. Aku sudah memanaskan sup ayam. Kau pasti lapar." Wang Yi berjalan mengikuti Zhou Shiyu ke meja makan.
Selama gadis itu menuangkan sup ayam kedalam wadah, Wang Yi memperhatikannya tanpa berkedip. Gadis itu terlalu indah untuk bisa melakukan sesuatu yang kotor. Tapi kadang berlian seindah apapun, bisa saja terkena cipratan lumpur jika diletakkan di tempat yang busuk. Whitechaple tidak ada bedanya dengan tempat sampai. Kota ini seharusnya tidak menjadi bagian dari inggris. Itu yang Wang Yi harapkan.
"Aku ingin ke toilet sebentar." Kata Wang Yi. Pria itu berdiri menggeser kursi. Tidak perlu penunjuk arah baginya untuk tahu dimana letak toilet.
"Jangan lama-lama. Sup-nya cepat dingin." Seru Zhou Shiyu.
Sebenarnya tidak banyak yang di lakukan oleh Wang Yi di dalam toilet. Pria itu hanya mencuci tangan dan wajah, kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya. Sesuatu yang kecil. Sulit terlihat jika diletakkan di sudut yang tidak pernah di perhatikan. Itu sebuah kamera penyadap. Untuk apa Wang Yi melakukan itu. Kau pasti bisa menebak jika meskipun Wang Yi menyukai Zhou Shiyu, kau harus tahu kalau pria ini adalah orang yang penuh dengan prasangka. Ia bisa mencurigai apapun dengan serius.
Wang Yi memasang kamera penyadap di sudut yang menurutnya tidak pernah di perhatikan oleh Zhou Shiyu, tapi mudah terlihat dari sudut kamera. Hanya satu, menurutnya itu cukup. Ia berharap yang di katakan Bazza di ruang interogasi sama sekali tidak benar. Bau bensin di tangan Zhou Shiyu membuat pernyataan Bazza menjadi sedikit lebih kuat bagi Wang Yi. Namun, tanpa ia sadari, Zhou Shiyu memperhatikan semuanya dari luar pintu. Gadis itu hanya memasang ekspresi datar, lalu kembali ke meja makan.
"Makanan sudah siap!" Zhou Shiyu berseru dari arah luar.
"Aku datang." Ucap Wang Yi. Ia merapihkan pakaiannya dan ekspresi wajahnya. Sedikit gugup tidak akan membuat Zhou Shiyu curiga. Begitulah menurutnya.
"Ada kemajuan tentang siapa sang Lupin atau si pembakar?" Tanya Zhou Shiyu. Ditengah makanan mereka. Itu terkesan seperti pertanyaan basa basi, dia sendiri sudah tahu kebenarannya.
"Tidak ada. Tapi ada sedikit hal yang lucu." Ungkap Wang Yi.
"Hal yang lucu?"
"Well, Bazza menuduhmu sebagai si pembakar. Dia berkata melihatmu keluar dari dalam rumah membawa beberapa galon bensin. Bukankah itu lucu?" Ujar Wang Yi.
"Itu bukan sesuatu yang aneh di kota ini." Kata Zhou Shiyu.
"Benarkah? Maksudku kau tidak marah atau tersinggung?"
"Kau harus tahu, kebenaran mengenai kota ini. Whitechaple terlihat ramah bagi siapa saja. Tapi itu hanya bagian luarnya. Kenyataan nya setiap orang saling mencurigai. Pendatang baru bisa hidup selama setahun di kota ini, itu sudah termasuk hal yang luar biasa. Setiap rumah selalu menaruh curiga pada rumah-rumah lainnya. Dan yang lebih anehnya lagi, kecurigaan mereka selalu beragam. Baik tentang narkoba, pembunuhan, pencurian atau kejahatan apapun. Dituduh sebagai si pembakar bukan hal yang aneh untukku." Jawab Zhou Shiyu ringan. Gadis itu tidak sama sekali menampilkan wajah gugup tentang penjelasannya.
"Wow. Aku baru menemukan hal menarik seperti itu. Kota ini menarik, aku jadi ingin tinggal lebih lama di sini." Kata Wang Yi. Sementara tangannya menyendok sesuap nasi.
"Kau bisa tinggal di kota ini selama yang kau inginkan. Tapi pastikan kau tidak menjadi gila karena orang-orang di dalamnya." Zhou Shiyu sedikit berkelakar.
"Aku mungkin sudah gila. Tapi hanya satu-satunya orang di kota ini yang sudah membuatnya."
"Aku tersanjung. Jadi, kau akan menjebaku lagi di antara selangkanganmu malam ini?" Tanyanya sedikit memberikan godaan.
"Aku ingin tapi tidak bisa. Mahkota Atlantis hilang. Tapi pencurinya masih di dalam kota ini." Ujar Wang Yi.
"Bagaimana kau bisa yakin? Bisa saja dia pergi setelah mengambilnya." Balas Zhou Shiyu.
"Perbatasan antar kota di jaga dengan ketat. Tidak ada laporan mengenai adanya yang keluar masuk di mulai dari malam itu sampai sekarang. Jadi kemungkinan pencurinya masih ada di kota ini." Kata Wang Yi.
"Jadi bagaimana kau akan mencarinya? Tidak mungkin kau akan menggeledah para Fosicker juga, kan?" Zhou Shiyu meneguk minuman terakhir.
"Kota ini tidak terlalu besar. Frank dan anggotanya sudah mulai melakukan penggeledahan di setiap rumah dengan ijin pemiliknya. Jika kau tidak keberatan, aku ingin menggeledah tempat ini juga. Maksudku, jika kau tidak tersinggung." Ujar Wang Yi. Ia menantikan respon Zhou Shiyu.
"Ya, tentu. Aku tidak ingin kau mencurigaiku jika aku tidak mengijinkan. Lagipula kau sudah hapal sudut rumah ini." Kata Zhou Shiyu santai. Seolah tidak ada masalah jika sesuatu di sembunyikan di sini.
"Baiklah, aku akan membantumu mencuci piring terlebih dahulu." Wang Yi berdiri membereskan piringnya. Masakan Zhou Shiyu selalu membuatnya ketagihan.
"Tidak usah. Kau lakukan saja tugasmu." Zhou Shiyu ikut membereskan bekas makannya.
"Akan ku mulai dari atas." Wang Yi berjalan menuju anak tangga. Zhou Shiyu memperhatikan punggung Wang Yi sampai menghilang di balik tembok. Baginya tidak ada yang harus di takutkan. Zhou Shiyu menyembunyikan galon-galon bensinnya di tempat yang aman. Tidak mungkin Wang Yi akan menemukan tempat itu.
Langkah kaki Wang Yi terdengar di lantai kayu yang berderit halus. Rumah dua lantai itu sepi—terlalu sepi—itu hal yang wajar karena Zhou Shiyu tinggal sendirian. Ia membuka satu per satu pintu kamar, menyentuh bingkai jendela, menatap celah di balik tirai yang bergoyang lembut oleh angin. Aroma khas rumah lama, bercampur sedikit bau kayu lembap dan sabun cuci, menempel di hidungnya.
Ia berdiri di depan kamar Zhou Shiyu. Tangannya ragu sebelum memutar kenop. Pintu terbuka pelan. Kamar itu tampak seperti ruang seorang gadis biasa, tempat tidur rapi, meja rias dengan beberapa botol parfum, dan vas bunga plastik yang warnanya sedikit memudar. Tapi bagi Wang Yi, sesuatu yang terlalu rapi justru menjadi peringatan. Ia berjalan perlahan, menelusuri karpet yang menutupi sebagian lantai, menatap ke bawah tempat tidur—kosong. Ia mengetuk dinding di beberapa titik, mendengarkan gema kayu.
Wang Yi tahu betul apa yang dicarinya, sesuatu yang tidak seharusnya ada di sini. Ia menatap rak buku di dekat jendela. Tumpukan buku tipis tentang seni dan sejarah—beberapa bahkan mengenai mitologi laut. Di sela dua buku, ia menemukan ruang kecil yang sedikit renggang. Hanya cukup untuk benda seukuran telapak tangan. Ia menyelipkan sesuatu ke sana—kamera penyadap berbentuk seperti baut kecil. Lensa mikro itu memantulkan cahaya sesaat sebelum ia menutup kembali buku-buku itu seperti semula.
Ia melanjutkan ke sudut lain ruangan. Di balik lampu berdiri, ada sedikit celah antara dinding dan kabel listrik. Wang Yi kembali mengambil benda serupa dari dalam sakunya, lalu menempelkannya dengan hati-hati. Ia menghitung dalam hati. Dua kamera di kamar Zhou Shiyu, satu di koridor atas, satu lagi nanti di ruang tamu. Itu cukup untuk mengamati semua pergerakan tanpa menimbulkan kecurigaan.
Sebelum keluar, ia menatap kamar itu sekali lagi. Dari sini, Zhou Shiyu tampak seperti gadis yang tak berbahaya. Tapi Wang Yi sudah terlalu sering melihat wajah polos menyembunyikan sesuatu yang lebih gelap dari darah. Ia turun ke lantai bawah dan memeriksa ruangan lain—ruang tamu, ruang kerja kecil di pojok rumah. Setiap kali ia membuka pintu, napasnya ditahan sebentar, menunggu sesuatu melompat dari kegelapan. Tidak ada. Hanya furnitur tua dan suara jam dinding yang terus berdetak.
Ia menempelkan kamera ketiga di belakang bingkai foto di ruang tamu—foto Zhou Shiyu bersama seseorang yang tampak seperti ayahnya. Bingkai itu berdebu. Ia mengusapnya pelan, lalu kembali menempatkannya seperti semula. Wang Yi menegakkan tubuhnya. Semua kamera aktif. Ia memastikan setiap perangkat bekerja lewat getaran kecil dari alat pengendali di sakunya. Cahaya biru di sudut alat itu menyala singkat, menandakan transmisi berjalan.
Di luar, suara langkah Zhou Shiyu terdengar samar. Mungkin gadis itu sedang mencuci piring, mungkin juga mendengarkan setiap langkah yang ia buat. Wang Yi memejamkan mata sejenak. Ada rasa bersalah yang mengendap di tenggorokannya, tapi rasa itu dengan cepat ia telan. Kejujuran, bagi orang seperti Zhou Shiyu, bisa menjadi senjata mematikan.
Ketika ia melangkah keluar dari kamar terakhir, pandangannya sempat tertuju pada tangga yang menurun ke ruang bawah tanah. Tidak terkunci. Ia mencoba membukanya sedikit. Bau lembap dan udara dingin menyeruak keluar. Tapi sebelum sempat ia menyalakan senter, suara Zhou Shiyu terdengar dari bawah.
"Kau masih di atas? Bisa bantu aku sebentar di sini?"
Ia menutup pintu itu perlahan. "Iya, sebentar lagi. Aku hampir selesai." Dan dengan langkah tenang tapi hati yang tidak tenang, Wang Yi turun.
Namun yang belum ia tahu, Zhou Shiyu juga punya cara sendiri untuk mendengarkan balik.