NovelToon NovelToon
Lelaki Dari Satu Malam

Lelaki Dari Satu Malam

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Keluarga
Popularitas:840
Nilai: 5
Nama Author: Keke Utami

Rinjani hanya ingin hidup tenang.
Tapi semua hancur saat ia terbangun di kamar hotel bersama pria asing. Dan beberapa jam kemudian mendapati kedua orang tuanya meninggal mendadak.

Dipaksa menikah demi melunasi utang, ia pingsan di hari pernikahan dan dinyatakan hamil. Suaminya murka, tantenya berkhianat, dan satu-satunya yang diam-diam terhubung dengannya ... adalah pria dari malam kelam itu.

Langit, pria yang tidak pernah bisa mengingat wajah perempuan di malam itu, justru makin terseret masuk ke dalam hidup Rinjani. Mereka bertemu lagi dalam keadaan tidak terduga, namun cinta perlahan tumbuh di antara luka dan rahasia.

Ketika kebenaran akhirnya terungkap, bahwa bayi dalam kandungan Rinjani adalah darah daging Langit, semuanya berubah. Tapi apakah cinta cukup untuk menyatukan dua hati yang telah hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Keke Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. Perasaan yang tak biasa

Matahari belum sepenuhnya muncul, tapi Rinjani sudah bangun lebih awal dari biasanya. Matanya tidak bisa terpejam lagi setelah ia terbangun karena memimpikan Langit. 

Rinjani segera membersihkan diri. Sulis sudah datang lebih awal. Kemudian sarapan lebih dulu dan mulai pada tugasnya. 

Ia mengambil kemoceng, naik ke lantai dua untuk membersihkan setiap sudut ruangan di lantai itu. Sesekali ia bersenandung dengan gumaman. Tangannya mulai bergerak menyingkirkan setiap debu di lemari kaca yang ada di sebelah pintu kamar Langit. 

Rinjani kemudian mengambil tangga kecil. Hanya 3 undakan. Ia mulai naik untuk membersihkan bagian atas lemari.

Entah terlalu fokus pada bagian yang berdebu, Rinjani lupa jika tangga itu terlalu kecil untuk bergerak. Ia mulai gamang, butuhnya hilang keseimbangan, panik, tubuhnya melayang bertepatan dengan  pintu kamar Langit yang terbuka.

Bruk! Rinjani terjatuh.

Langit terkejut. Niat ingin gym sebelum berangkat bekerja gagal saat tubuhnya ambruk di lantai dan ditindih oleh Rinjani. 

“Aww …” Rinjani meringis, perut bagian bawah terasa ngilu.

“Kamu nggak apa-apa?” tanya Langit. Rinjani sudah tidak menindihnya lagi, duduk di lantai sambil memegang perutnya. 

Tangan Langit refleks mengusap perut Rinjani, “Sakit? Apa kita perlu ke rumah sakit?” tanyanya khawatir.

Rinjani menoleh, menperhatikan rahang tegas dan raut wajah Langit yang mengusap perutnya dengan cemas. Ada satu aliran hangat yang menjalar ke hulu hatinya, seolah mengingikan ini jangan cepat berlalu.

Langit menatap Rinjani saat pertanyaannya terabaikan. Keduanya kembali terjebak dalam tatapan. Seolah sepakat untuk tidak memutuskan dengan cepat, keduanya justru membiarkan semuanya larut dalam mata yang hanya diam namun menyimpan banyak keinginan.

“Kenapa rasanya aneh?” bisik separuh hati keduanya. Yang hanya mereka simpan sendiri. Terlalu berisiko jika harus diungkapkan.

“Masih sakit?” tanya Langit suaranya lemah penuh khawatir. Tatapannya masih di tempat di mana ia ingin terus menatap mata itu lebih dalam. Rinjani menggeleng pelan.

“Udah nggak apa-apa kok, Mas. Udah baikan. Makasih.” untuk usapan manisnya?

Suara ponsel Langit memecahkan semua yang baru tersusun. Ia berdecak pelan. Lalu bangkit lebih dulu dan disusul oleh Rinjani.

Rinjani berlalu, melanjutkan pekerjaan di area lain dan Langit juga segera menerima panggilan dari Taufan.

******** 

Siang ini sebelum makan siang, Nafa turun dari kamar dengan tergesa-gesa. Ia mendekati Olivia yang duduk di ruang santai dengan majalah di pangkuannya.

“Ma! Mama pergi ke sendiri aja, ya. Aku nggak bisa. Dospem tiba-tiba minta ketemu,” ujar Nafa, merasa bersalah. 

Ia berjanji menemani Olivia sore ini, namun batal saat Dosen Pembimbing memintanya ke kampus.

“Oh … gitu, ya?” Olivia mendesah kecewa.

Tidak ada benda penting yang ingin ia beli, hanya sebuah arisan setelah mengantar makan siang bersama teman-temannya di salah satu restoran.

“Atau gini aja,” Nafa melirik  Rinjani yang sedang bersih-bersih. Kemudian memanggilnya.

“Kak!” 

Rinjani menoleh, mendekat, “Non Nafa butuh sesuatu?” tanyanya.

“Temenin Mama ya, Kak.”

Rinjani menatap  Olivia yang ragu.

“Mama pergi sama Kak Rinjani aja, ya?” tanyanya.

Olivia mendesah pelan, ia akhirnya mengangguk.

“Bentar ya, Kak. Aku ambil dress dulu, kakak bisa pake baju aku,” ujar Nafa.

“Nggak perlu, Non!” cegah Rinjani.

Nafa menggeleng, tidak ingin dibantah, ia sudah menaiki tangga dengan setengah berlari, “Tunggu sebentar!” serunya.

Tidak lama calon dokter muda itu turun dengan dress floral biru langit, motif bunga kecil menbuat dress itu terlihat manis.

“Makasih, ya, Kak. Aku titip Mama,” Nafa berujar ramah. Dan pergi setelah dress ia tinggalkan di tangan Rinjani.

Rinjani segera ke kamar dan mengganti pakaian, mengabarkan pada Sulis jika ia akan pergi bersama Olivia.

Mobil mewah yang di kendarai oleh seorang bodyguard yang bertugas menjaga Olivia melesat di jalanan. Rinjani duduk di sisi Olivia dengan dua kotak makan siang. Sebelum ke arisan mereka akan mengantar  makan siang untuk Evan dan Langit.

Berselang tidak lama, keduanya sudah berada di depan gedung perusahaan. 

“Kamu tolong antar makan siang ke ruangan Langit, ya. Lantai 23. Tanya aja ke sekretarisnya. Saya mau ke ruangan suami saya sebentar. Setelah itu tunggu saya di selasar.”

Rinjani mengangguk sopan, masuk ke dalam lift dan menekan lantai 23. Gerakkannya di perhatian oleh Olivia.

“Kamu kenapa mau jadi ART, Rin?” tanya Olivia saat elevator bergerak naik.

“Nggak apa-apa, Bu. Mungkin sudah takdir saya jadi ART,” balas Rinjani sopan.

“Takdir? Belumnya kamu pernah mencoba kerja di tempat lain?” tanya Olivia.

Ting! 

Elevator itu terbuka. Rinjani menunduk sopan, “Maaf, Bu. Saya keluar dulu.” 

Olivia hanya mengangguk, menganggap pertanyaan itu sudah berlalu. Dan naik ke lantai ruangan suaminya yang tinggi dua tingkat.

Rinjani melangkah mendekati meja sekretaris, beberapa pasang mata yang baru keluar dari work station untuk makan siang tertuju padanya. Tatapan itu berbinar. Penasaran. Dan mereka memperhatikan Rinjani saat menyebukan nama Langit.

“Permisi, Mbak. Saya mau ke ruangan Mas Langit.”

Desas-desus perjodohan Langit dan Nafa santer terdengar. Namun kedatangan Rinjani membuat semua orang menerka-nerka.

“Nona Rinjani?” suara Taufan yang baru keluar dari ruangannya memecah pertanyaan Rinjani yang belum sekretaris jawab.

Rinjani mengangguk, bingung, ada yang tahu dengan namanya di sini.

“Ingin bertemu Pak Langit? Beliau ada di ruangannya. Mari saya antar.”

Rinjani mengikuti Taufan menuju pintu paling ujung. Lalu, pintu terbuka. Langit berdecak dan mengumpat pelan. 

“Kenapa main masuk–” ia terdiam.

Rinjani masuk setelah pintu ditutup Taufan. Keduanya terlihat canggung setelah apa yang terjadi tadi pagi.

Langit bangkit, mendekati Rinjani dan menilik penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. 

Sempurna … benar kata Vicky. Ia adalah berlian sesungguhnya dari keluarga Harsa.

“Kamu … ayo duduk,” Langit mendadak gugup. 

Rinjani duduk di sofa bersama Langit, meletakkan bento di atas meja. 

“Ke sini sama siapa?” tanya Langit, ia meraih bento dan membukanya. 

Makanan yang ia inginkan.

“Ke sini sama Ibu, Mas. Ibu lagi ke ruangan Bapak.”

Langit hanya mangut-mangut, ia sudah menyantap makan siang dari Rinjani.

“Saya permisi dulu, Mas. Takut Ibu–”

“Temenin saya sebentar,” sela Langit, “Mama kalau ketemu Papa pasti lama.” 

1
Nadin Alina
Hebat sih, Rinjani. Yang semula tuan putri mau berjuang untuk hidup🙃
Nadin Alina
next bab Thor....
Nadin Alina
Ceritanya keren, semangat Thor 🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!