Kegaduhan dunia sihir membawa malapetaka di dunia manusia, petualangan seorang gadis yang bernama Erika Hesly dan teman temannya untuk menghentikan kekacauan keseimbangan dunia nyata dan sihir.
apakah yang akan dilakukan Erika untuk menyelamatkan keduannya? mampukah seorang gadis berusia 16 tahun menghentikan kekacauan keseimbangan alam semesta?
Novel ini terinspirasi dari novel dan film Harry Potter, jadi jika kalian menyukai dunia fantasi seperti Harry Potter maka kalian wajib baca yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elicia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21
"Siapa dia?" Jiwa penasaran milik Erika memaksa gadis itu untuk bertanya.
"Kau..." Jawaban Xavier membuat Erika sedikit terpelojak kaget sebelum laki-laki itu melanjutkan kalimatnya.
"Maksudku, kau sangat banyak tanya ya" lanjut Xavier memberi isyarat pada gadis itu untuk berhenti bertanya.
"Aku hanya penasaran" Erika menaruh tasnya di pangkuannya.
"Lagipula kau tampak sangat gelisah tadi" lanjut Erika membuat Xavier tersenyum lembut.
"Oh..kau hawatir padaku ya?" Goda Xavier sambil mencubit pipi chuby Erika.
Erika menepis tangan Xavier dengan kasar, matanya menatap laki-laki itu nyalang, seolah-olah akan membunuh laki-laki itu jika dia berani menyentuhnya.
"H-hey...aku hanya bercanda.." ucap Xavier takut.
"..memang apa yang mau kau lakukan disini?" Xavier bertanya, mengingatkan Erika pada tujuan awalnya.
"Ah..iya..lihat ini" Erika mengeluarkan selembar kertas berisi daftar bahan-bahan Ramuan dari laut.
"Apa...ini?" Xavier tercengang melihat catatan di tangannya.
"Itu adalah daftar beberapa tanaman obat dan beberapa bahan hewani dari laut yang harus kau dapatkan" Erika dengan sungguh-sungguh.
"Kau...bercanda kan? Kenapa harus aku?" ucap Laki-laki itu tak terima
"Karena kau kan pangeran laut" jawab Erika dengan menekan kata pangeran laut.
Mendengar Erika membuat Xavier memajukan bibirnya, laki-laki itu terlihat seperti anak kecil yang marah.
"Bisakah kau tidak memanggilku seperti itu?itu menyebalkan" protes Xavier dengan malas.
"Ow ... apa kau marah?" Goda Erika
"Ugh ... Hentikan, itu menyebalkan" Xavier terlihat kesal
Melihat wajah kesal Xavier membuat Erika tertawa, entah kenapa gadis itu tampak sangat bersemangat hari ini.
"Aku hanya bisa memberimu beberapa bahan dari semua yang kau catat di sini" ucap Xavier kembali berbaring di rerumputan
"Kenapa? ... Kau kan pangeran, harusnya kau bisa mendapatkannya dengan mudah" ucap Erika yang sedikit kecewa dengan jawaban Xavier.
"Itu jika aku di laut, masalahnya sekarang aku berada di sini, di daratan, sama seperti manusia lainnya, kau pikir mudah mendapatkan bahan-bahan itu?" Kesal Xavier.
"Tsk ... baiklah terserah saja, yang penting ada" ucap Erika yang kemudian berdiri dari duduknya.
Xavier yang melihat itu mengerutkan keningnya, dia menatap gadis itu dengan tangan yang menopang kepalanya.
"Sudah mau pergi?" Tanya Xavier
"Iya, hari ini aku harus menyelesaikan beberapa tugas agar saat liburan nanti aku bisa liburan dengan tenang" gadis itu tersenyum secerah matahari.
"Kau menemui ku hanya karena meminta ini?" Wajah Xavier kembali masam
Erika menyunggingkan senyumnya, dia tidak bisa mengelak, karena memang itu tujuan dia datang.
"Huh ... Tinggal lah disini beberapa menit lagi" ucap Xavier yang tak terima di tinggalkan oleh gadis itu.
"Em ... Baiklah, tapi kau harus janji untuk mendapatkan bahan terbaik dari laut" ucapan Erika membuat Xavier mengaguk, dia menepuk ruang kosong di sebelahnya.
Erika mengambil duduk di sebelah Xavier, terlihat awan yang berwarna biru kini mulai berubah menjadi jingga, mata kedua orang itu menatap kearah danau yang memantulkan cahaya matahari yang akan tenggelam di ufuk barat.
"Cantik ... " Erika bergumam lembut saat matanya menatap kearah matahari terbenam.
Mendengar gadis di sampingnya, membuat Xavier mengalihkan perhatiannya pada wajah cantik Erika, dia menatap gadis itu penuh puja, bibir gadis itu yang sehat membuat laki-laki itu terpana, tatapan matanya yang indah membuat laki-laki itu tenggelam di dalamnya, kulit yang seputih susu yang kini terpapar sinar senja membuat siapapun tidak akan berpaling dari Erika.
" ... iya ... cantik" kata itu terucap dari bibir Xavier tanpa mengalihkan pandangannya.
Sinar senja menemani keduanya, membawa kembali sebuah kenangan indah di lubuk hati Xavier yang paling dalam, laki-laki itu menatap kedepan kearah indahnya sang senja yang mulai hilang, dengan penuh tekat dia bergumam di dalam hati
"Kali ini aku akan menjagamu ... Sheria"
***
Saat matahari mulai turun, terlihat dari kejauhan Profesor Seti berjalan cepat ke arah ruangannya, di tangan wanita itu membawa sebuah buku tebal yang dia dapat dari perpustakaan Akademi.
Raut panik tergambar jelas pada wajah tua sang Profesor, tangan wanita itu menggapai knop pintu ruangannya kemudian menguncinya kembali.
"bagaimana ini mungkin ... " gumamnya penuh dengan kehawatiran.
Jarinya membolak-balikkan halaman pada buku itu, matanya mempelajari setiap kata yang tertulis di sana.
"Kekacauan ... Sihir Gelap ... Pohon kematian ... Semua merujuk pada satu hal ..." Jarinya menari di buku catatannya.
Cahaya lampu sihir tiba-tiba berkedip, membuat fokus dari wanita itu teralihkan, angin berhembus dari jendela yang terbuka mengibarkan tirai yang menutupi jendela.
Profesor Seti berjalan ke arah jendela untuk menutupnya, diluar terlihat cahaya bulan yang tertutup awan membuat bumi tertutupi kegelapan.
Wanita itu berbalik setelah mengunci jendelanya, ia berjalan kembali ke kursinya sebelum sebuah suara mengejutkan wanita itu.
"Lama tidak bertemu ... Profesor?" suara seorang wanita yang muncul dari kegelapan.
"K-kau ... Apa ... B-bagaimana ..." Profesor Seti tidak bisa berkata-kata melihat wujud itu.
"Kau terlihat sangat terkejut" wanita itu berjalan kearah sang Profesor yang kini gemetar ketakutan
Wanita dengan liontin ekor duyung di lehernya itu mulai mendekat, tangannya membawa batu sihir berwarna hitam pekat, menandakan bahwa Sihir yang tersimpan adalah sihir gelap.
"A-apa ... apa yang ingin kau lakukan!" Profesor Seti bersiap mengambil tongkat sihir di balik jubahnya.
Wanita itu terkekeh, saat tiba-tiba batu sihir di tangannya bersinar dengan cahaya hitam di sekitarnya, wanita itu mulai menyentuh wajah sang Profesor yang ketakutan.
Jari lentik wanita itu mencengkeram leher Profesor Seti, membuat sang Profesor kehabisan nafasnya.
"AK ... A-AKHHHHH!!!!!"
Teriakan itu memenuhi ruangan saat sebuah petir menggelegar di langit malam, hujan turun dengan deras seolah ikut merendam teriakan pilu dari ruangan itu.