Dominic, sang maestro kejahatan, telah menawarinya surga dunia untuk menutup mata atas bukti-bukti yang akan menghancurkan kerajaannya.
Yumi, jaksa muda bercadar itu, telah menolak. Keputusan yang kini berbuah petaka. Rumahnya, hancur lebur. Keluarga kecilnya—ibu, Kenzi, dan Kenzo, anak kembarnya—telah menjadi korban dalam kebakaran yang disengaja, sebuah rencana jahat Dominic.
Yumi menatap foto keluarga kecilnya yang hangus terbakar, air mata membasahi cadarnya. Keadilan? Apakah keadilan masih ada artinya ketika nyawa ibu dan anak-anaknya telah direnggut paksa? Dominic telah meremehkan Yumi. Dia mengira uang dapat membeli segalanya. Dia salah.
Yumi bukan sekadar jaksa; dia seorang ibu, seorang putri, seorang pejuang keadilan yang tak kenal takut, yang kini didorong oleh api dendam yang membara.
Apakah Yumi akan memenjarakan Dominic hingga membusuk di penjara? Atau, nyawa dibayar nyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertaruhan!
“Saat berada dalam keadaan seperti ini, apa yang bisa kau lakukan? Terkadang, tekad yang kuat bisa menghancurkan diri sendiri jika bertindak tanpa perencanaan,” kata Dominic, suaranya tenang namun penuh hikmat. Ia memandang wajah Yumi yang masih tertutup cadar, yang tampak samar-samar di bawah cahaya bulan.
“Semua ini gara-gara kamu! Coba saja kau tidak membunuh kedua putraku dan ibuku, aku tidak mungkin berada dalam situasi seperti ini!” bentak Yumi, kemarahannya meledak. Ia mendorong Dominic, menolak bantuan yang ditawarkan pria itu. Emosi Yumi memuncak, menunjukkan rasa sakit hati yang mendalam. Ia tidak mau menerima bantuan dari orang yang telah merenggut segalanya darinya.
“Kau yakin semua ini gara-gara aku? Jika kau tidak terlalu mencampuri urusanku, kau tidak akan berada dalam situasi seperti ini. Bisa jadi saat ini kau masih hidup tenang dan bahagia bersama kedua putra mu,” kata Dominic, suaranya keras dan penuh tantangan. Ia menantang pernyataan Yumi, menunjukkan bahwa ia juga memiliki alasan dan perspektif tersendiri.
“Andai ada kehidupan kedua, aku berjanji akan membunuhmu. Tak peduli berapa kali aku dilahirkan, kau tetap akan menjadi orang pertama yang akan aku bunuh!” seru Yumi, suaranya penuh kebencian dan tekad yang kuat. Ia menyatakan sumpah mati kepada Dominic, menunjukkan kedalaman permusuhan dan rasa ingin balas dendamnya. Pernyataan Yumi menunjukkan keputusasaan dan kemarahan yang mendalam. Ia tidak akan menyerah sampai ia mendapatkan balas dendamnya.
Dinginnya air laut dan hembusan angin malam membuat tubuh Yumi semakin lemas. Kaki yang lelah tak mampu lagi menahan beban tubuhnya. Kelelahan dan kedinginan membuat Yumi tertidur, tubuhnya mulai tenggelam di permukaan air.
“Keras kepala!” umpat Dominic, menarik Yumi yang sudah tak sadarkan diri. Ia merobek sebagian bajunya, kemudian menggunakannya untuk mengikat tubuh Yumi pada tubuhnya. Dengan kuat, ia mulai berenang, menantang luasnya hamparan lautan. Dominic menunjukkan kesigapan dan keberaniannya dalam situasi yang kritis. Ia tidak meninggalkan Yumi yang sudah tak berdaya, melainkan mencoba menyelamatkannya. Perbuatannya menunjukkan sebuah perubahan sikap, walaupun masih ada rasa amarah di dalam hatinya pada Yumi yang terus berusaha membunuhnya.
Yoga, tanpa mengetahui apa yang terjadi pada Yumi, segera mencarinya. Ia mendekat kepada beberapa teman kantor Yumi yang terlihat dekat dengannya. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam.
“Nindi, Sabri, apa kalian berdua melihat Yumi?” tanya Yoga, suaranya penuh kecemasan. Ia tahu bahwa semenjak kematian orang-orang tercinta Yumi, wanita itu sering lupa waktu dan mencurahkan semua energinya untuk bekerja dan mencari informasi mengenai Dominic.
“Maaf, Pak, tapi kami tidak melihat Yumi dari tadi,” jawab Nindi dan Sabri serentak.
Nindi dan Sabri, juga baru menyadari kalau Yumi tidak masuk kerja.
Ternyata kepergian Yumi semalam untuk menyusul Dominic sama sekali tidak diketahui atasannya. Kehilangan Yumi tanpa pamit membuat semua orang di kantornya tidak tahu keberadaannya saat ini.
“Ada siapa-siapa di antara kalian yang pernah menghubungi Yumi?” tanya Yoga lagi, berharap ada yang punya informasi terbaru.
“Sebentar, Pak,” jawab Nindi, kemudian mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Yumi. Namun, beberapa kali percobaan gagal. Nomor ponsel Yumi tidak aktif. Kegagalan ini semakin meningkatkan kekhawatiran Yoga dan teman-temannya. Mereka semakin khawatir akan keadaan Yumi.
“Bagaimana?” tanya Pak Yoga dengan nada cemas.
“Tidak aktif, Pak,” jawab Nindi lesu. Kegagalan menghubungi Yumi semakin memperkuat kekhawatiran mereka.
Pak Yoga terlihat berjalan cepat menuju ruangannya, ingin mencari informasi apa pun yang berkaitan dengan Yumi. Meskipun terkadang menjengkelkan sebagai atasan, Pak Yoga sebenarnya sangat peduli pada semua bawahannya, termasuk Yumi.
Di tengah hamparan laut yang luas dan biru, Yumi dan Dominic terapung. Dari kejauhan, terlihat sebuah titik kecil di ufuk, mungkin sebuah pulau atau desa, terlihat sangat kecil dan jauh. Matahari terasa menyengat.
Yumi, merasa kepanasan di dahinya, perlahan mulai tersadar. Ia membuka matanya, melihat luasnya lautan di sekelilingnya. Kenangan malam lalu mulai terbayang di benaknya. Sebelum sempat bergerak, ia melihat Dominic di sampingnya, wajahnya pucat pasi karena kehilangan banyak darah.
Yumi mengedarkan pandangannya, kembali melihat titik kecil di ufuk yang tampak sangat jauh. Pandangannya kembali pada wajah pucat Dominic.
“Kenapa Anda membawa saya ke sini? Seharusnya Anda membiarkan saja saya mati semalam!” bentak Yumi, suaranya penuh dengan kemarahan. Ia masih dipenuhi dengan rasa benci kepada Dominic.
Dominic tersenyum dingin. “Aku hanya ingin mewujudkan impianmu untuk membunuhku. Terlalu awal jika kau mati semalam,” jawab Dominic, suaranya menjengkelkan ditelinga Yumi.
Yumi melihat Dominic yang tampak semakin lemah, banyaknya darah yang hilang akibat tikaman Yumi membuat tubuhnya semakin lemah.
“Sepertinya Anda tidak akan bertahan lebih lama lagi,” suara Yumi jelas terdengar sangat menginginkan kematian pria itu.
“Kalau aku mati, ambil saja pelampung dari tubuhku, kemudian pergilah ke sana,” Dominic menunjuk ke arah titik kecil di ufuk. “Nanti kau bisa meminta bantuan pada siapa saja di sana.” Perkataan Dominic sedikit menyentuh hati nurani Yumi.
Untuk sesaat, Yumi terdiam, menatap wajah pucat Dominic. Kata-kata Dominic yang menyangkal keterlibatannya dalam pembunuhan ibu dan anak-anaknya kembali terngiang di benaknya.
Mungkinkah itu benar? Mungkinkah Dominic tidak bersalah? Yumi kembali mengingat potongan anting wanita yang ditemukannya di lokasi kejadian. Ia memperhatikan telinga Dominic, memeriksa apakah ada tanda-tanda perhiasan seperti anting-anting, dan kenyataannya tidak ada. Keraguan mulai muncul di hati Yumi.
Yumi mulai merenungkan hal itu. Jika Dominic memang terlibat dalam pembunuhan keluarganya, mengapa ia tidak membunuh Yumi saat pertama kali bertemu di kediamannya. Padahal Dominic punya kuasa penuh melakukannya.
Mengapa Dominic harus bertele-tele menghancurkan keluarganya, dan kini justru jadi penyelamatnya, dan membiarkannya tetap hidup sampai saat ini? Pertanyaan-pertanyaan itu menimbulkan keraguan dalam hati Yumi terhadap kesimpulannya selama ini.
Dominic mengeluarkan kalung dari lehernya dan memberikannya kepada Yumi. "Di dalam liontin kalung ini, ada foto seorang gadis. Cari dia, dan katakan padanya, aku minta maaf. Aku tidak sengaja..." Ucapan Dominic terhenti di tengah kalimat, tampaknya ia tidak ingin menjelaskan selengkapnya kepada Yumi.
Dominic mengalihkan pandangannya, matanya berkaca-kaca. Kenangan tentang gadis yang dicintainya, dan kesalahan fatal yang tak sengaja dilakukannya pada gadis itu, menimbulkan rasa penyesalan yang mendalam di hatinya.
Terlihat jelas dari raut wajah Dominic betapa ia sangat mencintai gadis berhijab berusia 16 tahun dalam foto itu. Gadis itu menjadi kekuatan dan semangatnya dalam pencariannya selama ini. Namun, sayangnya, pencariannya selalu sia-sia. Gadis itu seperti menghilang ditelan bumi, meninggalkan Dominic dalam kesedihan dan kekecewaan.
Yumi bergerak untuk membuka liontin, ingin melihat gadis yang begitu berarti bagi Dominic. Namun, sebelum sempat melakukannya, Dominic menahan tangannya.
“Aku tidak menginginkan siapa pun melihat fotonya selama aku masih hidup!” tegas Dominic. Sikapnya yang berubah drastis membuat Yumi kesal.
“Dasar bodoh! Tadi dia memberikan padaku, sekarang dia kembali bersikap seperti es beku!” gerutu Yumi, mengumpat Dominic dengan nada lirih karena sikap Dominic yang berubah-ubah.
“Aku tidak mau berhutang budi. Ayo, kita keluar dari lautan ini. Setelah itu, kita kembali bertarung. Terlalu mudah jika kau mati sekarang,” kata Yumi, memaksa Dominic untuk pergi bersamanya.
Dominic tersenyum penuh arti. Ia membuka pelampung dari tubuhnya dan memakaikannya pada Yumi. “Mari kita berlomba. Jika aku yang lebih dulu sampai di sana,” Dominic menunjuk ke arah pulau, “maka kau akan melayaniku di atas ranjang. Tapi, jika kau yang lebih dulu sampai, aku akan menyerah dan mengakui semua kesalahanku.” Senyum picik terukir di wajah Dominic sembari menatap Yumi.
“Gila!” umpat Yumi. Ia tak percaya Dominic masih sempat-sempatnya memikirkan soal ranjang dalam kondisi sekarat seperti ini. Tantangan Dominic yang tak masuk akal itu semakin menambah kekesalan Yumi.
Namun, di balik tantangan yang tidak masuk akal itu, Yumi menyimpan harapan untuk menang. Jika ia berhasil mencapai pulau lebih dulu, iya tak perlu repot-repot mencari cara untuk memenjarakan Dominic. Tapi Dominic sendiri yang akan mengakui semua kesalahannya. Harapan ini menjadi motivasi bagi Yumi untuk berjuang sekuat tenaga.
“Bagaimana? Apa kau setuju?” tantang Dominic, sorot matanya menantang Yumi untuk menerima pertaruhan yang telah ia ajukan.
“Pertarungan konyol! Itu sama saja aku merugikan diriku sendiri!” Yumi menolak keras.
“Ayolah, kau bukan seorang gadis. Sedikit celup saja pasti tidak masalah, tidak akan meninggalkan bekas,” kata Dominic, ucapannya yang terlalu lancang membuat Yumi tak percaya.
“Dasar mesum dan tidak waras!” Yumi marah.
“Aku anggap kau mengatakan ya!” Dominic menyelam dan mulai berenang.
“Cih! Tidak semudah itu kau akan menang, bajingan!” Yumi pun menyusul, mengejar Dominic. Ia bertekad untuk menang dalam perlombaan ini.
Dan salam kenal para reader ☺️☺️😘😘