NovelToon NovelToon
Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mafia / Reinkarnasi / Fantasi Wanita
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Anayaputriiii

"Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen" Adalah Kisah seorang wanita yang dihina dan direndahkan oleh keluarganya dan orang lain. sehingga dengan hinaan tersebut dijadikan pelajaran untuk wanita tersebut menjadi orang yang sukses.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anayaputriiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 Kalung Dari Arya

"Ohh ...nabung berapa lama sampai bisa kebeli semua ini? Bahkan kalung yang dipakai Hanin juga gede. Berapa gram itu? Eh.Tapi itu emas asli, kan?" cecar Bu Daning. Tatapannya tak lepas dari kalung emas yang melingkar dileher Hanin.

"'Asli dong, Bu. Mana mungkin saya memberikan perhiasan palsu untuk istri saya sendiri? Hadiah yang saya berikan adalah murni dari kerja keras saya," jelas Raffa.

Hanin tersenyum menata suaminya yang tenang saat menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan ibunya.

"Pak Wirya, terima kasih sudah membantu." Arya berujar pada Pak Wirya.

"Sama- sama. Kalau begitu saya pamit dulu, Pak Raffa." Pak Wirya menunduk, lalu berlalu pergi meninggalkan kediaman Hanin.

Hati Lisna semakin panas melihat merek dari pakaian yang dibelikan Raffa untuk Hanin.

Selama berpacaran dengan Arya, ia belum pernah sekali pun dibelikan pakaian bermerek. Apalagi perhiasan barang satu gram saja.

"Ayo, kita bawa semua ini kekamarmu!" kata Raffa, yang membuat Hanin kaget. Lantas ia mengangguk. bangga!" cicit Lisna ketika Hanin melewatinya.

"Cih! Pakek kalung imitasi aja Hanin tersenyum tipis. "Iri,ya?" balasnya. "Minta noh sama ayangmu," celetuknya.

Lisna melotot. "Iyaaa, tenang aja! Gak usah nyuruh! Meski aku gak minta, Arya pasti bakalan beliin aku perhiasan, kok. Gak cuma kalung! Gelang, anting, sama cincin sekalian bakalan dia beliin!" tukasnya, dengan jumawa.

"Lisna, apa- apaan kamu ini?!" Pak Abdul baru pulang dari sawah. la meletakkan capingnya di amben luar lalu masuk.

"Dari depan sana suaramu terdengar keras sekali, Lisna," tegurnya.

"Pulang, Nak?" Pak Abdul tersenyum. Ia mengulurkan tangannya saat Hanin memintanya. Putrinya itu selalu mengedepankan adab. Tak lama kemudian, Raffa keluar dari kamar Hanin dan melakukan hal yang sama.

"Iya, Pak. Aku sama Mas Raffa baru datang" Jawab Hanin.

"Kalian habis belanja?" tanya Pak Abdul.

"Sebenarnya, ini hadiah pernikahan dari Mas Raffa, Pak. Kemarin aku sama Bu Mira yang beli," jelas Hanin disertai seulas senyum.

Pak Abdul tersenyum. Matanya menyipit kala melihat sesuatu yang berkilau di leher putrinya. Sebuah kalung. Perlahan rasa hangat menjalar ke hatinya. Selama dua puluh tiga tahun, Hanin baru bisa memakai perhiasan sekarang ini. Sebagai seorang Ayah, ia bangga sekaligus bahagia karena Hanin telah menemukan suami yang tepat.

"Alhamdulillah ... terima kasih, Nak Raffa. Kamu sudah membuat bapak senang karena bapak melihat putri bapak bahagia,' cetus Pak Abdul.

"Sudah kewajiban saya untuk membahagiakan Hanin, Pak." Raffa tersenyum tipis. "

Lisna mencebik. "Heleh, kebahagiaan apa yang bisa dinilai dengan kalung imitasi? Lagian gak ngotak banget kalau orang yang kerjanya OB bisa beli perhiasan asli," ucapnya, merendahkan Raffa.

"Lisna, cukup!" bentak Hanin.

"Kalau kamu terus-terusan menghina Mas Raffa, aku gak bakalan diam, Lis! Mas Raffa itu suamiku, harusnya kamu hormati dia! Kalau kamu iri, ya iri saja. Tapi,jangan sampai menghina!"

Lisna memutar malas bola matanya. "Emang ucapanku salah? Lagian adakah buktinya kalau kalung itu asli?" tantangnya.

Sebenarnya ia enggan membahas Hanin menghela napas. masalah ini apalagi sampai melebar seperti ini. la mengeluarkan dompet kecil dalam tasnya lalu mengeluarkan surat perhiasan tersebut.

"Nih, lihat! Kamu bisa baca, kan? Apa perlu aku eja nominal uang yang ditulis di kertas ini?"

Lisna memicing menatap nota perhiasan itu. Seketika, matanya melotot seperti hendak copot kala melihat nominal yang tertera dikertas nota tersebut. "Ti- tiga puluh juta?"ucapnya tak percaya.

Hanin memasukkan kembali nota tersebut ke dalam tasnya. "Mas Raffa membelikan perhiasan dengan kadar emas yang tinggi. Jadi, wajar harganya mahal. Dan sekarang jelas kan kalau kalung ini emas asli?" jelasnya.

"Pernikahanku sama Mas Raffa itu asli dan sah, makanya apa yang Mas Raffa beli juga harus asli," imbuhnya.

"Pak, aku pamit mau istirahat dulu, ya. Aku tadi udah beli lauk untuk kalian makan," kata Hanin.

"Iya, Nak. Istirahatlah. Kalian pasti lelah." Pak Abdul memilih kekamar mandi untuk membersihkan diri.

Sementara itu Bu Daning mencoba menenangkan Lisna yang nampak syok. Ia menuntun Lisna untuk duduk di sofa.

"Kamu bisa minta perhiasan yang lebih besar dari punya Hanin, Lis. Jangan syok begitu. Malu sama Raffa dan Hanin!" bisiknya.

Bibir Lisna melengkung kebawah. "Aku gak percaya! Pokoknya aku gak percaya kalau OB itu bisa beli perhiasaan sampek puluhan juta! Palingan itu cuma akal- akalan mereka saja supaya aku iri!"pekiknya dengan suara tertahan.

"Sabar, Sayang. Iya, iya ...mereka pasti bohong," kata Bu Daning seraya mengusap- usap bahu Lisna.

"Aku akan minta sama Mas Arya perhiasan yang lebih mahal!" kata Lisna yang masih merasa kesal.

"Minta saja. Toh, Arya kan kaya. Lebih kaya dari si Raffa."

Lisna mengangguk. "Tentu saja, Bu. Mana mungkin aku biarin Hanin menang dariku!"

Usai merasa lebih tenang, Lisna menelpon Arya. Semejak bekerja dikantor, ia dan Arya jadi jarang bertemu. Namun, Lisna yakin bahwa Arya bekerja keras untuk membahagiakannya. Saat telepon sudah terhubung, ia langsung meminta Arya membelikannya perhiasan yang lebih mahal dari milik Hanin. Kakaknya itu tak boleh lebih unggul darinya. Titik!

"Halo, Lis. Ada apa?" tanya Arya.

"Mas Arya, aku mau dong dibeliin perhiaan senilai 50juta."

"Kamu minta perhiasan senilai 50 juta? Buat apa, Lis?" tanya Arya, kaget. Ia bahkan sampai menyemburkan air mineral dari mulutnya.

"Hanin baru saja dibelikan perhiasan sama suaminya, Mas. Emang kamu gak pengen kayak gitu?" tanya Lisna. Ia sedikit kesal karena Arya tak langsung menyanggupi permintaannya.

"Bisa, sih, bisa. Tapi masa harus 50 juta? Beli satu gram apa dua gram saja kan cukup, Lis."

Lisna tersulut emosi. "Hanin saja yang suaminya OB bisa beli kalung harga 30 juta. Masa kamu yang jadi asisten manager aja gak bisa, sih?!"

Arya yang menerima telpon itu hanya memijat pelipisnya. la kesal pada sikap Lisna, tapi juga heran pada sosok Raffa. Pria itu hanya OB di kantornya bekerja. Tapi, mudah sekali mengeluarkan uang puluhan juta tanpa ragu hanya untuk istrinya.

"Ya, ya, baiklah. Nanti aku belikan."

"Bener ya?" Seketika kedua mata Lisna berbinar bahagia.

"Iya. Ya udah, aku mau mandi ini. Nanti kutelpon lagi," kata Arya.Lantas mematikan sambungan telepon.

Arya berdecak sebal usai telepon terputus. "Ada- ada saja. Dari pada uangnya buat beli emas, mending buat beli saham diperusahaan biar posisiku makin kuat di sini. Mendingan aku beliin emas imitasi aja. Toh, beli emas imitasi, Lisna gak bakalan tahu," gumamnya.

Arya memutuskan untuk menuruti permintaan Lisna dengancaranya sendiri. Ia pergi ke pasar perhiasan dan memilih kalung imitasi yyang tampak mewah namun harganya jauh lebih murah.

Sebelum memberikannya pada Lisna, ia memastikan kalung itu dibungkus dengan kotak mewah dan sertifikat palsu yang ia dapat dari penjual.

"Kalung ini pasti terlihat lebih mahal dari yang Hanin punya," ujar Arya sambil tersenyum licik." Mendingan aku kasihkan saja kalung ini sekarang."

Lisna seketika melompat dari ranjang saat sang Ibu membuka pintu kamarnya dan berkata bahwa Arya datang. la tak menyangka bahwa sang kekasih akan tiba secepat ini. Baru beberapa jam ia menelpon, Arya langsung datang menemuinya. Semoga saja lelakinya itu membawa perhiasan yang ia minta.

"Mas, kamu datang?" tanya Lisna berbasa- basi.

"Iya. Demi kamu. Nih!" Saat Arya menyerahkan kalung itu, mata Lisna berbinar- binar.

"Ini asli kan?" tanya Lisna sambil memandangi sertifikat yang terlampir. Hatinya berbunga- bunga ketika melihat nominal harga yang tertera di sana. Persis harga yang ia mau.

Bu Daning yang melihatnya pun ikut bahagia. Ia senang karena,Arya begitu loyal pada putri kesayangannya.

"Tentu saja. Mana mungkin aku membelikan kamu barang imitasi, Sayang" jawab Arya dengan nada tenang.

Lisna tak bisa menahan diri untuk segera memamerkan kalung itu pada Hanin. Namun, ia harus sabar sampai Hanin keluar dari kamarnya. Mungkin nanti malam Hanin akan syok melihat kalung yang ia pakai lebih mewah dan lebih mahal.

"Makasih, Mas. Kamu baik sekali. Kalau begini, OB itu gak,akan bisa merendahkan kita," celetuk Lisna.

"Iya. Pokoknya kamu yang terbaik."

Bu Daning tertawa. "Kamu baik sekali, Nak Arya. Terima kasih, ya.Ibu doakan agar rezekimu semakin lancar."

"Amiin. Makasih, Bu. Kalau gitu saya pamit pulang dulu."

"Loh, kok buru- buru, sih, Mas?" tanya Lisna, heran.

"Ada kerjaan kantor yang harus kukerjain di rumah. Maaf, ya. Nanti kalau ada waktu luang, aku main ke sini lagi," jawab Arya.

"Gak papa, Lis. Arya kan sekarang kerja kantoran. Kamu harus maklum," sela Bu Daning, menasehati putrinya.

"Hemm... yaudah, kalau gitu, Mas. Sekali lagi makasih banyak,ya,"

"Iya, sama- sama. Lisna berlari ke ruang tengah setelah Arya pergi untuk berkaca.Sebab, kaca di ruang tengah itu besar dan bisa memantulkan bayangan dirinya dengan jelas.

"Bu,cantik banget, ya kalungnya? Mas Arya pandai banget milihnya. Dia juga penuh kejutan. Masa aku minta tadi, eh langsung dibeliin," tukasnya.

"Iya. Kalungnya cantik karena yang makek juga cantik." Bu Daning menjawil hidung putrinya Saat pintu kamar Hanin,terbuka Lisna dengan sengaja melipat rambutnya ke samping,menonjolkan kalung yang berkilau melihatnya. di lehernya agar Hanin

"Wah, kalungnya cantik, Lis,"ujar Hanin tulus. la dengan jelas melihat kalung itu karena Lisna sengaja memperlihatkan padanya.

"Jelas dong. Harganya 50 juta," jawab Lisna dengan nada sombong.

Hanin menyadari sesuatu. la memang tak pernah membeli Namun, di balik senyumnya, perhiasan. Namun, ia sering mengantar Santi membeli perhiasan imitasi untuk dijual lagi. Dan warna kalung dan model yang dipakai Lisna, sama persis dengan perhiasan imitasi milik Santi.

Namun, Hanin hanya mengangguk kecil. la tak mau mengomentari perihal kalung yang dipakai Lisna. Biarlah adiknya itu tahu sendiri nanti.

***

Besoknya usai pulang bekeja, Hanin mengunjungi Santi di rumahnya untuk menanyakan perihal kalung milik Lisna. Sebenarnya ia kasihan pada adiknya itu. Namum, jika langsung menuduh, Hanin khawatir kalau ia dituduh iri. Hanin memperlihatkan foto kalung Lisna yang sempat ia potret secara diam- diam saat sarapan pagi tadi.

"Widih! Ponselmu Iphone, ya?Keren banget kamu sekarang, Nin?!" cetus Santi.

"Ih, jangan bahas ponselku. Ini hadiah dari Mas Raffa. Fokus saja sama kalung Lisna ini. Aku kasihan kalau dia ditipu Arya."

Santi terkikik. "Suamimu keren, Nin," cicitnya. la lantas mengamati foto yang ada di ponsel Hanin.

"Menurutku ini imitasi. Udah jelas, sih! Aku tahu kalau kamu juga udah bisa nilai, Nin."

"Iya, tapi aku masih ragu. Tapi, apa kamu beneran yakin, San?"

"Seratus persen. Ini emas lapis, bukan emas murni."

Hanin merasa bimbang. la tidak ingin mempermalukan adiknya, tapi di sisi lain, ia tak punya hak untuk ikut campur. la takut kalau saja ikut komentar malah disangka iri.

"Menurutmu aku harus gimana, San?"

"Diem aja." Hanin bergeming.

"Iya, ya. Nanti kalau aku bilang jujur dikira

aku iri,' tukasnya.

"Iyalah jelas. Adikmu itu kalau ngomong suka gak disaring. Pedes banget!"

Hanin tergelak mendengar ucapan Santi.

"Eh, aku masih penasaran sama ponselmu, Nin. Ternyata suamimu duitnya banyak juga ya," kata Santi seraya terkikik.

"Alhamdulillah, San. Suamiku rajin menabung."

"Ah, aku jadi iri. Kapan, ya aku nikah? Pengen banget punya suami kayak suamimu. Irit bicara tapi sekali ngomong jadi nyata. Keren itu mah!"

Hanin tergelak. "Aku doain secepatnya."

"Amiin. Makasih, Hanin!" Santi memeluk Hanin.

"Yaudah aku pulang dulu, San.Takutnya Mas Raffa udah pulang.Aku takut kejadian kayak dulu terulang lagi," kata Hanin.

Santi tertawa. "Ya baguslah. Aku bisa lihat suamimu lagi kan?" godanya yang langsung dibalas pukulan oleh Hanin.

Sementara itu, Lisna sengaja memamerkan kalungnya pada para tetangga saat berada di luar rumah.

Beberapa kali ada tetangganya yang lewat, Lisna pasti akan melipat rambutnya ke samping agar kalungnya terlihat. Sampai akhirnya, tetangganya yang julid tapi mengerti tentang perhiasan berkomentar.

"Baru punya kalung imitasi aja pamer!"

"Eh, jaga ucapanmu! Ini emas asli!" Lisna tak terima.

"Dih, bidan kok mau dibodohi! Kalau gak percaya, sana cek ke toko perhiasan!" Tetangga Lisna itu melengos, lantas berlalu begitu saja.

Lisna merasa harga dirinya diinjak-injak oleh komentar tetangganya yang terus terngiang dikepala. Kalimat itu seperti racun,membuat pikirannya tak tenang. la tak percaya tetangganya berani menuduh kalungnya palsu.

"Berani- beraninya dia ngomong begitu!" gerutunya saat bercermin, memandangi kalung dilehernya. Lantas mencari sertifikat kalung tersebut.

"Aku yakin kalau Mas Arya gak bakalan nipu aku. Dia pasti beliin emas asli. Mana ada kalung emas ada sertifikatnya begini," cetusnya.

Lisna memilih abai. la lantas kembali keluar dan memainkan ponsel. Ia menatap ke arah pintu saat Hanin baru saja pulang kerja.Tepat saat langkah Hanin ada di hadapan Lisna, ponselnya berdering.

Hanin mengeluarkan ponselnya yang otomatis dilihat oleh Lisna. Lisna kembali dibuat terkejut saat melihat logo ponsel Hanin. "I- i-phone? Dia punya i-phone?" ucapnya dalam hati.

Lisna merasa dadanya kembali terbakar karena rasa iri. Sebenarnya apa benar kalau Raffa hanya OB? Rasanya tidak mungkin, pikir Lisna.

1
Nurae
Ini cerita nya sedih... ☹️
viddd
Greget bangett sama kelakuan lisna dan ibunya,, cepet rilis episode selanjutnya dong
viddd
Good ceritanya
viddd
Kasian lisna, baru episode 1 aja sedih ceritanya 🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!