NovelToon NovelToon
AKU ISTRIMU BUKAN MUSUHMU

AKU ISTRIMU BUKAN MUSUHMU

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Romansa / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: SAFIRANH

Luna harus memilih antara karir atau kehidupan rumah tangganya. Pencapaiannya sebagai seorang koki profesional harus dipertaruhkan karena keegoisan sang suami, bernama David. Pria yang sudah 10 tahun menjadi suaminya itu merasa tertekan dan tidak bisa menerima kesuksesan istrinya sendiri. Pernikahan yang telah dikaruniai oleh 2 orang putri cantik itu tidak menjamin kebahagiaan keduanya. Luna berpikir jika semua masalah bisa terselesaikan jika keluarganya tercukupi dalam hal materi, sedangkan David lebih mengutamakan waktu dan kasih sayang bagi keluarga.
Hingga sebuah keputusan yang berakhir dengan kesalahan cukup fatal, mengubah jalan hidup keduanya di kemudian hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SAFIRANH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Sesaat setelah selesai berbelanja, Maria bergegas masuk ke dalam rumah. Perkataan dari tetangganya tadi telah membuat pikirannya menjadi kacau.

Tanpa mengatakan apapun, tangannya menarik gagang pintu kamarnya, membuka benda berwarna coklat tua tersebut dengan perasaan dan nafas yang memburu.

Di dalam sana, Doni bahkan sampai terkejut dengan kedatangan istrinya yang mendadak itu. Ia menoleh dan mendapati Maria yang tampak kesal sambil berkacak pinggang menatap ke arahnya.

“Mas…sebenarnya rumah ini akan diwariskan sama kamu atau sama David, sih?” tanya Maria tanpa basa-basi.

Doni mengernyit karena bingung. “Kamu ngomong apa? Pagi-pagi sudah emosi.” 

“Mas! Jawab yang jelas,” Maria menaikkan sedikit nada suaranya.

Doni masih bersikap santai sambil mengancingkan baju kerjanya sampai selesai. Baru ia berbalik dan bersiap untuk menjawab pertanyaan dari Maria. “Kalau tidak untukku, ya untuk David. Anak laki-laki Ibu kan cuma dua.”

“Nggak bisa begitu dong,” Maria mendekat ke arah suaminya. “Rumah ini baru kita renovasi, dan itupun pakai uang kita, Mas!” 

“Ya sudahlah. Kita bisa membangun rumah baru, itung-itung buat membantu David dan Luna.” 

“Aku nggak setuju,” ucap Maria tetap pada pendiriannya. “Aku akan tetap tinggal di rumah ini, mereka pikir membangun rumah baru itu nggak butuh biaya banyak apa?” 

“Tidak perlu marah-marah seperti itu, lagipula semua keputusan ada di tangan Ayah dan Ibu,” Doni mengusap pundak Maria sebelum keluar dari dalam kamar, hendak menyalakan mobil yang ada di garasi.

Sementara itu, Maria belum bisa menerima semuanya. Kondisi yang kurang menguntungkan baginya, serta sikap suami yang tidak pernah bisa mendukung akan keinginannya sendiri. 

Membuatnya bertambah kesal. Saat dirinya menoleh ke arah jendela, matanya melihat Luna yang tengah membersihkan halaman. 

Wajah polos itu, Maria sangat membencinya. Dan mulai saat ini, Maria harus lebih agresif mendekati Ibu mertuanya, agar rumah ini tetap menjadi hak milik suaminya. 

“Kalian adalah orang baru di rumah ini. Jadi, tidak akan kubiarkan kalian berkuasa dan menyingkirkan ku begitu saja.” geram Maria saat tangannya mengepal di tepian jendela.

“Awas saja nanti.” imbuhnya.

***

Sementara itu, Luna tampak baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Pandangannya menoleh saat mendengar langkah kaki dari arah teras rumahnya.

Suaminya, David, tampak sangat rapi mengenakan kemeja berwarna biru muda dengan wajah yang gembira penuh semangat. 

Di belakangnya, tampak Bu galuh yang tengah mengikuti putranya itu dari arah belakang sambil membawa kotak bekal yang sengaja disiapkan dari dapur.

“Sudah mau berangkat?” tanya Luna saat David sampai di hadapannya.

Belum sempat menjawab, Bu Galuh justru lebih dulu menyela. “David harus berangkat pagi setiap harinya. Kemana saja kamu, Luna? Suami berangkat kerja, kamu malah tidak tahu.” 

Lagi dan lagi. Bu Galuh selalu saja menyalahkan Luna atas semua yang dilakukannya. Padahal sangat jelas jika wanita paruh baya itu menyuruhnya untuk membersihkan halaman rumah, dan menolak saat Luna hendak membantunya memasak.

Saat Bu Galuh menatap ke arahnya, Luna sengaja menurunkan pandangannya untuk menghindari salah paham lagi.

Sedangkan Bu Galuh justru mendecih, menganggap jika Luna memang tidak punya nyali untuk melawannya. Sebuah pemandangan yang bagus, karena sikap seperti inilah yang memang diharapkan oleh Bu Galuh.

“Lain kali kamu harus lebih memperhatikan suamimu, Luna,” lanjut Bu Galuh masih menyalahkan.

“Sudah tidak apa-apa, Bu,” sela David.

Yang membuat Luna terkejut sekaligus merasa heran dengan apa yang baru saja diucapkan oleh David. Apakah Luna sama sekali tidak salah dengar, jika David baru saja membelanya?

“Kamu membela dia?” tanya Bu Galuh menaikkan nada suaranya karena tidak terima. 

“Luna sedang membersihkan halaman, Bu. Jadi apa salahnya, lagipula itu bisa meringankan pekerjaan Ibu di rumah,” ucap David saat tersenyum ke arah Bu Galuh.

Membuatnya langsung terdiam. Karena ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh David. Dengan adanya Luna di rumah ini, maka pekerjaan akan terasa lebih ringan.

“Ya sudah, kamu lekas berangkat saja. Ini jangan lupa dibawa makan siangnya,” Bu Galuh memberikan kotak bekal pada David.

Setelah pria itu menerimanya, ia langsung pamit pada Bu Galuh dengan mencium tangan Ibunya, sangat hormat. Lalu, saat melangkah tepat di sebelah Luna, David menghentikan langkah.

Rupanya ia mengulurkan tangannya ke arah Luna, hendak berpamitan juga kepada istrinya itu.

Luna terkejut, dan bingung dengan sikap David yang berubah drastis seperti saat ini. Pria itu biasanya akan bersikap sangat cuek, apalagi jika di depan Ibunya. David pasti akan menurut seperti anak burung yang berlindung di bawah bulu induknya.

“Kau tidak mau bersalaman denganku?” tanya David bingung, karena tidak mendapatkan sambutan baik dari Luna.

“Eh…bukan begitu,” ucap Luna tersadar. Ia mulai menerima uluran tangan David dan mencium punggung tangan pria itu seperti seorang istri yang sebenarnya. “Hati-hati di jalan,” Luna melanjutkan.

David mengangguk. “Nanti siang aku yang akan menjemput anak-anak, kamu di rumah saja membantu pekerjaan Ibu.” 

“Baik,” Luna tersenyum tipis. Melihat sosok David yang berlalu dari hadapannya.

Bukannya merasa senang karena hubungan anak dan menantunya telah membaik, Bu Galuh justru menyipitkan matanya, sama sekali tidak suka melihat Luna tersenyum. 

Hingga satu buah ide muncul di kepala Bu Galuh. “Luna, bisa bantu Ibu sebentar?” tanyanya mencoba bersikap ramah.

“Tentu saja, Bu,” jawab Luna antusias. Tanpa tahu apa yang sedang direncanakan oleh Ibu mertuanya.

“Kalau begitu ikut saya ke belakang sekarang,” Bu Galuh melangkah lebih dulu, yang kemudian disusul oleh Luna dari arah belakang. Tanpa meninggalkan rasa curiga apapun pada niat jahat yang telah direncanakan oleh Ibu mertuanya.

***

David tampak mengendarai sepeda motornya menuju ke arah warung makan dengan kecepatan sedang. Saat tanpa sengaja bertemu dengan beberapa orang yang dikenal, ia mengangguk dan tersenyum untuk menyapa.

Tak lupa juga ia berhenti di sebuah papan khusus yang biasa digunakan oleh para warga untuk memasang iklan atau berita terbaru. Jadi, David memanfaatkan sarana yang ada di kampungnya untuk ikut menempelkan selebaran tentang pembukaan warung makannya.

“Ah selesai,” David menempelnya di tempat yang sudah tampak kosong. Ia tersenyum dan berharap jika orang-orang akan melihat dan mulai berdatangan ke warung makannya.

Tak menunggu waktu lama, David kembali menyalakan mesin sepeda motornya, lalu melanjutkan perjalanan menuju warung.

Saat di perjalanan itulah, David berpapasan dengan dua orang pria tengah berjalan kaki dengan santai. Ia mengenali salah satunya, yaitu Pak Warto, dan beliau tinggal di dusun seberang.

David mengangguk, menyapa dengan ramah. Sedangkan pria yang berada di samping Pak Warto, David tidak mengenalnya sama sekali. Dari wajah dan cara berpakaian, sepertinya pria itu berasal dari kota. Tapi, siapa?

Tapi David tak mau ambil pusing, mungkin saja itu adalah orang yang baru pindah ke kampung ini, pikirnya. Lalu ia mulai kembali melanjutkan perjalanan.

“Mas Mahesa, di kampung ini tidak ada wanita yang bernama Luna,” tegas Pak Warto pada pria tinggi di hadapannya.

Mereka telah berjalan menyusuri beberapa dusun di kampung tersebut, tapi sama sekali tidak menemukan nama wanita itu. Bahkan di catatan kelurahan saja tidak ada namanya.

“Baiklah jika begitu, Pak. Terima kasih karena sudah mau membantu,” Mahesa menepuk pundak pria paruh baya itu sambil melemparkan senyuman.

Keduanya lalu kembali melanjutkan langkah sambil sesekali mengobrol ringan. 

Mahesa memang tengah mencari Luna, tapi ia memang tidak tahu persis dimana tempat tinggal wanita itu. Atau mungkin saja ia bukan warga asli kampung ini, jadi namanya belum terdaftar jika belum resmi pindah.

“Padahal aku berjanji untuk bertemu dengannya perihal cincin itu. Atau ku tinggalkan saja, ya? Agar masalah ini tidak terlalu rumit?” 

Mahesa terus berpikir. Meski kakinya terus melangkah, juga telinganya yang tetap mendengar ucapan Pak Warto, pikiran pria itu tengah pergi berkelana seolah mempertanyakan apakah ia tetap harus menemui Luna, atau pergi seperti tidak terjadi apapun.

BERSAMBUNG 

1
Becce Ana'na Puank
ok
SAFIRANH: Terima kasih ❤️
total 1 replies
HappyKilling
Bikin terhanyut. 🌟
SAFIRANH: Terima kasih 😘
total 1 replies
Helen
Kece abis!
SAFIRANH: Terima kasih,🥰❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!