NovelToon NovelToon
Untuk Aldo Dari Tania

Untuk Aldo Dari Tania

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah A

Berawal dari pertemuan singkat di sebuah mal dan memperebutkan tas berwarna pink membuat Aldo dan Tania akhirnya saling mengenal. Tania yang agresif dan Aldo yang cenderung pendiam membuat sifat yang bertolak belakang. Bagaikan langit dan bumi, mereka saling melengkapi.

Aldo yang tidak suka didekati Tania, dan Tania yang terpaksa harus mendekati Aldo akhirnya timbul perasaan masing-masing. Tapi, apa jadinya dengan Jean yang menyukai Aldo dan Kevin yang menyukai Tania?

Akhirnya, Aldo dan Tania memilih untuk berpisah. Dan hal itu diikuti dengan masalah yang membuat mereka malah semakin merenggang. Tapi bukan Aldo namanya jika kekanak-kanakan, dia memperbaiki semua hubungan yang retak hingga akhirnya pulih kembali.

Tapi sayangnya Aldo dan Tania tidak bisa bersatu, lantaran trauma masing-masing. Jadi nyatanya kisah mereka hanya sekadar cerita, sekadar angin lalu yang menyejukkan hati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menyerahkan Tanggung Jawab

Jean mengajak Aldo ke taman. Di sana dia akan menceritakan dan menuangkan keluh kesahnya, segala pikiran yang menjadi bebannya. Wajahnya sedikit pucat, entah karena panas matahari sore atau karena pikiran yang tiba-tiba membombardirnya.

Aldo menggenggam tangan Jean, berusaha untuk menenangkan gadis itu. Karena biasanya, setiap cewek akan suka digenggam tangannya. Termasuk Jean.

"Apa yang bikin lo khawatir?" tanya Aldo.

Jean mendesah berat.

"Bilang ke gue, Jean," ujar Aldo dengan nada lembut.

Jean mendesah panjang. Dia menatap Aldo dengan sorot mata sendu. Bibir pucatnya sedikit gemetar. "Lo yang harusnya bilang sama gue," ujar Jean.

Aldo diam. Dia mencerna kata-kata Jean dengan baik. Perlahan saat sorot matanya dan Jean terbakar, dia melepas genggaman tangan itu.

"Lo emang udah bilang. Tapi lo enggak ada kejelasannya," ujar Jean. Dia terlihat frustrasi. "Gue enggak tahu harus mulai ini dari mana, harus cerita ini dari mananya, harus nuangin ini kayak gimana. Karena ... gue aja enggak paham," ujar Jean.

Aldo menghela napas panjang. Sekarang, tangan panjangnya melingkar di belakang baju Jean, dia menepuk-nepuk bahu gadis itu. "Tenang, jangan gegabah. Kalau udah siap, baru ngomong," ujar Aldo.

Sekarang Jean menuruti kata Aldo. Dia mengatur deru napasnya hingga berangsur normal. Bertepatan dengan itu, Aldo masih terus menepuk bahu Jean pelan.

"Gue bingung mulai dari mana," ujar Jean.

"Dari mana aja, gue akan berusaha memahami," ujar Aldo.

Jean terdiam. Dia menatap Aldo sepenuhnya. Sorot matanya beradu panas, sama-sama sayu tetapi bisa berubah menjadi nyalang kapan saja. "Gue ... gue enggak tahu suka sama lo atau enggak. Tapi, gue yakin gue suka sama lo semenjak gue kenal Tania."

Diam. Aldo lebih baik tidak memotong dan memilih mendengarkan suara hati Jean.

"Gue tahu, kalau seseorang udah cinta pasti yang paling ditakutkan itu enggak mau kehilangan. Dan gue, gue rasain ketakutan itu, Aldo," ujar Jean. "Lo tahu, saat kali pertama lo ketemu Tania di mall?"

Aldo mengingat kejadian yang sudah lama itu. Mall?

"Lo rebutan tas sama Tania. Lo beli buat gue, 'kan?"

Ah, Aldo ingat akan hal itu.

"Dan gue, gue merasakan hal baru akan terjadi. Dan benar, 'kan? Lo sama Tania selalu ketemu," ujar Jean.

Aldo menghela napas panjang.

"Gue tahu lo ngusap-ngusap Tania. Pokoknya lo sama dia selalu ketemu. Dan hal itu, buat ketakutan gue muncul. Dan benar 'kan, itu benar-benar muncul saat di kantin lo juga sayang sama Tania."

"Jean, sayang belum—"

"Tapi bentar lagi 'kan, Aldo?" potong Jean. Dia menyorot tajam kepada Aldo yang berkali-kali mendesah berat.

"Gue cuma mau bilang itu. Gue enggak mau mendam perasaan sendiri. Gue akui, gue cemburu lihat lo sama Tania. Tapi, lo jangan beranggapan setelah gue ngomong kayak gini lo mikir gue maksa perasaan. Enggak. Gue bilang ini semata biar gue enggak beban sendirian," ujar Jean.

Aldo diam.

Jean setia menatap.

Jean meraih tangan Aldo. "Do, gue tahu lo sayang banget sama gue. Begitupun ke Tania. Dan gue, enggak akan maksa hati lo untuk siapa. Gue benar-benar enggak maksa, serius. Itu pilihan lo, dan hak lo. Setelah ini jangan anggap gue maksa perasaan, ya. Karena itu benar-benar salah," ujar Jean.

Aldo benar-benar frustrasi. "Jean, izinin gue."

"Untuk?"

"Mencoba perasaan."

Tatapannya begitu teduh dan dalam. Seolah itu menyiratkan perasaannya saat ini.

Jean mendesah berat. "Gue enggak akan maksa lo."

Aldo mengangguk kecil. "Makasih, lo emang terbaik."

"Oh iya, ada satu hal yang ingin gue bicarakan."

"Apa?"

...******...

Tania bersiap turun dari dalam taksi. Pertama, taksi itu mengantarkan Nabilla pulang lalu kemudian dirinya. Dia memakai tasnya dan tanpa sengaja gantungan tasnya jatuh di dalam mobil tanpa dia rasakan.

"Makasih," ujar Tania lalu turun dari taksi.

Sang pengemudi tersenyum kecil dari balik kaca spion dalam. Dia melihat benda di atas jok yang terselip. Dia meraihnya, gantungan kelinci. Perlahan dia meneliti gantungan itu lalu memotretnya sebelum diberikan kembali.

"Tunggu!"

Tania urung membuka pintu gerbang rumahnya.

"Ini punya kamu?" Pengemudi itu mengeluarkan gantungan dari balik jendela yang terbuka.

Tania yang menyadari gantungan itu copot, bergegas mengambilnya. "Oh iya, makasih banyak."

"Iya, lain kali hati-hati menjaga barang," ujar pengemudi.

Tania tersenyum manis. Tetapi seketika dia berubah mengernyitkan kening saat melihat pengemudi itu. Sepertinya dia sangat familier dengan wajah dan suaranya.

"I-iya, makasih."

Tanpa menjawab, pengemudi itu kembali melajukan taksinya diikuti tatapan bingung dari Tania. Sang pengemudi bisa melihat itu dari kaca spion. Dia tersenyum kecil. Akhirnya, satu tugas yang dia jalani berhasil.

"Kayak Dion," lirih Tania.

Memang, yang mengemudikan taksi untuk Tania dan Nabilla adalah Dion yang menyamar sebagai sopir taksi. Dia menukar mobilnya di belokan sekolah.

Selain itu saat seseorang melihat Tania dari balik gorden rumahnya, dia menempelkan ponsel di telinga.

"Malam ini bisa ketemu?"

...******...

Sesuai janjinya dengan seseorang, Aldo bersiap keluar dari rumahnya menuju kafe tempat pertemuan. Dia mengambil motornya dari bagasi lalu melaju di gelapnya malam ibu kota.

Sesampainya di sana dia langsung disambut hangat oleh seseorang yang mengajaknya bertemu—Kevin.

Mereka duduk berhadapan dengan lilin di tengah. Oke, kafe ini tidak cocok dengan mereka. Apalah kafe ini mengusung tema pasangan. Sangat tidak cocok dari segi apa pun. Untung, ini bukan kafe milik Mila.

Sedari tadi Kevin terus memperhatikan Aldo dengan tatapan intimidasi. Begitupun sebaliknya. Keduanya tampak beradu tatap tanpa asap membumbung. Mari kita akui ketampanan Kevin dengan memakai baju rajut warna putih yang menutupi lehernya dan juga celana jeans hitamnya. Kemudian pada Aldo yang menggunakan kaus polos warna hitam dengan dipadukan jaket denim warna hitam dan juga celana jeans hitamnya.

"Ada apa? Lo lagi latihan akting buat pra praktek ujian?" tanya Aldo.

"Gue udah cukup mahir," ujar Kevin.

"Lalu?" tanya Aldo.

Kevin mulai mempersiapkan dirinya untuk bercerita. "Gue mau kuliah di Jerman," ujar Kevin.

"Terus?" tanya Aldo.

"Itu artinya gue harus ninggalin Indonesia."

"Terus?"

"Gue juga bakal ninggalin Tania."

Bungkam. Aldo tidak menjawabnya.

"Dan lo tahu, 'kan? Gue sayang banget sama dia. Tapi gue enggak bisa maksain hati dia buat siapa."

"Gue baru dilantik jadi ketua OSIS dan belum bertugas. Jangan buat gue pusing sebelum bertugas."

Kevin mendesah berat. "Tania suka sama lo. Tapi dia bingung, enggak tahu sih bingungnya kenapa."

Hening. Lilin itu menyala. Musik itu mengalun. Dan dua minuman itu akan basi.

"Kalau bicara soal perasaan akan selalu bingung, Kak."

"Benar. Dan gue minta tolong lo untuk jagain dia selama gue enggak ada di sisinya."

"Lo nitipin dia ke gue?"

"Iya. Bukan dengan alasan percaya. Tapi, lo emang orang yang tepat. Tapi sebelum itu lo harus tahu seluk-beluk Tania." Kevin meletakkan buku di atas meja. "Semua tentang Tania gue tulis di buku ini. Jangan sampai ada yang tahu."

Aldo menatap buku itu. Lalu, beralih menatap mata tegas Kevin. "Gue enggak bisa."

"Kenapa? Bukannya lagi mencoba perasaan?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!