Di atas bukit di tengah hutan, lebih kurang lima kilo meter jarak nya dari kampung.Terdengar sayup-sayup untaian suara yang berbunyi melantun kan seperti mantra jika di lihat dari dekat, ternyata dua orang pemuda berumur tujuh belas tahun paling tinggi, dihadapan orang itu tergeletak sebuah foto dan lengkap dengan nasi kuning serta lilin dan kemenyan.
Sesekali mengepul asap kemenyan yang dia bakar dari korek api, untuk mengasapi sebuah benda yang dia genggam di tangan kanan.
Jika di perhatikan dari dekat sebuah benda dari jeruk purut yang telah di keringkan, di lubang dua buah untuk memasukan benang tujuh warna.
Menurut perkataan cerita para orang-orang tua terdahulu, ini yang di namakan Gasing Jeruk Purut, keganasan nya hampir sama dengan gasing tengkorak tapi gasing jeruk purut hanya satu kegunaan nya saja, tidak sama dengan gasing tengkorak,
Gasing tengkorak bisa di gunakan menurut kehendak pemakai nya dan memiliki berbagai mantra pesuruh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAHLEILI YUYI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Syarat Nya Lima Emas
Membeli makan-makan, untuk di makan di sana". Ucap Olen pada Erim.
"Oh. Iya baik". Jawab Erim, mereka langsung menuju sebuah warung.
Setelah semua nya selesai, mereka berangkat menuju kebun om dukun Uciak, yang jarak nya lebih kurang empat kiloan dari negeri. Melalui kebun karet, kebun kopi dan juga kebun pinang.
Tidak lama mengendarai motor baru mereka sampai, di dekat pagar kebun Om Dukun Uciak. Lalu mereka di salak oleh empat ekor anjing. Dan terdengar dari atas rumah satu suara.
"Diam!". Semua Anjing itu diam dari gonggongan nya.
"Mak. Uciak, Mak Uciak!". Panggil Erim dari bawah. Sebab rumah ladang Dukun itu memiliki anak tangga tujuh buah lumayan tinggi rumah nya, dan di bawah rumah itu kandang itik dan kandang ayam.
"Sia!". (Siapa) Jawab suara itu dari atas rumah.
"Ambo Mak Dukun. Erim!". (Aku Om Dukun. Erim) Jawab Erim.
"Erim! oh naiak la, pintu lai ndak di kunci do". (Erim oh naik saja, pintu tidak di kunci). Jawab seseorang dari atas rumah.
Lalu mereka berlima naik ke atas rumah.
"Erim la lamo ndak kasiko, la labia yo mungkin dari sataun ndak?". (Erim, sudah lama nggak kesini, mungkin sudah ada satu tahun?). Tanya Dukun Uciak, dia mengentikan perkerjaan nya yang sedang membuat tali jerat babi.
"Iyo ado mungkin sataun ko ambo ndak kasiko Mak". (Iya mungkin ada satu tahun, aku tidak kesini). Jawab Erim.
"Rami e lai, buek la kopi, ko ndak ado nan ka mahidangan do, awak yo di parak ko nyo". (Ramai nya, buat lah kopi, di sini tidak ada yang akan menghidangkan, kita saja di kebun ini). Ucap Mak Dukun sambil menurun kan gelas gula dan kopi dari rak.
"Iyo, Mak Uciak". (Iya Om) Jawab Erim, sambil membuat kopi, dan juga di ikuti empat teman lain nya.
"Olen, mana belanja kita tadi, letak kan di tengah biar kita sama-sama memakan nya". Ucap Erim.
"Ini". Jawab Olen sambil meletakkan sebuah plastik besar di hadapan mereka.
Mereka langsung membuat kopi bersama-sama, dan bercerita ngalor ngidul yang tidak karuan, tidak terasa hari telah menunjukan pukul tiga pagi.
"Mak! Uciak yo tujuan Ambo kasiko saparoti nan biaso nyo, ndak parolu di agiah tau lai, Mak Uciak la paham nyo". ( Om! Uciak, ya tujuan aku kesini seperti yang biasanya, tidak perlu di kasih tahu lagi, Om Uciak sudah paham). Ucap Erim sambil menatap dukun Uciak.
Sebuah kelebihan dukun Uciak ialah, dia tahu dengan tujuan dan maksud orang berkunjung ke tempat nya, tampa di beri tahu, atau masalah asihan, atau santet dan juga berobat. Dukun Uciak sudah paham dengan itu semua.
"Caliak lu, ma bantuak urang nyo?". (lihat, mana bentuk orang nya?). Tanya dukun Uciak.
Lalu Erim mengeluar kan ponsel nya, dan melihat kan gambar yang akan mereka Teluh.
"Lai sarupo nan biaso nyo ndak, lai ndak ado sangkuik pawuik nyo urang ko jo Datuak Klewang Pandore Ulu do ndak?". ( Masih seperti biasa nya kan, kan tidak ada sangkut paut nya orang ini dengan Datuk Klewang Pandore Ulu kan?). Tanya dukun Uciak, terus menatap gambar yang di dalam ponsel Erim.
"Indak mak Uciak". ( Tidak Om Uciak). Jawab Erim santai dengan kebohongan nya.
"Oh. iyo, saparoti nan biaso nyo, yo papatah yo mangatokan, ado piti ado barang". (Oh... seperti biasanya, pepatah mengatakan, ada uang ada barang). Ucap dukun Uciak sambil tersenyum menatap Erim.
"Masalah tu, ndak potiang Mak Uciak camehan, barapo kiro-kiro syarat nyo Mak Uciak?". ( Masalah itu, tidak penting Om Uciak cemas, berapa kira-kira syarat nya). Tanya Erim tersenyum sambil menatap dukun Uciak.
"Limo ameh, banyak syarat nyo". ( Lima Emas, banyak syarat nya). Jawab dukun Uciak.
"Iyo la Mak!, tapi bilo Mak Uciak kan mamulai karajo ko?". (Iya Om, tapi kapan Om Uciak akan memulai pekerjaan ini?). Tanya Erim.
"Kini baitu, kalau karajo ko, yo langsuang baok syarat nyo tu sarato kok kan iyo, kasiko kalian patang Saptu bisuak, bao syarat nyo tu di". (Kini begitu, kalau kerja ini, ya. langsung bawa syarat nya serta, jika iya, kalian harus kesini lagi sore Saptu besok, bawa sarat itu sekalian). Ucap Dukun Uciak, beliau lalu menghisap rokok dalam-dalam.
"Yo. Lah Mak Uciak, syarat nyo tadi limo ameh apo ndak bisa berupo pitih mak Uciak?". (Ya sudah Om Uciak, syarat nya lima emas, apa tidak bisa berupa uang?). Tanya Erim.
"Indak! iko harus barupo ameh". (Tidak! ini harus berupa emas) Jawab dukun Uciak.
"Yo jadi mak Uciak". ( Ya jadi Om Uciak). Jawab Erim.
"Mak! yo baitu la dulu ndak, dek hari ala malam permisi kami pulang lu yo, patang Saptu bisuak kasiko kami baliak". (Mak! ya begitu dulu, karena hari sudah malam permisi kami pulang ya, sore Saptu besok kami kembali kesini). Ucap Erim.
"Alah tangguang kalian pulang ma, bisuak pagi yo la pulang". (Sudah tanggung kalian pulang, besok pagi saja pulang nya). Jawab Dukun Uciak.
"Olen bagaimana, besok pagi kita pulang atau sekarang?". Tanya Erim pada Olen.
"Aku nurut saja sama kamu". Jawab Olen.
"Bagaimana?". Tanya Erim pada ke tiga teman nya yang lain.
"Lebih bagus kita pulang sekarang, agar orang kampung nanti tidak berprasangka buruk terhadap kita". Jawab salah satu teman nya.
"Iya juga, lebih bagus kami pulang sekarang". Ucap Erim dalam hati nya.
"Baitu la Mak Uciak, bana juo kecek kawan wak ko ma, elok kami pulang malam kini juo". (Begitu lah Om Uciak, benar juga ucapan teman aku ini, lebih bagus kami pulang malam ini juga). Ucap Erim.
"Baiak lah, kalau baitu". (Baik lah, jikalau begitu) Jawab Dukun Uciak.
"Permisi kami yo Mak!". (Pernisi kami ya Om) Ucap mereka hampir persamaan.
"Oh. iyo, hati-hati di jalan" ( Oh. iya hati-hati di jalan) Ucap dukun Uciak.
"Iyo mak Uciak". (iya Om Uciak) Ucap mereka.
*******
Masalah Diara dan Gura di sekolah telah selesai, masalah tim voli Kapten dan Nakoda belum juga kelar, semua guru ingin berdamai, segala hadiah yang pernah di janjikan oleh semua guru telah di berikan nya pada tim Kapten, dan juga bonus nya.
Tapi tim Kapten tidak mau, karena mereka rasa hampir semua guru tidak adil terhadap mereka, dengan berbagai cara para guru membujuk mereka agar masalah damai serta dengan janji dan sumpah guru, mereka akan merubah sikap yang tidak adil nya.