Johanna Kate seorang gadis cerdas yang kehilangan ibunya pada usia muda. Yohanna sama sekali tidak mengetahui keberadaan ayahnya dan mengharuskannya tinggal bersama bibinya dan Nara. Selama tinggal bersama bibinya, Yohanna kerap mendapatkan perlakuan tidak baik.
Setelah lulus SMA, Yohanna diusir. Lima tahun kemudian, Bibi Yohanna berulah lagi. Demi membayar utangnya Hanna di paksa harus menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
Bagaimana kisah selanjutnya. Apakah Johanna harus menikahi lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
ikutin terus yuk....
Novel ke sebelas ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEPERGIAN IBU
💌 MUST GET MARRIED 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
Wajah Hanna berkerut saat mengingat detik-detik ibunya mengembuskan napas terakhir.
FLASH BACK ON
Hanna mendapat kabar bahwa ibunya kecelakaan. Jantungnya tidak bisa diam sepanjang jalan. Mobil taksi yang di tumpanginya berhenti jauh karena padatnya antrian mobil. Dengan terburu-buru, Hanna langsung keluar dari taksi. Setelah memberikan uang taksinya. Ia langsung turun dari mobil.
"Nona, kembaliannya???" Teriak supir taksi memanggil Hanna.
Namun Hanna tak perduli, ia hanya terus berlari menuju pintu utama rumah sakit. Jantungnya memukul kencang, sangat kencang. Mata Hanna langsung berkaca-kaca. Napasnya naik turun karena kecepatan berlarinya.
Heeekkkksss.....Heeeekkksss...
Hanna terus berlari, bibirnya gemetar, tak tahan dengan segala gejolak yang timbul di dadanya. Ia mulai menangis, wajahnya mengerucut, mengerut.
"Ibu...."
Aaahhhhhh.....Aaahhhhhhh.... Ringis Hanna semakin terdengar. Ia hanya terus berlari agar sampai di pintu rumah sakit. Hanna mengusap air matanya saat tiba di depan meja resepsionis.
"Pasien bernama Marta dimana suter?" Tanya Hanna dengan cepat.
"Tunggu sebentar ya, saya periksa dulu." kata perawat dengan cepat. Ia langsung melihat daftar pasien. "Pasien baru saja di bawa ke ruang ICU."
"Ha...." wajah Hanna menegang. "Ibu dibawa ke ruang ICU? Apa yang terjadi dengan ibuku?"
"Pasien tiba-tiba kejang."
"Dimana ruangan itu?" potong Hanna dengan cepat. Ia ingin memastikan sendiri kondisi ibunya.
"Sebelah kanan, lurus terus sampai dapat ujung." Jelas perawat yang berjaga.
"Terima kasih suster." Sahut Hanna beranjak meninggalkan lobby rumah sakit. Ia langsung bergegas menuju ruang ICU seperti yang dijelaskan perawat.
Hanna berdiri di depan pintu kamar itu. Ia menahan sekejap tangannya di kenop pintu. Matanya ketika berkaca-kaca. Ia melihat ke arah tangannya dan meremas kenop pintu itu, namun tak kunjung membukanya. Hanna melakukan ritualnya, menarik napas dalam-dalam dan
CEKLEK!
Hanna membuka kenop pintu, hingga membuat daun pintu terdorong ke dalam. Hanna melangkah dengan perlahan. Semaksimal mungkin meminimalisasi suara dari derap langkah kakinya. Mata Hanna langsung berkaca-kaca. Mulutnya terbuka dan gemetar. Hidung dan matanya mulai memerah. Ia menarik napasnya lagi. Mencoba menahan perih yang mulai terasa di hidungnya. Hanna semakin mendekat dan memandang wajah wanita berhati lembut itu dari dekat. Ibunya berbaring lemah dengan perban yang melilit di kepala dan selang infus tertancap di tangannya. Suara dari monitor terdengar jelas di telinganya. Menampilkan grafis detak jantung dan tekanan darah ibunya. Ventilator yang dihubungkan dengan selang melalui hidung, mulut dan tenggorokan untuk membantunya bernapas. Tubuh Hana tiba-tiba tidak bertulang, lemas dan tak berdaya.
"Aaahhhhhh..." Hanna melepas napas panjang. Air matanya dengan cepat tergelincir bebas di pipinya.
"Ibu?" Suara Hanna gemetar.
Renata langsung mendekat dan memeluk Hanna dari samping dan ikut menangis.
"Ibumu akan baik-baik saja."
"Apa yang terjadi dengan ibu bi, kenapa ibu bisa sampai seperti ini?" ucap Hanna begitu sedih. Hanna baru saja mengetahui bahwa ibunya kecelakaan. Hanna sedang studi tour dan untuk kembali ia membutuhkan waktu satu hari agar tiba di kota A. Ibunya menggunakan selang-selang dan alat-alat medis untuk menopang hidupnya.
Hanna semakin mendekat ke ranjang dimana ibunya sedang berbaring tak berdaya.
"Ibu... Ibu...hiks...hikss..." Lirih Hanna sambil memegang tangan ibunya dengan hati-hati. Takut akan mengganggu selang infus yang tertancap di tangan ibunya itu. Hanna menatap Marta dengan tatapan nanar. Penuh dengan kekhawatiran.
"Ibu kenapa bisa jadi seperti ini? Bukannya Sebelumnya ibu baik-baik saja. Kenapa begitu tiba-tiba ibu. Lihat Hanna, bangunlah! Hanna sudah ada di sini, aku tidak akan pergi meninggalkan ibu lagi. Aku akan di sini menemani ibu. Tolong bangun ibu, aku tidak kuat melihat ibu seperti ini. Hati Selena hancur ibu. Bukankah ibu menyayangi Hanna. ibu paling tidak suka melihat Hanna menangis, kan? jadi bangunlah!"
Renata ikut menangis di sana. Ia menutup mata singkat karena tak kuasa menahan kesedihan keponakannya. Dia sangat mengerti perasaan Hanna. Dia begitu sayang kepada Marta.
Saat mendengar tangisan putrinya, jari-jari tangan Marta berkedut.
"Ha...ha...anna putriku!" Suara Marta pelan dan parau. Samar-samar hampir tidak terdengar. Namun Hanna bisa mendengarnya. Ia terjengkit dari duduknya.
"Ibu..."
"Marta?" Renata pun terkejut dan langsung bangun dari duduknya, melihat ke arah Marta. Ia memegang pipi Marta dengan lembut. Hanna bahagia saat melihat ibunya sudah sadar.
"Ibu, kau sudah sadar. Lihat aku!" pinta Hanna dengan penuh harapan.
Suara dari monitor terdengar jelas di telinganya, menampilkan grafis detak jantung dan tekanan darah. Maria masih menggunakan oksigen yang menutup mulutnya.
"Ibu." Hanna tak kuasa membendung air matanya.
"Kau datang sayang... mendekatkan...!" Suara terbata-bata dari Maria masih bisa di dengar Hanna walau ada oksigen masih menempel di mulutnya. "Ayahmu...."
"Kenapa dengan ayah ibu?" Hanna mendekatkan telinganya ke arah Marta, agar bisa mendengar ibunya bicara.
"Aaaa....ayahhhhh ...mu...."
Hanna menggeleng. "Kalau ibu tidak kuat, jangan dipaksa ibu...." Air mata Hanna kembali mengkristal penuh di kelopak matanya. Hanya dalam satu kedipan saja, air mata itu akan terjatuh. Ia semakin tidak kuasa menahan kesedihannya, ia melihat jelas bagaimana ibunya berusaha mengatur napasnya yang begitu berat.
Maria menggeleng, ia tidak sanggup bicara.
"Ibu, jangan tinggalkan Hanna." Tangisan Hanna kembali pecah lagi. Ia memeluk ibunya. Hanna benar-benar tidak siap di tinggal orang yang sangat dicintainya. Bahunya bergetar dibalik pelukannya.
Suasana menjadi haru, Renata ikut menangis di sana.
"Ibu harus kuat dan sehat kembali. Bukankah ibu ingin melihat aku menyelesaikan sekolah dengan baik? Aku mohon bertahanlah." Hanna tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia kembali memeluk wanita tak berdaya itu.
Maria menggeleng lemah, ia tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Tangannya tiba-tiba terjatuh dari tubuh Hanna. Hanna panik, ia histeris menangis.
"Jangan ibu. Aku mohon!" Jerit Hanna semakin histeris.
"Panggil dokter, bi" seru Hanna kepada bibinya.
Tapi Renata tidak bergerak. Ia masih terdiam seperti orang bodoh di sana. Hanna langsung menekan nurse call yang ada di ruangan.
"ibu, aku mohon..." Isak Hanna memegang tangan ibunya. Namun Maria semakin tidak berdaya.
Tanpa menunggu lama dokter langsung datang dan melakukan tindakan untuk menangani Maria. Dengan cepat dokter langsung melakukan pacu jantung.
"Hanna..." Renata menangkap tubuh Hanna yang hampir terjatuh. Hanna langsung menumpahkan tangisannya di pelukan Renata.
Dokter dengan cepat mempersiapkan Alat pacu jantung defibrilator, menempelkan lead ke dada Maria, kabel pacu serta sensor yang akan merekam irama jantung Maria sudah terpasang. Dokter memberikan aliran listrik ke jantung Maria. Mereka kembali menempel ke dada dan melakukannya berulang kali sampai tubuh Maria tersentak ke atas. Untuk memberikan impuls listrik yang dikirim ke otot jantung Maria untuk mengembalikan irama jantung agar kembali normal, namun yang mereka lihat detak jantung Maria tidak ada perubahan. Patient monitor sudah menunjukkan grafis lurus.
Tubuh Hanna lemas dan tidak berdaya. Ketika Dokter menyatakan bahwa pasien sudah meninggal. Hanna langsung menjerit histeris dan mendekati tubuh ibunya. Tangisan kesedihan terdengar di dalam ruangan kamar.
"Aaaah...ibu jahat. Ibu meninggalkan aku sendirian." Jerit Hanna meraung dan menggoncang tubuh ibunya yang terdiam tidak bernyawa lagi.
Renata ikut menjatuhkan air matanya, ia memeluk Hanna dari samping. Hanna terisak menahan segala kesedihannya dan tiba-tiba Hanna terjatuh dan tidak sadarkan diri.
.
.
BERSAMBUNG.....
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini novel ke sebelas aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
dulunya hanya coretan baju doang...eh pulang pulang ke rumah kena marah enyak gue.... pokoknya paling suka jaman jaman sekolah dulu 😍
suatu keberuntungan buat aku dah 😆