NovelToon NovelToon
AIRILIA

AIRILIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duniahiburan / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Irla26

Airilia hidup dalam keterbatasan bersama ibunya, Sumi, yang bekerja sebagai buruh cuci. Ayahnya meninggal sejak ia berusia satu minggu. Ia memiliki kakak bernama Aluna, seorang mahasiswa di Banjar.

Suatu hari, Airilia terkejut mengetahui ibunya menderita kanker darah. Bingung mencari uang untuk biaya pengobatan, ia pergi ke Banjar menemui Aluna. Namun, bukannya membantu, Aluna justru mengungkap rahasia mengejutkan—Airilia bukan adik kandungnya.

"Kamu anak dari perempuan yang merebut ayahku!" ujar Aluna dingin.

Ia menuntut Airilia membiayai pengobatan Sumi sebagai balas budi, meninggalkan Airilia dalam keterpurukan dan kebingungan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irla26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21. Kecelakaan

Sumi duduk di tepi ranjang, gelisah. Matanya terus menerus menatap ke arah pintu, berharap seseorang akan muncul dari baliknya. Di luar, hujan deras turun tanpa henti, sesekali kilatan petir menyambar langit yang gelap. Suara azan magrib berkumandang, namun pikirannya hanya terfokus pada satu hal—Airilia.

"Airilia, di mana kamu, Nak? Kenapa belum pulang? Apa yang terjadi padamu?"

Air mata Sumi mengalir tanpa ia sadari. Ia takut sesuatu yang buruk menimpa Airilia di tengah hujan badai seperti ini. Dengan gemetar, ia mulai membaca sholawat, berharap hatinya lebih tenang dan Airilia selamat di luar sana.

Tiba-tiba, hembusan angin kencang menerpa, membuat pintu kamar rumah sakit terbuka dengan suara keras. Sumi tersentak. Ia turun dari ranjang dan berjalan tertatih menuju pintu untuk menutupnya. Namun, langkahnya terhenti.

Seorang gadis berdiri di ambang pintu.

Airilia.

Tubuhnya basah kuyup, rambutnya menempel di wajah, dan matanya—mata itu penuh kemarahan dan luka.

"Airilia! Nak, dari mana saja kamu?" Sumi menghela napas lega, senang akhirnya gadis itu kembali.

Airilia melangkah masuk dengan tatapan kosong. Sumi segera mengambil selimut dan menyampirkannya ke bahu Airilia.

"Kamu pasti kedinginan. Ini, pakai selimut biar hangat," ujarnya lembut.

Namun, tanpa diduga, Airilia menepis tangan Sumi dan membuang selimut itu ke lantai.

"Lia, ada apa, Nak?" Sumi terkejut melihat mata gadis itu yang bengkak—jelas ia habis menangis.

"Ibu..." suara Airilia bergetar, penuh emosi yang tertahan. "Apa benar aku bukan anak kandung Ibu?"

Deg!

Sumi terpaku.

"Lia, siapa yang—"

"JAWAB, BU! IYA ATAU TIDAK?!" suaranya meledak, memenuhi ruangan.

Sumi tak mampu berkata-kata. Ia hanya bisa menatap gadis di depannya dengan penuh kesedihan.

"Kalau Ibu diam, itu berarti aku memang bukan anak kandung Ibu..." Airilia menyimpulkan sendiri. Matanya mulai berkaca-kaca.

Air mata Sumi jatuh. Ia mengangguk pelan.

"Kenapa, Bu? Kenapa Ibu menyembunyikan ini dariku selama 17 tahun?"

Sumi mengusap wajahnya yang basah oleh air mata. "Ibu takut... takut kalau kamu tahu, kamu akan mencari ibu kandungmu dan meninggalkan Ibu sendiri."

"Siapa dia?" tanya Airilia dingin.

"Ibu tidak tahu nama lengkapnya, tapi dia sering dipanggil... Dira."

Airilia membeku. Nama itu... nama yang pernah disebut oleh Kak Luna.

"Jadi benar kata Kak Luna... ibu kandungku adalah Dira, seorang pelakor!" suaranya bergetar hebat.

"Lia, itu tidak benar! Ibu kandungmu bukan—"

Airilia tidak mendengarkan. Dengan air mata yang mengalir deras, ia berbalik dan berlari keluar dari kamar.

"Lia! Nak, tunggu! Itu semua tidak benar!" Sumi berusaha mengejarnya, tanpa peduli bahwa infus masih terpasang di tangannya. Dengan kasar, ia mencabut jarum infus hingga darah mengalir di punggung tangannya.

Di luar, hujan semakin deras.

Sumi berdiri di depan rumah sakit, matanya mencari-cari sosok putrinya. Namun, hujan yang lebat membuat pandangannya kabur.

"AIRILIA! DIMANA KAMU, NAK?" teriaknya sekuat tenaga.

"Ibu kandungmu BUKAN pelakor! Dengarkan Ibu, Nak!"

Sumi berlari di sepanjang jalan, tubuhnya semakin basah kuyup. Ia tidak menyadari bahwa sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.

"Ibu! AWAS!!"

Suara Airilia menggema dari seberang jalan.

Namun, terlambat.

BRUK!

Tubuh Sumi terpental ke aspal, darah mengalir membasahi jalanan.

"Ibu!!!"

Airilia berlari mendekat. Ia melihat tubuh ibunya tergeletak dengan mata yang perlahan mulai tertutup.

"Ibu... maafkan aku..."

Sumi tersenyum lemah, lalu menutup kedua matanya.

Di rumah sakit, Airilia mondar-mandir di depan ruang UGD. Air matanya tak berhenti mengalir.

"Airilia..." Ijah datang bersama Ririn, wajahnya penuh kekhawatiran.

"Mbak Ijah... ibu kecelakaan karena berlari mengejar aku..." suara Airilia penuh penyesalan.

"Sabar, Nak. Ibumu pasti baik-baik saja," ujar Ijah menenangkan, meskipun hatinya sendiri juga penuh ketakutan.

Tak lama kemudian, dokter Sila dan dokter Melati keluar dari ruang UGD. Wajah mereka muram.

"Dokter, bagaimana keadaan ibu saya?"

Dokter Sila menatap Airilia dengan penuh iba, lalu menghela napas berat.

"Airilia... sabarlah, ya. Ibumu sudah tenang sekarang..."

Jantung Airilia seperti berhenti berdetak.

"Tidak... tidak mungkin..."

"Innalilahi wa inna ilaihi raji'un," ucap Ijah sambil menangis.

Airilia berlari masuk ke dalam ruangan. Ia melihat tubuh Sumi yang sudah terbujur kaku, tertutup kain jarik.

"Tidak... pasti ini salah! Ibu, bangun! Aku tahu Ibu hanya bercanda!" Airilia menangis histeris, ia mencium wajah ibunya dan memeluk tubuhnya yang sudah tak bernyawa.

"Airilia, sabarlah, Nak," Ijah berusaha menenangkannya.

"Ririn, tolong kabari Kak Renata. Suruh dia menelepon Aluna dan memberi tahu bahwa ibu mereka telah tiada," ujar Ijah lirih.

Ririn mengangguk, lalu segera mengirim pesan kepada Renata.

Sementara itu, di sebuah restoran sushi...

Aluna dan Renata tengah menikmati hidangan mereka.

"Udah lama banget kita enggak ke sini, ya?" ujar Aluna.

"Iya, terakhir kali waktu kita baru masuk kuliah," jawab Renata.

Namun, Aluna tampak tidak begitu bersemangat. Ia ingin mengambil sushi norimaki, tapi tanpa sengaja menyenggol gelas jus jeruknya.

PRANG!

Gelas itu pecah di lantai.

Entah kenapa, dada Aluna tiba-tiba terasa sesak.

"Kenapa perasaanku jadi enggak enak begini?" batinnya.

"Lun, kamu enggak apa-apa? Kamu terluka?" tanya Renata khawatir.

Aluna menggeleng pelan.

"Yuk, kita pulang. Aku tiba-tiba enggak selera makan," ujar Aluna.

Saat mereka hendak keluar, Renata menyadari sesuatu.

"Bentar, aku lupa ponselku di meja," katanya sebelum berlari kembali ke dalam restoran.

Saat mengambil ponselnya, Renata melihat ada pesan dari Ririn.

Begitu membacanya, tubuhnya membeku.

"Innalilahi wa inna ilaihi raji'un."

Aluna yang melihat wajah Renata berubah pucat, bertanya, "Siapa yang meninggal, Ren?"

Renata hanya bisa menatapnya dengan iba. "Aluna... yang sabar, ya."

"Apa maksudmu?"

Renata menyerahkan ponselnya pada Aluna.

Saat membaca pesan itu, tubuh Aluna langsung lemas.

"Ibu... enggak... ini pasti bohong..."

Tangisnya pecah.

Renata memeluknya erat. "Kita pulang ke kampung besok pagi, ya."

"Ibu, maafkan aku..."

Air mata terus mengalir. Malam itu, dunia Aluna terasa hancur berantakan.

Bersambung...

1
rania
Kasihan Dinda, peluk jauh🥺🥺
R-man
cerita nya menarik !!
Maximilian Jenius
Wah, gak sabar nunggu kelanjutan ceritanya, thor! 😍
Madison UwU
Menyentuh
indah 110
Tolong update cepat, jangan biarkan aku mati penasaran 😩
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
Izin yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!