NovelToon NovelToon
Cinta Suci Untuk Rheina

Cinta Suci Untuk Rheina

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam / Slice of Life
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nofi Hayati

Tidak ada pernikahan yang sulit selama suami berada di pihakmu. Namun, Rheina tidak merasakan kemudahan itu. Adnan yang diperjuangkannya mati-matian agar mendapat restu dari kedua orang tuanya justru menghancurkan semua. Setelah pernikahan sikap Adnan berubah total. Ia bahkan tidak mampu membela Rheina di depan mamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Hayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Tak Terduga

Hari terus berganti, dan waktu berjalan cepat. Sudah tiga tahun sejak Adnan meninggalkan kota ini, menghilang bagaikan ditelan bumi. Janji-janji yang pernah diucapkannya untuk menafkahi Zahid hanyalah sebuah omong kosong. Namun, Rheina tidak merasa sedih atau terluka oleh ketidakhadiran mantan suaminya. Ia telah menemukan kekuatan dalam dirinya sendiri dan menikmati setiap momen bersama putranya yang semakin tumbuh besar.

Zahid kini telah menamatkan pendidikan TK-nya, dan bulan depan ia akan memasuki dunia baru sebagai siswa SD. Kebanggaan dan kebahagiaan memenuhi hati Rheina melihat perkembangan putranya. Setiap pagi, saat mereka berangkat ke sekolah, senyum ceria Zahid selalu menjadi sumber kekuatan bagi Rheina.

“Ma, lihat, Zahid sudah bisa membaca sendiri!” seru Zahid suatu hari, sambil menunjukkan buku cerita yang dibacanya.

Rheina tersenyum, merasakan kebahagiaan yang mendalam. “Hebat sekali, Nak. Mama bangga sekali padamu.”

Tumbuh tanpa kehadiran ayah, Zahid tetap menunjukkan semangat dan kegigihan dalam belajar. Ia selalu berusaha menjadi anak yang baik dan penuh kasih sayang, menjadikan Rheina semakin bangga setiap harinya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di taman, membaca buku, atau sekadar bercanda di rumah. Hubungan antara ibu dan anak ini semakin kuat seiring berjalannya waktu.

Satu sore, setelah pulang dari bermain di taman, Zahid duduk di pangkuan Rheina dan bertanya, “Ma, kenapa papa tidak pernah menghubungi kita lagi?”

Rheina tersenyum lembut dan mengusap kepala Zahid. “Kadang-kadang, orang dewasa punya banyak masalah, Nak. Tapi yang penting, Zahid tahu bahwa Mama selalu ada di sini untuk Zahid, dan kita punya banyak orang yang sayang sama kita.”

Zahid mengangguk, tampak mengerti. “Zahid sayang Mama,” katanya sambil memeluk Rheina erat-erat.

“Mama juga sayang Zahid, Nak,” balas Rheina dengan suara penuh kehangatan.

Meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi, Rheina tidak pernah merasa sendirian. Dukungan dari keluarga dan teman-teman membuatnya kuat dan terus optimis. Ia percaya bahwa kebahagiaan mereka tidak tergantung pada kehadiran Adnan, melainkan pada cinta dan perhatian yang mereka berikan satu sama lain.

Hari demi hari, Rheina dan Zahid terus menjalani hidup dengan penuh keceriaan. Persiapan untuk masuk SD membuat mereka semakin antusias. Rheina membantu Zahid memilih perlengkapan sekolah, dari seragam hingga buku pelajaran. Mereka berdua begitu bersemangat menanti hari pertama Zahid di sekolah dasar.

Di hari pertama sekolah, Rheina menggenggam tangan Zahid dengan erat saat mereka berjalan menuju gerbang sekolah. “Zahid siap untuk petualangan baru, Nak?” tanya Rheina dengan senyum penuh harapan.

Zahid mengangguk dengan semangat. “Siap, Ma! Zahid akan belajar dengan baik dan membuat Mama bangga.”

Rheina merasa matanya berkaca-kaca, tetapi ia tersenyum bahagia. “Mama yakin Zahid akan melakukan yang terbaik. Selamat belajar, sayang.”

Dengan langkah penuh percaya diri, Zahid melangkah masuk ke kelas barunya, sementara Rheina berdiri melihatnya dengan perasaan bangga. Ia tahu, meski banyak tantangan di masa depan, ia dan Zahid akan selalu memiliki satu sama lain. Bersama, mereka akan terus membangun kehidupan yang penuh dengan cinta dan kebahagiaan.

Setelah memastikan Zahid masuk kelas dengan baik, Rheina melanjutkan langkahnya menuju ruang guru. Ketika melewati bangunan PAUD, ia melihat banyak anak yang masih ditemani oleh orang tua mereka, beberapa di antaranya masih enggan melepaskan genggaman tangan orang tua mereka. Pemandangan yang biasa, tetapi kali ini matanya tertuju pada sosok yang sangat dikenalnya.

Nando, teman dekatnya saat masa SMA, tampak berusaha menenangkan seorang putri kecil yang enggan melepaskan genggaman tangannya. Meskipun gurunya sudah mencoba merayu, anak itu tetap erat memegang tangan sang papa. Tanpa ragu, Rheina mendekati mereka.

“Nando?” panggil Rheina dengan suara penuh kehangatan.

Nando yang sedang berusaha membujuk putrinya menoleh, dan matanya membesar melihat siapa yang memanggilnya. “Rheina? Astaga, sudah lama sekali!” katanya, tampak terkejut namun bahagia.

Rheina tersenyum, merasa senang melihat wajah yang sudah lama tak dijumpainya. “Iya, lama sekali. Bagaimana kabarmu? Siapa nama putri cantik ini?”

Nando mengelus rambut putrinya dengan lembut. “Ini Alya, anakku. Dia agak pemalu kalau bertemu orang baru. Alya, ini Tante Rheina, teman papa saat SMA.”

Alya, yang awalnya tampak enggan, sedikit melongok dari belakang tubuh Nando, memandang Rheina dengan mata besar dan penasaran. “Hai, Alya. Kamu cantik sekali,” sapa Rheina dengan lembut, berusaha membuat Alya merasa nyaman.

Alya tersenyum malu-malu, dan pelan-pelan mulai melepaskan genggaman tangannya dari tangan Nando. “Hai, Tante,” jawabnya dengan suara pelan.

Nando tertawa kecil, merasa lega. “Terima kasih, Rheina. Kadang-kadang Alya memang butuh waktu untuk beradaptasi.”

Rheina tersenyum. “Tidak masalah, anak-anak memang butuh waktu untuk merasa nyaman di tempat baru. Bagaimana kabarmu, Nando? Sudah berapa lama tinggal di sini?”

Nando menghela napas, matanya tampak penuh kenangan. “Baru beberapa bulan ini pindah ke sini karena pekerjaan. Banyak yang berubah sejak SMA, ya?”

Rheina mengangguk. “Iya, benar sekali. Aku juga sudah melewati banyak hal. Tapi senang rasanya bisa bertemu teman lama.”

Mereka berdua berbincang sejenak, saling berbagi cerita tentang kehidupan setelah SMA. Rheina menceritakan tentang Zahid yang kini sudah masuk SD, sementara Nando berbagi cerita tentang pekerjaannya dan bagaimana ia menjadi seorang ayah tunggal untuk Alya setelah sang istri meninggal dunia.

“Aku tahu bagaimana rasanya menjadi orang tua tunggal,” ujar Rheina. “Tapi, meski berat, anak-anak kita adalah sumber kekuatan terbesar.”

Nando tersenyum setuju. “Benar sekali. Alya adalah segalanya bagiku.”

Waktu terus berlalu, dan bel sekolah mulai berbunyi, menandakan waktu belajar akan segera dimulai. Rheina menatap jam tangan dan menyadari harus segera ke ruang guru.

“Nando, aku harus pergi sekarang," pamit Rheina.

"Tapi setelah ini kita harus tetap berhubungan," ujar Nando.

"Mungkin bisa bertemu lagi di akhir pekan bersama anak-anak?” tawar Rheina.

Nando mengangguk. “Tentu, itu ide bagus. Akan sangat menyenangkan.”

Mereka bertukar nomor telepon, dan Rheina melambaikan tangan pada Alya sebelum beranjak pergi. “Sampai jumpa, Alya. Semoga harimu menyenangkan!”

Alya tersenyum dan melambai kecil. “Sampai jumpa, Tante Rheina.”

Saat melangkah menuju ruang guru, hati Rheina terasa lebih ringan. Pertemuan dengan Nando mengingatkannya bahwa meski banyak hal telah berubah, persahabatan sejati selalu bisa ditemukan kembali.

Sore itu, setelah pulang dari sekolah, Zahid tidak bisa menahan kegembiraannya untuk menceritakan hari pertamanya di sekolah dasar. Mereka duduk di ruang tamu, dengan segelas jus jeruk di tangan Zahid dan secangkir teh hangat di tangan Rheina.

"Ma, hari ini seru sekali! Zahid kenalan sama banyak teman baru. Ada Raka, Dini, sama Adit. Kita main bola di lapangan, dan gurunya baik banget. Namanya Bu Rina," Zahid bercerita dengan penuh semangat, matanya bersinar-sinar.

Rheina mendengar cerita Zahid dengan seksama, sesekali menimpali dan memberi pertanyaan. "Wah, hebat sekali, Nak. Apa yang paling kamu suka dari hari ini?"

Zahid berpikir sejenak, lalu menjawab, "Zahid suka semuanya, Ma! Tapi paling suka waktu belajar menggambar. Bu Rina bilang gambaran Zahid bagus!"

Rheina tersenyum bangga. "Mama senang sekali mendengarnya. Kamu memang hebat, Zahid. Terus semangat belajar ya."

Tiba-tiba, ponsel Rheina berbunyi, menandakan pesan masuk. Ia mengambil ponselnya dan melihat layar. Sebuah pesan dari Nando. Membaca pesan itu, senyum lebar mengukir di wajahnya.

[Hai, Rheina. Senang sekali bisa bertemu lagi setelah sekian lama. Bagaimana kalau kita mengatur waktu untuk bertemu akhir pekan ini? Aku yakin Alya dan Zahid akan senang bermain bersama.]

Rheina merasa hatinya hangat membaca pesan tersebut. Pertemuan dengan Nando tadi pagi membawa banyak kenangan indah dari masa lalu, dan sekarang ada harapan baru untuk persahabatan yang lebih dalam. Ia mengetik balasan dengan cepat.

[Hai, Nando. Tentu, itu ide yang bagus. Aku yakin Zahid akan senang bermain dengan Alya. Kita atur waktunya ya.]

Zahid, yang melihat senyum di wajah mamanya, bertanya dengan penasaran. "Siapa yang kirim pesan, Ma? Kenapa Mama senyum-senyum?"

Rheina tertawa kecil dan mengusap kepala Zahid. "Ini pesan dari teman lama Mama, namanya Om Nando. Mama bertemu dia di sekolah tadi pagi. Dia punya putri kecil namanya Alya. Alya juga sekolah di tempat Zahid, cuma dia masih TK."

Zahid mengangguk mendengar ucapan mamanya. Ia tidak paham kenapa hal sederhana itu bisa membuat mamanya bahagia.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!