Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : Hanya Mimpi
"Terima kasih" Aqila sedikit menunduk saat Naufal mengantarnya sampai di depan rumah
"Hmmm" hanya deheman yang diterimanya sebagai jawaban, Aqila sudah biasa di jawab seperti itu, ia langsung berbalik untuk masuk ke dalam rumahnya
"Assalamu'alaikum" Aqila sempat mematung sebentar mendengar Naufal si bad boy mengucap salam, sampai akhirnya ia tersadar saat deru knalpot motor membelah jalan di komplek itu
"Wa'alaikumussalam"
Alih-alih masuk langsung lewat pintu depan, Aqila memilih lewat pintu belakang yang langsung terhubung dengan dapur
"Ya Allah non Aqila" Bik Inah yang sedang memasak berjengkit kaget memegang dadanya melihat seseorang yang baru saja masuk dengan tiba-tiba apalagi dalam keadaan pakaian penuh darah, kalau malam hari sudah dipastikan dirinya pingsan di tempat
"Ada tamu bik?" tanya Aqila langsung saat melihat minuman dingin dan makanan ringan tertata di meja itu, bersiap untuk dihidangkan
"Iya, pacar nona Reyna sama temen-temennya"
"Kakak ada?"
"Sepertinya tuan Daren juga ada disana"
Aqila mengangguk sebagai jawaban, entah kenapa rasanya ia belum siap untuk bertemu dengan Galang sekarang, setelah apa yang ia lakukan dulu agar di perhatikan walau selalu di acuhkan lelaki itu, akhirnya sekarang ia tau kalau lelaki yang disukainya sejak SMA itu ternyata menyukai adiknya
"Kalau begitu Aqila ke kamar dulu bik"
"Nggak makan dulu non?"
"Nanti saja, Aqila belum lapar sekarang" Bik Inah mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya
Tawa di ruang tamu terdengar nyaring, perbincangan mereka sepertinya membahas sesuatu yang asik, sebisa mungkin Aqila melangkah agar tak menimbulkan suara
Namun baru saja dirinya menapaki satu tangga, suara Reyna menghentikannya
"Kak Aqila" ucapnya terdengar lemah
"Apa?" Aqila menjawab tanpa menoleh, karena baju bagian depannya yang dipenuhi oleh darah ia tak ingin membuat mereka khawatir
Khawatir? yang benar saja!, kenapa ia malah berpikir dikhawatirkan?
"Kalau orang berbicara hadap depan, bukan membelakangi seperti itu, tidak sopan kamu" Suara Daren membuat Aqila tersenyum masam, tidak sopan katanya? lalu sikap dia selama ini apa?!
"Apa?" Akhirnya Aqila berbalik melihat mereka, Reyna dan dua temannya, Galang dan satu temannya yang Aqila ingat namanya Bagas dan juga Daren, mereka nampak terkejut sesaat melihat noda darah di pakaian Aqila
"Kak Aqila kenapa?" Suara lemah lembut Reyna mengalun merdu, terselip sedikit nada khawatir dalam bicaranya
"Nggak papa, cuma kotor" Aqila menjawab seadanya
"Kenapa?" Aqila kembali bertanya alasan Reyna memanggil dirinya
"Tadi mama sama papa ngirim oleh-oleh buat kita, tapi boleh nggak..."
"Ambil apa yang kamu mau" Aqila berbalik arah memotong ucapan Reyna, rasanya ia tidak ada mood membahas hal itu sekarang
Memang seperti itu kan? kalau orang tua mereka memberikan oleh-oleh saat perjalan bisnis ke luar kota atau luar negri, kadang hadiah yang diberikan kepada Reyna tidak sesuai keinginannya atau juga menginginkan miliknya, orang tuanya akan menuruti, tanpa sadar kalau sikap mereka terlalu memanjakan putri bungsunya
"Kasih Reyna ya? besok papa ganti"
"Buat Aqila besok belakangan ya"
kata-kata bujuk rayu yang sudah kebal di telinga Aqila saat masih kecil, dulu mungkin ia akan menangis dan menagih janji papanya saat mereka lupa
Tapi sekarang? ia sudah tak butuh janji dan ucapan yang mungkin tak pernah mereka ingat, ia lelah terus meminta-minta, biarlah ia mengalah asal mereka bahagia
"Yeay makasih Kak Aqila" Aqila tak menjawabnya, ia lebih memilih melanjutkan langkahnya ke kamar karena tak tahan dengan bau darah pada pakaiannya saat ini
⚘⚘⚘⚘⚘
Mentari pagi bersinar terang menyambut hari, suara klakson sudah mulai terdengar memenuhi jalan
Aqila menuruni tangga dengan tergesa-gesa sambil merapikan anak rambut yang keluar dari jilbabnya, ia merutuki dirinya yang bisa-bisanya lupa kalau hari ini ia punya kelas pagi yang sangat penting dan tak bisa dilewatkan
Sesampainya di garasi Aqila ingin berteriak sekencang-kencangnya, saat melihat motornya tak ada disana karena kemarin sempat mogok dan masih di bengkel, sedangkan Pak Roni pasti sudah pergi mengantar ayahnya ke kantor kalau mencari angkutan umum sekarang sudah dipastikan dirinya akan terlambat di hukum
Saat mengeluarkan ponselnya hendak menghubungi Renata, matanya berbinar melihat Rian menuju mobilnya sepertinya ia juga akan berangkat kuliah, tak membuang waktu ia langsung menghampirinya
"Kak Ian" Aqila berteriak saat Ian hendak menutup pintu mobil, terlihat jelas kernyitan kebingungan di dahinya saat Aqila berlari menghampirinya
"Kakak mau ke kampus kan? Aqila nebeng ya, soalnya motor Aqila masih di bengkel, nggak sempet lagi pesen taksi, sekarang ada kelas Bu Maya"
"hem" hanya sebuah deheman, namun Aqila tak peduli akan hal itu, ia langsung mendudukkan dirinya di samping Rian yang menyetir
Mobil berwarna biru itu membelah jalan raya dengan kecepatan yang bisa dibilang tidak pelan, hingga rambu lalu lintas berganti menjadi warna merah menghentikannya
Aqila melirik jam di pergelangan tangannya, tinggal delapan menit lagi untuk sampai ke kampus, ia tersenyum lega karena berkat Rian ia bisa tiba di kampus lebih cepat dari perkiraannya walaupun sempat membuat dirinya jantungan akibat skill mengemudi kakaknya yang tak biasa
Jauh di lubuk hatinya, Aqila tersenyum bukan hanya karena hal itu, tapi karena kebersamaan mereka, sudah lama Aqila tak merasakan berada di dekat kakaknya seperti ini, hingga ia seperti berasa di dalam mimpi, mimpi yang indah hingga ia tak ingin bangun
Dreettt Drettt Drettt
"Halo"
"..."
"Kak Devan sama Kak Darren udah berangkat?"
"..."
"Galang? dia juga nggak bisa?"
"..."
"Kalau gitu tunggu sebentar, kakak janji nggak bakal lama"
"..."
"Iya, apapun itu"
"Turun"
Aqila yang sedang melihat waktu tinggal lima detik lagi lampu akan berganti warna tersentak kaget mendengar ucapan Devano
"A aku?" ia menunjuk dirinya sendiri seperti orang bingung, ia pikir mungkin kakaknya sedang berbicara dengan lawan bicaranya di seberang sana
"Emang disini siapa lagi selain lo?"
"Ta tapi, kakak nggak bisa nganterin Aqila dulu sebentar?"
"Ada sesuatu lebih penting yang harus gue urus"
"Ta tapi..."
"TURUN"
Dengan mata yang mulai memerah, Aqila membuka pintu mobil itu dengan terpaksa dan tepat saat lampu berwarna hijau, mobil biru itu putar arah dan meninggalkan dirinya di perempatan jalan
Hancur sudah mimpi indah Aqila di pagi hari yang cerah, kenapa harus bersedih jika ia tau kalau dirinya memang harus seperti ini? harus selalu mengalah
tin tin tin
Suara klakson motor membuyarkan Aqila yang sempat termenung, ia menolehkan pandangannya pada sosok laki-laki berpakaian serba hitam dengan motor besar khasnya dan tak lupa lambang kucing di jaketnya 'Felis Catus'
"Naik" suara tegas laki-laki itu tanda tak ingin dibantah
"Kucing?" entah kenapa kata itulah yang keluar dari mulut Aqila, alih-alih menyebut nama orang itu ia menyebut nama hewan imut yang menjadi lambang sebuah geng yang diketuai orang yang di depannya saat ini
.
.
.
AUTHOR MINTA MAAF BARU BISA UP SEKARANG 🙏
HP AUTHOR KEMARIN BERMASALAH DAN BARU SELESAI DI PERBAIKI KEMARIN...
.
Banyak Typo...🙏