NENEK PAHLAWANKU

Kabar hancurnya rumah yang menjadi markas Robert meluas dengan cepat di berita utama koran, tivi maupun medsos.

"Bang... Ternyata benar dugaan abang.. Bento telah meledakan rumah kita rata dengan tanah namun tidak di temukan mayat.

"Kurang ngajar ternyata mereka. Tapi apa daya kita tak mampu melawan mereka." desah Robert.

"Iya bang. Lebih baik kita bertobat bang menjadi orang baik."

"Apa tobat kita di terima Tuhan Jim.?"

"Bang.. Lebih baik bekas bajingan daripada bekas kyai bang. Allah Maha Menerima tobat hamba yang berserah diri."

Tersentuhlah hati Robert, ingin rasanya mendekatkan diri pada Allah, sebesar apapun dosa kita Allah pasti memberikan ampunan.

"Jim.. Aku ingin belajar bela diri pada Sumi atau neneknya nanti, kira berserah diri dan mencari pekerjaan di sana."

"Saya setuju bang. Kamu bagaimana San..?"

"Aku juga lelah berbuat jahat. Ingin berhenti dari dulu bang."

"Syukurlah San. Kita bertiga harus bersatu suatu saat kita harus menumpas kelompok mereka." kata Jimi.

Mobil mereka terus saja melaju dengab santai saat memasuki wilayah Cemoro. Jalan yang berbelok belok menjadi sebuah pemandangan yang indah. Terpampang di depan, samping kanan dan kiri tananam berbagai sayuran tampah tumbuh subur, kobi, wortel, bawang putih dan bawang merah menjadi komoditi daerah dengan pesawahan terasiring.

Sementara itu di markas Bento semua sedang menikmati minuman keras dan makanan entah apa itu. Teguh mendekat ke Bento yang sedang berkutat di depan layar monitor.

"Bos.. Kita terkecoh lagi.."

"Maksudmu..??"

"Berita di semua media menjelaskan bahwa tidak di temukan mayat. Ternyata rumah yang kami hancurkan kosong, Robert dan temannya sudah meninggalkan rumah itu." jelasnya.

"Keparaaaat...!!" .." Braaaak..!".

Bento menendang kursi sampai jumpalitan kursinya menabrak tembok.

"Lalu apa yang harus kami lakukan bos."

"Nanti saja kita pikirkan, biarkan dulu dia berlari kemana, kita fokus ke bisnis kita dulu."

"Baik bos.." jawab Teguh dengan hormat.

"Kita nanti malam harus mengambil pasokan amunisi dan senjata AK 47."

"Baik bos..." jawab anak buahnya.

Sementara itu Sumi dan nenek sudah menempati sebuah rumah yang masih terawat baik walopun modelnya masih rumah kampung dengan dindin papan kayu, cuma bagian dapur di tembok setinggi 150cm untuk menghindari kebakaran saat masak dengan kayu.

Rumah dengan luas 6 x 9 di sambung ke belakang ukuran 3 x 4 untuk dapur.

Setelah Sumi selesai membersihkan halaman belakang dan ingin menanam sayuran tiba-tiba datanglah tetangga.

"Kamu yang namanya Sumi, apa hubungan kamu dengan bu Warti.?" tanya ibu Poniyem.

"Iya bu.. Saya ponakan bu lek Warti."

"Oh, jadi ibumu apa ayahmu kakaknya Bu Warti.?

"Ibu saya kakaknya bu lek Warti bu."

"Terus di mana orang tuamu.?"

"Kedua orang saya sudah meninggal bu, saya ikut nenek yang berasal dari rumah ini."

"Ooh jadi gitu, ya sudah ya.. Silahkan lanjutkan."

"Baik Bu..."

Sementara itu Robert yang sudah sampai di desa Pring legi sudah sampai di depan rumah nenek Samirah, terlihat nenek lagi membungkusi kedelai untuk di buat tempe dengan daun pisang dan daun ketapang.

"Assalamualaikum nek..." sapa Robert.

"Walaikum salam.. Eh kamu.. ayo duduk dulu ajak teman-temanmu.?"

"Terima kasih nek." jawab ke tiga orang itu lalu mengambil tempat duduk di kursi kayu. Nenek Samirah pun ikut duduk di depan mereka bertiga.

"Maafkan kami nek, kami datang ke sini ingin tinggal di sini dan ingin belajar dengan nenek."

"Tinggal di sini.. Ingin belajar. Maksudnya gimana.?"

"Begini nek." Robert menceritakan kejadian yang di alami mulai dari terbunuhnya anaknya dan hancurnya rumah sampai mencari nenek Samirah.

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun... Terus kalian tahu rumah ini dari siapa.?"

"Sebelum kami ke rumah pak RT kami mendatangi rumah nenek namun yang kami lihat rumah nenek telah hancur juga dan rata dengan tanah.."

"Apaaa..???.. Kurang ngajar.. Siapa yang melakukan itu.?" kata nenek dengan emosi.

"Orangnya sama dengan yang menghacurkan dan membunuh anak saya." jelas Robert.

"Biadap manusia itu.. Tapi biarlah dulu. Suatu saat akan aku hancurkan dia." kata nenek serak.

"Maka dari itu nek, kita bisa bekerja sama dan ijinkan kami belajar bela diri dari nenek karena sebagian besar para mafia itu ahli dalam bela diri."

"Baiklah terus kalian mau tinggal di mana?"

"Maaf nek tadi saat kami ke sini melihat ada rumah yang di jual dan kami akan membeli rumah itu."

"Baiklah, jila kalian ingin belajar bela diri ada syaratnya."

"Apa syarat yang harus kami penuhi?"

"Kalian harus bertobat dan melaksanakan ibadah, bagaimana.?"

"Itulah kami nek, kami ingim bertobat nek syarat yang nenek ajukan akan kami penuhi dengan sepenuh hati."

"Baguslah. Ya sudah kalian datangi itu bu Poniyem yang mau menjual rumah di sebelah depan sana.

"Terima kasih nek.... terima kasih.. "Jawab Robert di ikuti kedua temannya.