Obsesi Suami 500 Juta

"Neil..." Cheisia tertunduk menyembunyikan wajahnya.

"Kakanda merindukan adinda." Sebuah kalimat penuh lelucon dan senyuman. Membuat Cheisia kembali yakin, tidak mungkin ini adalah Willy yang pernah ditemuinya sekali.

Betapa manis dan baik hati suaminya. Begitu lugu, berbeda dengan Willy yang menghajar orang tanpa belas kasih. Tatapan mata tajam penuh senyuman bagaikan ingin menguliti daging manusia. Neil benar-benar berbeda, tersenyum lembut begitu polos, begitu ceroboh mengambil keputusan, tapi begitu tulus.

"Ah...kakanda!" Pada akhirnya Cheisia memberanikan diri membalas lelucon pemuda yang kini menjalin hubungan dengannya.

Hubungan? Entah hubungan apa, mungkin suami-istri? Atau mungkin kekasih?

"Hah? Dikau sudah pintar sekarang! Sering-seringlah tersenyum seperti ini." Neil kembali mendekap tubuhnya.

Ada rasa malu tersendiri. Tidak pernah ada pemuda yang menyentuhnya seintens ini kecuali penjahat mesum dua tahun lalu.

Namun, terkadang serigala tidak dapat terus menerus berpura-pura menjadi domba. Otaknya tengah berfikir keras, bagaimana caranya untuk dapat merayu sang kekasih hatinya.

Tangannya bergerak, turun dari perut. Tangan satunya bergerak ke atas."Ayolah sayang...aku akan membuatmu tidak dapat berjalan..." Isi fikiran buruk sang iblis.

Tapi.

"Neil, aku merasa beruntung bertemu pria sebaik dirimu. Tidak memikirkan wanita hanya dari napsu semata." Kalimat penuh senyuman dari Cheisia, mengecup pipi Neil.

Benar-benar sukses malaikat polos ini, menghentikan niat buruk sang iblis. Tangan Neil gemetar, Cheisia bangga padanya karena dirinya tidak bernafsu? Bagaimana jika Cheisia membenci dirinya?

Pada akhirnya Neil tersenyum, mengusap pucuk kepala Cheisia."Aku juga merasa beruntung disukai oleh nona secantik ini..."

"Siaaaall!" Teriak Neil dalam hati, merasakan pertentangan batin yang hebat. Namun... entah kenapa tanpa mendapatkan jatah, dirinya sepertinya...tetap bahagia?

*

Telah mengenakan pakaian lengkap. Kembali ke villa, tidak ada hal berati terjadi setelahnya.

Menatap ke arah Cheisia yang masih berperan sebagai Ririn.

"Aktingnya luar biasa bukan?" Tanya Sandi, asisten artis yang bekerja untuk Lian.

"Iya, Cheisia memang selalu luar biasa." Gumam Neil menghela napas kasar.

"Apa ada kemungkinan cinlok? Cinta lokasi dapat mendongkrak popularitas film. Apalagi Lian adalah selebriti yang paling diidolakan semua wanita lajang negeri ini." Sandi menatap penuh harap, terharu menyaksikan adegan romantis antara Cheisia dan Lian.

"Jangan terlalu terbawa perasaan saat menonton film, bisa saja kamu terbang ke surga (mati di tanganku) karenanya." Jawaban Neil tersenyum, mengandung sejuta makna di dalamnya.

"Tapi serius, mereka benar-benar cocok. Omong-ngomong kenapa peran Ririn bisa diganti? Aku tidak sempat hadir karena sakit..." Sandi terkekeh.

"Mungkin karena faktor keberuntungan. Nonaku mendapatkan peran utama." Neil menghela napas berkali-kali.

"Tapi, serius! Mereka benar-benar serasi. Lihat adegan dimana Ririn mengobati luka Fermone. Bagaimana pun kasar perilaku Fermone, hanya Ririn yang dapat meluluhkannya. Membuat Fermone yang arogan dan kejam tidak berdaya seperti anak *njing." Ucap Sandi kagum.

"Adegan bodoh! Mana mungkin bos mafia dapat berusaha terlihat menjadi pria baik karena jatuh cinta. Inilah yang aneh dari cerita sampah!" Neil menggeleng-gelengkan kepalanya heran.

"Bukannya begitu, Fermone dia selalu hidup seorang diri. Tidak percaya pada siapa pun, bertemu dengan Ririn. Gadis yang hanya ketakutan, tidak pernah meminta apapun padanya. Selalu tersenyum dan baik hati, ada kalanya Tuhan akan mengirimkan malaikat-Nya. Hanya untuk mengendalikan hati iblis." Sandi menghela napas berkali-kali.

"Memang iblis punya hati!?" Neil mengernyitkan keningnya."Jika aku jadi Fermone, aku tidak mungkin berada di bawah kaki Ririn. Karena aku akan mengikatnya dan mengurungnya hanya untuk diriku sendiri. Jika perlu pasangkan rantai di kakinya." Kalimat posesif yang mengeringkan.

Namun.

"Neil!" Teriak Cheisia tersenyum cerah padanya, memberikan tanda hati dengan jemarinya.

"Astaga!" Batin Neil, refleks memberikan tanda hati dengan kedua tangannya diangkat di atas kepala.

"Wah! Apa kalian pacaran? Maaf sudah menyinggung soal cinta lokasi. Kamu benar-benar tipikal pria green flag ya?" Sandi menunjukkan dua buah jempol untuk Neil.

"G...green flag? Aku!? Aku ingin memenjarakannya dalam tempat yang dipenuhi dengan uang. Tidak akan pernah membiarkannya menginjakkan kaki di dunia luar. Cheisia hanya boleh memikirkanku di otaknya." Senyuman kegilaan lagi-lagi menyungging di bibir Neil, membuat Sandi sedikit bergeser ketakutan.

"Red flag..." gumamnya.

*

Manipulatif, posesif, obsesif, narsistik, arogan tidak semua tapi sifat itu memang melekat dengan sosok Willy. Salah satu prilaku pria dengan kepribadian red flag. Red flag perilaku yang cenderung terasa tidak nyaman dalam menjalani hubungan.

Tapi.

Berbeda dengan pria green flag, mendukung pasangannya, menjalin komunikasi yang positif, bahkan rela berkorban. Sama sekali tidak arogan, mencintai dengan tulus. Seperti itulah Neil dimata Cheisia.

Wanita yang tengah menyetir mobil murah miliknya. Mobil yang dibelinya setelah bekerja keras selama 7 tahun menjadi artis figuran, atau terkadang menjadi Usher (wanita pemanis) ketika pameran mobil, atau peluncuran produk baru.

"Dikau tau, berapa daku mencintai dikau. Namun saat panggilan alam terjadi, tidak ada yang dapat daku lakukan..." Neil menghela napas kasar."Mungkin karena takdir Tuhan, kita harus berpisah sesaat, tapi daku akan selalu kembali pada dikau."

"Neil! Aku kan sedang menyetir! Jangan merayu!" Ucap Cheisia merasa benar-benar malu.

"Maaf aku ingin ke toilet." Ucap Neil menjelaskan arti kata-kata puitis nya.

"Oh."Raut wajah Cheisia berubah daftar, menghentikan kendaraannya. Menatap Neil yang berlari ke area dalam SPBU. Ternyata panggilan alam, benar-benar memanggilnya.

Menghela napas kasar, perlahan dirinya tersenyum. Neil tidak malas sama sekali, apapun dikerjakannya untuk membantu kru. Bahkan terkadang mendapatkan uang tambahan walaupun sedikit.

Benar-benar manis, saat makan pun terkadang Neil meletakkan daging di piring Cheisia. Dengan alasan Cheisia terlalu kurus. Kalimat, kebaikan hati, rajin, lucu, tidak ada yang kurang membuat hidupnya benar-benar sempurna.

"Aku jatuh cinta..." Cheisia pada akhirnya mengakui dirinya perlahan melupakan luka hatinya karena Hazel, dan keluarganya.

Hingga suara pesan masuk terdengar dari nomor tidak dikenal.

'Cheisia, ini ibu. Maaf menggunakan nomor lain. Tapi bisakah kita bicara berdua? Ibu ingin mendengarkan ceritamu tentang Bianca. Kali ini ibu berjanji, akan mendengarkan baik-baik.'

Tidak ada balasan dari Cheisia. Sudah 14 tahun, dirinya terlalu lelah. Jikapun bercerita akankah mereka percaya. Perlahan dirinya mulai ikhlas, jika hidup dengan Neil, dapat membuat keluarganya bahagia.

Orang tuanya yang lebih menyayangi dan percaya pada Bianca. Setetes air matanya mengalir, jika bisa dirinya ingin menjadi pendonor untuk ayahnya. Walau, harus mati sekalipun. Mati sebagai anak yang dikenang dan dicintai lebih indah baginya. Dibandingkan dengan situasi saat ini, anak yang selalu disalahkan atas hal yang tidak dilakukannya.

Menghela napas kasar pernikahan Hazel dan Bianca tinggal tiga hari lagi. Bukan pesta pernikahan tertutup seperti pesta pernikahannya.

Namun, sebuah pesta megah yang diadakan di ballroom hotel berbintang. Mengundang selebriti papan atas, kedua orang tua Hazel memang lebih menyukai Bianca menjadi menantunya. Jika bukan karena dirinya yang bersikeras untuk dijodohkan...

Menangis sesenggukan, penderitaannya memang berasal dari rasa keras kepalanya. Jika dirinya ikhlas melepaskan, dan tidak menginginkan hati milik orang lain...

Pintu mobil kembali terbuka."Dikau kenapa? Apa menangis karena merindukan daku..."

"Ya! Adinda merindukan kakanda!" Cheisia memeluk Neil erat, satu-satunya orang yang tersisa dalam hidupnya.

🥀🥀🥀

...Bunga kering pembatas buku. Begitu indah kala mekar....

...Bunga kering pembatas buku. Begitu tegar menyimpan cerita....

...Bunga kering pembatas buku......

...Bukan bunga cantik rapuh. Hanya bunga kering yang tidak akan pernah meninggalkanku....

...Itulah artimu......

Cheisia Muller.