Mengukir Cakrawala

"Buka palang..!!!" Perintah Bang Atmaja.

"Siap.. Danton..!!!"

"Siapa yang jaga semalam???? Ada yang keluar asrama tidak kau laporkan??? Tidak kau catat????" Tegur Bang Atmaja.

"Siap salah, Danton."

"Kalian semua berurusan dengan saya nanti..!!!!!!"

...

"Masa di kota sekecil ini, aku tidak bisa menemukan Shiby." Gumamnya sembari mengedarkan pandangan ke seluruh batas pandang di hadapannya. "Kau pergi kemana sih, dek??"

Pikiran Bang Atmaja yang begitu penuh membuatnya tidak konsentrasi.

"Punya istri satu saja sudah buat migrain ku kambuh. Bagaimana cita-citaku yang punya istri dua, dan tiga selir di luar. Bisa-bisa hanya tinggal angin lalu." Gumamnya kesal meskipun dirinya bukan type pria seperti itu. "Kau dimana, Shiii???"

Sesaat kemudian Bang Atmaja terkejut melihat ada seorang nenek yang sedang menyebrang jalan membawa keranjang besar. Refleks Bang Atmaja mengerem mobilnya dan saat itu ada seorang wanita membantu nenek tersebut.

"Ya Allah Tuhan, memikirkan Shiby membuatku hilang akal." Sejenak Bang Atmaja menyandarkan punggungnya sambil memejamkan mata. Ia mengusap wajahnya yang tak karuan sampai kemudian ia membuka matanya.

tok.. tok.. tok..

"Turun..!!!!" Pinta seorang wanita di luar sana sambil mengetuk kaca mobilnya.

Bang Atmaja menoleh. "Shiby?????" Ternyata wanita itu adalah Shiby. Bang Atmaja segera membuka pintu mobilnya.

Begitu melihat Bang Atmaja, Shiby segera berlari dan Bang Atmaja mengejarnya.

"Shii.. dengar Abang..!!!!"

"Shiby nggak mau dengar, Shiby juga nggak mau minta maaf sama Abang.." Pekiknya kuat.

"Abang tidak pernah memintamu untuk minta maaf." Kata Bang Atmaja.

"Bohong..!!!"

"Sumpah..!! Abang sudah ungkapkan apa yang tidak Abang sukai darimu, dan pernyataan itu tidak akan Abang ulang kembali." Jawab Bang Atmaja.

"Lalu kenapa Bang Rigo masih meminta Shiby pergi ke mess Abang dan minta maaf. Dasar tukang ngadu." Teriak Shiby masih tidak terima.

"Kau pulang dengan raut wajah kesal. Abangmu tanya, Abang jawab apa adanya."

"Kalau Abang nggak buka mulut pasti semua ini nggak akan terjadi." Protes Shiby.

"Kau pikir mulut Abang ini, mulut perempuan???? Tak sempat Abang ribut mengadu yang tidak jelas. Abang hanya resah, merasa bersalah karena tidak bisa menjagamu dari pandangan kaum Abang dan Abang tau bagaimana pikiran kotor mereka." Bang Atmaja segera meninggalkan Shiby dan menghampiri nenek yang nyaris di tabraknya tadi.

:

Shiby tak bisa berkata-kata. Bang Atmaja menggendong nenek tersebut hingga ke gubug tuanya yang sudah doyong dan nyaris ambruk.

Nenek tersebut tidak marah dan malah tertawa-tawa saat Bang Atmaja menggodanya.

"Benar, nek. Saya tau nenek dulu pasti kembang desa karena sampai sekarang saja saya melihat nenek masih cantik jelita.

Tak ayal nenek tersebut kembali tertawa dan Shiby tak berani banyak berkomentar melihat 'romantisme' nenek dan Bang Atmaja.

Setelah sampai di gubug reot tersebut. Bang Atmaja menunduk dan mencium kedua tangan nenek.

"Sekali lagi maafkan kecerobohan saya ya nek. Pikiran saya sedang kalut karena dia." Tunjuk Bang Atmaja pada Shiby. "Semalam kami ribut dan dia kabur. Hati suami mana yang tidak resah, nek. Padahal saya hanya ingin melindunginya." Kata Bang Atmaja setengah mengadu.

"Sabar ya nak..!! Kalian berdua harus tabah karena ujian rumah tangga itu akan mengikuti bahkan hingga akhir hayat. Dulu juga nenek sering marah dan tanpa lelah kakek membujuk. Hari ini kakek sedang sakit dan tidur di dalam sana." Nenek membuka tirainya dan terlihat seorang kakek sedang terbaring di atas dipan. "Dulu kami di jodohkan. Setiap kami bertengkar, nenek selalu diam tanpa kata dan kakek selalu membelikan kembang gula untuk membujuk nenek. Hanya seperti itu saja nenek sudah bahagia. Jadi.. kalian berdua juga harus kuat untuk tetap bersama, pertengkaran itu biasa, tapi tidak pernah ada kata perpisahan. Itulah rumah tangga."

Bang Atmaja tersenyum tipis namun tidak meninggalkan aura tampannya. "Saya mengerti, nek."

~

"Apa maksudmu??? Aku tak paham." Bang Rigo bingung saat sahabatnya memintanya untuk membawa beberapa anggota pada lokasi yang sudah di share.

Bang Atmaja juga meminta bahan bangunan, perabot rumah tangga juga barang lainnya.

"Kau mau pindah rumah???" Tanya Bang Rigo lagi.

"Tidak.. sudahlah kau jangan banyak tanya. Bawa saja apa yang ku minta..!!" Kata Bang Atmaja.

"Lalu bagaimana dengan Shiby, kenapa kau tidak mencarinya???" Suara Abang ipar mulai meninggi.

"Jangan banyak cakap. Cepat kirim..!!!"

...

Bang Odi dan Bang Rigo ternganga ternyata sahabatnya membangun rumah untuk sepasang suami istri yang tinggal jauh dari tempat mereka dan seolah terkucil oleh warga karena kemiskinannya. Disana ada Shiby yang sedang bercakap akrab dengan kakek dan nenek.

"Apa yang terjadi sampai kalian berdua terdampar disini?" Tanya Bang Odi.

"Ya begitulah kira-kira." Jawab Bang Atmaja malas, pandangannya terus takjub melihat perhatian Shiby untuk kakek dan nenek.

"Kau sudah baikan?" Bang Rigo juga penasaran bagaimana bisa mereka berdua bisa bersama.

"Belum, adikmu masih marah."

"Tidak lucu Teng. Kau jangan bermain teka-teki denganku." Sambar Bang Rigo kehabisan kesabaran.

"Aku nyaris menabrak nenek itu, lalu ada gadis yang menolongnya, dia juga melabrak ku. Siapa sangka gadis itu adalah adikmu. Singkat cerita aku membantu nenek, belum sempat aku baikan dengan adikmu." Kata Bang Atmaja menjelaskan.

Bang Odi terus menatap wajah Bang Atmaja yang sepertinya sudah begitu lelah. Wajar saja, littingnya itu belum sepenuhnya sehat dari kegiatan kemarin. "Pertanyaannya, kenapa kau bisa sampai nyaris menabrak nenek itu? Kau melamun?"

"Cckk.. masa begitu saja kau tanyakan. Jelas pikiranku buyar. Istriku kabur, perasaanku was-was tak jelas. Gelisah sepanjang jalan."

"Oohh.. aku baru tau ternyata kau juga punya perasaan." Sambar Bang Rigo kemudian duduk dan bersandar pada sebatang pohon nangka, membiarkan Bang Atmaja geram menatapnya.

.

.

.

.