Markus, terjerat hukuman mati usai dinyatakan sebagai pelaku pengedaran obat-obatan terlarang dalam jumlah besar.
Namun, ketuk palu hakim tak segampang itu membuat nyawanya melayang. Markus berhasil lepas dan hidup dengan menyembunyikan identitas aslinya dihadapan publik, meski seluruh dunia menyangka jika dirinya telah mati.
Memulai hidup dengan nama baru dan sebatang kara, Markus tinggal di lantai dua sebuah rumah yang disewakan seorang janda tak beranak.
Interaksi keduanya yang terbilang cukup sering menumbuhkan benih-benih cinta tanpa disadari. Akankah keduanya menjalin hubungan serius? Lantas apa yang akan terjadi jika indentitas Markus kembali terkuak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Istri?
"Tuan, Anda mau pergi sekarang? Apa saya boleh ikut menumpang?"
"Tentu saja, itu mobilmu. Kau mau pergi kemana?"
"Ke rumah sakit, saya mau menjenguk bapak disana"
Markus pun langsung mengiyakan tanpa pikir panjang dan mengajak Vanes masuk ke dalam mobil.
Sesuai rencana, pagi ini Markus keluar untuk membeli sebuah laptop di toko elektronik yang telah disarankan oleh Vanes.
Vanes pun berangkat seperti biasa ke rumah sakit untuk melihat dan membawakan makanan untuk orangtuanya.
Hari ini cuaca sangat cerah dan mendukung orang-orang beraktivitas, tidak terlalu panas dan langit pun nampak indah dengan awan yang menghiasinya.
"Nanti Anda pulang jam berapa? Saya ingin ikut lagi" seru Vanes bertanya.
"Entahlah, setelah membeli laptop aku mau ke kantor dulu untuk memeriksa beberapa pekerjaan" sahut Markus berdusta, tentu dia akan langsung pulang ke rumah hanya saja Markus sedikit mengubah cerita supaya Vanes tidak begitu curiga terhadap kegiatan Markus yang sebenarnya.
"Kali ini ada pekerjaan di kantor? Tumben sekali"
"Iya, ada hal yang tidak bisa aku pantau karena kendala laptop ku yang dulu. Jadi aku harus kesana"
Vanes menggerakkan kepalanya naik-turun, mulutnya ber-oh ria mendengar penjelasan Markus barusan.
"Ternyata sepenting itu laptop untuk Anda, pasti beberapa hari ini Anda kesulitan karena alat tersebut rusak. Jadi seperti itu ya nasib orang kantoran... Tapi tetap saja terdengar keren ditelinga ku"
Markus menengok Vanes sambil tetap memerhatikan jalanan, dia rasa Vanes sangat tertarik di dunia kerja, tapi sepertinya wanita itu kesulitan untuk mendapatkan profesi yang sesuai keinginannya.
"Kau mau bekerja seperti ku?" Tanya Markus yang seketika langsung mendapat tatapan antusias dari lawan bicaranya.
Namun tak lama sorot mata itu kembali sendu, Vanes menunduk sambil meremas jari-jarinya yang lentik.
"Apa mungkin saya bisa? Hanya lulusan SMA dan sudah menganggur selama lima tahun terakhir, mana ada perusahaan yang mau menerima calon pekerja seperti saya" lirihnya tersenyum miris.
Sebagai seorang pemilik perusahaan Markus mengakui jika gelar dan pengalaman adalah hal penting agar mereka bisa masuk ke sebuah korporasi besar, dia tak menyangkal kalau perusahaan butuh orang-orang seperti itu di dalamnya, Markus akui memang sulit bagi Vanes untuk bisa bergabung di sebuah perusahaan.
"Tidak ada yang tidak mungkin, asal kau punya bakat dan kemampuan bisa saja kau diterima tanpa melihat pendidikan terakhir mu" Markus menghibur wanita disampingnya tersebut, dia memilih untuk menutupi beberapa fakta yang bisa membuat Vanes semakin sedih.
"Aku harap juga begitu...." Seraya menghela nafas.
"Kalau Tuan? Apa pendidikan terakhir Anda?" Sambungnya beralih ke Markus.
"Pendidikan terakhir ku? Aku sarjana satu di Skotlandia" ungkapnya.
"Apa??? Skotlandia?!" Pekik Vanes menaikkan nada bicara.
Markus mengangguk dengan ekspresi bingung, dia tak menduga reaksi Vanes akan sebegitunya.
"Iya, apa itu aneh?" Tanya Markus menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Woahhh.... Itu keren!!" Decak Vanes terkagum-kagum.
Baru kali ini dia memiliki kenalan yang menurutnya luar biasa, kehidupan Markus bak sinema yang sering muncul di televisi, selalu menjadi impian Vanes yang didamba-dambakan sampai sekarang.
Padahal sebaliknya, bagi Markus hal itu adalah sesuatu yang biasa saja dan justru diharuskan oleh keluarganya. Teman-temannya pun kebanyakan sekolah di luar negeri, sebab hal tersebut akan semakin menambah koneksi bagi kemajuan perusahaan mereka.
"Saya sangat ingin seperti Anda, punya karier bagus, pendidikan yang mumpuni, dan juga kehidupan yang sempurna" ungkap Vanes mengidamkan semua itu.
Tapi dia sadar, dia tak seberuntung Markus. Tapi meski begitu Vanes tetap senang bisa bertemu orang-orang hebat seperti pria di sebelahnya ini. Mungkin dengan keakraban mereka dia bisa belajar banyak dari Markus mengenai berbagai hal.
Berbeda dengan Markus yang justru terkekeh mendengar pengakuan Vanes, awal kehidupannya memang lancar tanpa hambatan, namun kini dia tak lebih dari seorang buronan.
"Kau tak mungkin bisa menjadi aku" celetuk Markus.
"Hmm... Anda benar, itu sangat tidak mungkin" cicit Vanes setuju. Mulanya dia sedih dengan perkataan Markus, tapi di akhir Vanes justru dibuat termangu dengan ucapan pria tersebut.
"Tapi untuk menjadi istriku.... Tak ada yang tak mungkin"
