Sheana Zaen Xavier merupakan putri dari Levi dan Lucia. Memang seharusnya dia memiliki kembaran, tapi di nyatakan meninggal sesaat begitu di lahirkan. Kini siapa sangka putri yang dianggap telah meninggal dunia sejak lahir ternyata masih hidup.
Dimana Shea secara tidak sengaja saling bertukar posisi atau identitas dengan gadis bernama Lucy yang begitu mirip dengannya ketika Shea tengah liburan dengan kedua orang tuanya. Dimana Shea akhirnya menjadi Lucy, sedangkan Lucy menjadi Shea. Dari pertukaran itu, satu persatu rahasia mulai terkuak.
Akankah Shea dan kembarannya bisa mengungkapkan segala rahasia yang tersimpan selama 13 tahun lamanya?
Tentang Zhea yang di nyatakan meninggal dunia sejak lahir, tapi nyatanya masih hidup dengan identitas sebagai Lucy?
Dan tentang kecelakaan tragis yang membuat Kakek Roman meningggal dunia, serta membuat Noland dan Julia mengalami koma?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phopo Nira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Zhia & Rayden
“Aku baru saja kehilangan salah satu putriku, lalu kenapa aku harus kehilangan Kakekku juga,” ungkap Levi disela tangisannya yang sontak membuat semua orang kembali dibuat terkejut.
Dan yaa… Tangisan semua orang semakin pecah seolah kemalangan tiada habisnya di hari itu. Meski begitu, mereka harus tetap tegar. Rayden, Zhia dan Triple R akhirnya saling berbagi tugas.
Dimana Zhia akan menenangkan Lucia, Rayden menenangkan Levi, Ryuga pergi ke lokasi kecelakaan, sementara Rayga akan mengurus Noland dan Julia setiba mereka di rumah sakit dan Regis yang akan bertanggung jawab menyelidiki apa yang terjadi. Apalagi sebelumnya Rayga terus menekankan bahwa sebelumnya Noland, Julia dan Kakek Roman sudah tiba di rumah sakit.
Bisa dibayangkan perasaan semua orang pada hari itu yang harus kehilangan dua orang yang paling berarti dalam hidup mereka, terutama Levi dan Lucia. Dimana seharusnya hari itu menjadi hari kebahagiaan mereka menanti kehadiran sang buah hati, malah menjadi hari yang penuh dengan kesedihan.
Hari yang menjadi awal dari perubahan sikap, hubungan dan cara pandang Lucia dan Levi terhadap keluarga kecil mereka terutama pada putri mereka yang selamat. Kesedihan dan rasa kehilangan itu membuat Levi dan Lucia seolah lupa bahwa ada seseorang yang lebih membutuhkan keduanya dibandingkan apapun.
Flashback Off….
“Jawab Lucia!” Suara bentakan sang Mamah menyadarkan Lucia dari lamunannya. Lucia perlahan mulai mendongakkan wajahnya memberanikan diri menatap sang Mamah yang menatapnya penuh kekecewaan.
“Mamah tanya kepadamu. Kenangan indah apa sayang yang bisa kau ingat bersama putrimu sendiri selama ini, hmm?” Nada bicaranya memang melembut tapi sarat akan penekanan dan penegasan di setiap kata yang Zhia ucapkan.
Dalam tangisannya Lucia mencoba mengingat kenangan apa yang saja yang telah dia lewati bersama putrinya selama 13 tahun ini. Lucia semakin tercekat ketika tidak ada satu pun kenangan bersama putrinya, dia hanya mengingat bahwa waktunya habis di rumah sakit untuk merawat Grandpa dan Grandma.
Mengabaikan Shea waktu putri kecilnya sedang sakit, melupakan hari ulang tahunnya dan jarang sekali menanyakan kabarnya. Suara tangis Lucia semakin memilukan, dia benar-benar menyesal telah mengabaikan putrinya selama ini.
Lucia kembali mengingat perkataan Zhia, “Bagaimana kalau saat itu aku tidak bisa menyelamatkan putriku? Bagaimana kalau apa yang Mamah katakan menjadi kenyataan? Aku mengabaikan putriku sendiri selama ini? Aku mengabaikan anak yang pernah aku sangat nantikan kehadirannya.”
“Penyesalanmu ini tidak akan pernah ada gunanya, jika Shea sudah tidak ada lagi Lucia! Namun, Tuhan masih berbaik hati memberimu kesempatan untuk memperbaiki semuanya tapi kau malah ingin mengabaikannya lagi seperti ini?” Zhia kembali mencecar putrinya berharap kali ini Lucia benar-benar tersadar akan kesalahannya.
“Apakah Mamah pernah mengajari seperti ini, Lucia! Kau pasti ingat dengan jelas bagaimana Mamah dulu berjuang hanya untuk kebahagiaanmu dan Luca saat kita belum bertemu dengan Papah mu?” Zhia semakin berderai air mata saat memarahi putrinya.
“Mamah melakukan segalanya untuk kalian. Mamah mengabaikan kebahagiaan Mamah sendiri agar bisa melihat kalian berdua bahagia. Supaya anak Mamah bisa hidup dengan bahagia, tapi apa yang kau lakukan pada putrimu sendiri….” Zhia kini kehabisan kata-katanya.
“Mah… Maafkan Luci, Mah!” Hanya permintaan maaf yang keluar dari bibir Lucia.
“Kenapa kau minta maaf kepada Mamah? Apakah yang kau abaikan selama ini adalah Mamah? Apakah yang kau lukai perasaannya selama ini adalah Mamah? Bukan Lucia!” seru Zhia kembali meninggikan suaranya.
“Bukan Mamah yang seharusnya mendengar permintaan maaf darimu. Tapi Shea, putrimu sendiri yang telah kau abaikan selama belasan tahun!” Sambung Zhia masih dengan kemarahannya.
“Begitu juga denganmu, Levi! Aku sungguh tidak menyangka kau akan berubah menjadi pria yang tidak memiliki tanggung jawab sama sekali terhadap keluargamu!” Kini kemarahan Zhia beralih pada menantunya.
“Sebagai seorang suami, seorang ayah dan kepala keluarga dalam rumah tangga seharusnya kau bisa membuat anak dan istrimu bahagia. Tapi kau malah ikut abai kepada anak dan istrimu. Katakan padaku kalau kau memang sudah tidak mencintai putriku lagi ataupun tidak menginginkan anaknya, maka aku akan dengan senang hati membawa Lucia dan Shea pergi dari hidupmu selamanya.”
Perkataan Zhia berhasil membuat Levi menggelengkan kepalanya dengan ribut, dia langsung bersujud dihadapan Papah dan Mamah mertuanya dengan air mata yang terus mengalir membasahi wajahnya.
Siapapun yang melihat Levi saat itu, mungkin orang itu tidak akan pernah percaya bahwa dia Levi yang sama yang disebut sebagai bocah psikopat dan dewa kematian yang paling di takuti di dunia bawah.
“Mah, tolong jangan seperti itu. Aku masih sangat mencintai Lucia dan selama akan seperti itu tidak akan pernah berubah. Aku akui aku salah karena mengabaikan istri dan anakku tapi, _...”
“Tapi apa, Levi? Apa sekarang kau ingin menjadikan kepergian Kakek Roman dan putri pertama kalian sebagai alasan agar aku membenarkan sikapmu ini, hmm!” potong Zhia yang tidak ingin mendengar apapun lagi.
“Saat itu… bahkan sampai detik itu bukan hanya kau saja yang merasa kehilangan tapi semua orang juga merasa kehilangan. Namun, kita harus tetap memprioritaskan yang masih hidup, yang masih sehat agar tidak terluka dan kembali berakhir dengan penyesalan,” ucap Zhia yang kembali menangis pilu jika mengingat hal itu.
“Sayang, tenanglah!” Rayden pun membawa Zhia ke dalam pelukannya, mencoba menenangkan Zhia agar tidak terlalu larut dalam kemarahan, rasa kecewa dan kesedihannya.
“Ray, bagaimana aku bisa tenang sekarang? Apa kau lupa Shea selalu bercerita kepada kita tentang bahagianya dia yang mendapat kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Tapi kenyataannya… Semua itu tidak pernah ada! Cerita itu hanya harapan yang Shea selalu berharap bisa menjadi kenyataan, Ray!” Zhia mengadu pada suaminya, sedangkan Rayden hanya bisa menatap putri dan menantunya dengan perasaan kecewa.
“Tenanglah, Zhi! Kita bisa bicarakan semua ini secara baik-baik, dengan kepala dingin dan situasi yang lebih tenang.” Rayden terus menenangkan istrinya.
“Cucu kita terluka, Ray! Tapi putrimu yang bodoh itu seakan tidak peduli sama sekali dengan anak sendiri. Aku harus berbuat apa untuk menyadarkannya?” Zhia masih terisak dalam pelukan sang suami.
“Kau sudah memarahinya sampai sejauh ini! Jika Levi dan Lucia tetap tidak menyadari kesalahannya, maka kita bawa saja Shea untuk tinggal bersama kita dan melarangnya bertemu dengan orang tuanya lagi selamanya. Aku bisa berbuat sampai sejauh itu hanya untuk membuat anak dan menantu kita tersadar dari kesalahan yang telah diperbuatnya,” ujar Rayden yang sontak membuat Levi dan Lucia memohon agar tidak melakukan itu, memisahkan mereka dari Shea karena saat ini keduanya benar-benar sangat menyesal.
^^^Bersambung, ....^^^
buat pertama kali & lagi satu kalau aku enggak salah ingat juga luca nya trauma dengan bunyi tembakan yang di lepaskan kerana ada orang mau mencederakan lucia atau ayah nya si Rayden maka dengan itu luca lama juga menjalani terapi agar tidak takut dengan bunyi tembakan atau apa2 yang mendatang bunyi seperti tembakan ...seiring dengan waktu dia pun terbiasa & jadi dia seperti ini deh...lanjutkan thor